Batak Tulen Pasti Tak Kehilangan Jati Diri, Dan Jadi Bagian Masyarakat Modernisasi Dalam Interaksi Global
Suaratapian.com– Dr. Tuntun Sinaga, seorang akademisi bidang Kajian Budaya dari Universitas Lampung. Lektor Kepala ini melalui pendidikan gelar akademiknya Tahun 1985, lulus S1 dengan gelar Drs dari Universitas Lampung. Tahun, 1999 lulus S2 dengan gelar M.Hum dari Universitas Indonesia dan tahun 2014 lulus S3 gelar Dr dari Universitas Udayana. Kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) adalah Lektor Kepala Program Studi Pendidikan Bahasa dan Kebudayaan Lampung di Universitas Lampung (Unila). Di sela-sela mengikuti Kongres Kebudayaan Batak Toba I, Kamis, 20 Oktober 2022, bertempat di TB Silalahi Center, Pemimpin Redaksi www.suaratapian.com & SuaraTapian Channel Hojot Marluga, mewawancarainya. Demikian petikannya;
Bagaimana gagasan pikiran Anda tentang budaya Batak sebagai akademis yang memang diminta jadi salah narasumber di kongres kebudayaan Batak ini, kira-kira apa gagasan dan pikiran yang mau diberi?
Terima kasih. Saya diminta pendapat, pertama saya mengatakan, bersyukur bisa menjadi bagian dari kongres ini. Selain itu, saya mengatakan, juga saya terkesan dalam hari-hari pertama ini, kongres ini dihadiri oleh berbagai kalangan, hampir semua hadir dari berbagai kalangan. Menurut saya ini menjadi bagian yang strategis untuk mencapai tujuan dari kongres ini. Saya kebetulan diminta untuk berbicara tentang bagian dari tema-tema kongres, tentang bahasa. Saya akan berbicara, bahwa bahasa di sini kebetulan salah satu dari tujuh budaya. Nah, pilihan ini kebetulan kongres pertama dan panitia sudah bicara kepada saya, bahwa kongres ini nanti akan berkesinambungan, berlanjut. Yang pertama berkaitan dengan bahasa. Bagi saya bahasa, saya kira pilihan ini sangat tepat sebagai salah satu unsur yang sangat strategis dalam konteks revitalisasi atau kelangsungan dari budaya Batak.
Orang-orang yang hadir di sini dipersatukan oleh satu keprihatinan, atau ada semacam keprihatinan bahwa budaya Batak sudah mulai tergerus dan secara khusus, tentang bahasa Batak tak lagi digunakan oleh semua generasi, dari muda sampai yang tua, dan karena itu, kongres ini saya kira satu momen yang strategis untuk mencoba membangkitkan kesadaran kita tentang begitu berharganya budaya, dan salah satu tentang bahasa dan saya akan bicara tentang bagaimana bahasa direvitalisasi, dipikirkan, supaya menjadi sebuah bahasa instrument, budaya yang strategis dan yang bisa mereverifikasi dan melestarikan budaya, kita hanya pilihan, akan dilanjutkan dengan tata busana, tata adat. Tata ini jadinya akan berproses terus, baik untuk akan berbicara tentang bahasa.
Satu pertanyaan tentang bahasa. Kita punya aksara. Aksara kita itu kan belum lengkap, tidak seperti huruf Latin lengkap 26 huruf, bagaimana di kongres ini dilengkapi?
Ini betul. Itu dia. Jadi tidak hanya itu, termasuk ejaan, sistem ejaan system aksara dan sistem tata bahasa. Jadi secara keseluruhan nanti ini akan kita lemparkan kepada peserta kongres dalam konteks kita revitalisasi dan pelestarian. Apakah kita mau diam saja atau memaksakan semua yang kita anggap asli atau kita menjadi manusia Batak yang tak kehilangan jati diri? Tetapi, ini juga bagian dari modernisasi, bagian dari masyarakat dalam interaksi global.
Saya paham kalau budaya itu salah satu sifatnya adalah dinamis. Karena itu, bahasa, ejaan, aksara tadi kita buka ruang, apakah ini bisa dikembangkan sehingga kita tidak menjadi orang dengan berbudaya aneh, atau asing di sini. Salah satu bagiannya akan kita tawarkan kepada peserta kongres, apa yang bisa kita lakukan, supaya kita bisa tetap menjadi bagian dunia sekarang, bagian dari budaya global.
Sebagai akademisi, saya dengar tadi Anda menjelaskan, bahwa kalau kita bicara kebudayaan, ada tujuh unsur, bahasa salah satu. Bagaimana kita secara holistik mengerti apa narasi kebudayaan kita, agar anak-anak muda tahu budaya otentik, mengerti esensi, bahwa memang perlu untuk didengungkan terus bagaimana anak-anak yang dirantau…
Tujuh unsur kebudayaan itu kalau disederhanakan, itu kan cita-cita, buah pikiran, aktivitas satu perilaku dan juga artefak-artefak kita, tahu bahwa kongres ini nanti akan bertahap. Juga dibicarakan tentang, misalnya, inventarisasi artefak-artefak yang strategis sebagai bagian dari identitas. Nanti pengkajian terhadap artefak adalah bagian juga yang akan memulihkan budaya. Keterbatasan dari tujuh unsur budaya itu nanti secara bertahap akan dikaji, dipulihkan, direvitalisasi, dilestarikan dan tentu saja berproses, iya.
Nah, ini hanya langkah pertama yang lain mau saya katakana, kalau kita bicara budaya, berpikir, berkegiatan, beraktivitas dan juga tepat kita tahu misalnya, kalau anak muda sekarang itu saja masih suka dengan kesenian Batak lagu-lagu itu kan sudah menjadi bagian dari yang memulihkan, menyadarkan kembali atau tarian tortor kesenian.
Salah satu unsur yang lain juga, misalnya, di system kemasyarakatan yang lain yang masih bisa disaksikan dalam masyarakat, belum habis semua, masih ada. Intinya adalah akses terhadap pikiran, aktivitas kebudayaan itu dan juga pada saat yang sama harus didesain untuk bisa diakses oleh generasi muda, sehingga dia nanti menangkap secara berproses, keutuhan kebudayaan itu, keutuhan apa yang dikatakan Batak. Jadi, jangan salah pada level pikiran. Siapa yang dikatakan Batak itu, bisa nggak dia mengungkapkan itu apa, nilai-nilai Batak.
Apakah dia melakukan dalam perilakunya, apakah dia bisa mengapresiasi ulos ini, artefak ini. Jadi, ada secara simulutan kita bisa desain nanti, bagaimana menghasilkan Batak yang seutuhnya. Kita juga tidak sadari, kok itu ada, melalui pendidikan formal di rumah dan masyarakat, itu akan secara sumultan membentuk. Jangan berharap satu tahun ini dari misalnya, ada kita temukan seorang Batak yang kelihatannya dia sudah merasa tidak lagi memahami. Tetapi dengan kegiatan ini misalnya, dia akan dipulihkan tambah dengan yang lain. Jadi berproses seperti kita juga berproses menjadi Batak, interaksi lingkungan interaksi sosial, interaksi dengan segala macam demikian.