Di Toba Ketua Panwascam Cabuli Keponakan Selama Delapan Tahun

Suaratapian.com SURABAYA-Ketua Panwascam Toba Samosir BT (46) juga berprofesi sebagai wartawan terduga pelaku kejahatan seksual yang dilakukan terhadap ponakannya sendiri  layak  dan patut diancam dengan pidana 20 tahun penjara dan hukuman tambahan berupa  “Kastrasi” yakni kebiri melalui suntik kimia setelah menjalani pidana pokoknya. Mengingat kejahatan yang dilakukan terduga pelaku merupakan kejahatan  kriminal luar biasa (extraordinary crime),  tidak  ada toleransi dan kata damai atas kejahatan kemanusiaan, apalagi dilakukan kepada ponakannya sendiri. Sesungguhnya pelaku menjadi benteng dan garda terdepan untuk meindungi dan menjaga masa depan keponakannya, bukan justru merusak masa depan anak, dalam perspektip perlindungan anak  perbuatan pelaku tidak bisa ditoleransi, demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak dalam keterangan persnya dari Surabaya, pada Rabu, (23/09/20).

Lebih lanjut, Arist menyampaikan,  terima kasih dan apresiasi setingi-tingginya kepada seluruh jajaran Kasatreskrimum Polres Tobasa yang secara cepat dan segera menindaklanjuti laporan keluarga korban. Aksi cepat ini tentu tidak terlepas dari komitmen dari Kapolres Toba.

Oleh karenanya, demi kepentingan utama dan keadilan bagi korban, Komnas Perlindungan Anak meminta Polres Toba untuk menjerat pelaku dengan sangkaan melakukan kejahatan seksual luar biasa. “Bahwa pelakunya adalah orang terdekat anak khususnya keluarga terdekat yang sesungguhnya berperan melindungi anak akan, tetapi jutru BT merusak masa depan anak maka selayaknyalah ditambahkan sepertiga dari ketentuan pidana pokoknya.”

“Maka dengan ketentuan itu, maka Jaksa Penuntut Umum (JPU)  diharapkan dapat menuntut pelaku dengan  ancaman hukuman maksimal dan sesuai bahwa kejahatan seksual yang dilakulan pelaku,” tambah Arist. Sungguh bejat dan tak bisa di toleransi akal sehat, Ketua Panwascam di Tobasa BT (46)  diduga cabuli ponakannya sendiri SB (16) sejak 8 tahun silam. Aksi bejat BT terbongkar pasca korban didampingi pengurus punguan bukan merupakan wilayah bonapasogit, Sahat Butarbutar membuat pengajuan resmi ke Unit PPA Polres Toba Samosir Minggu 20 September 2020.

Dalam keterangannya SB mengaku sudah tinggal di rumah pelaku sejak berusia 8 tahun tepatnya kelas 2 SD. Pelaku merupakan Amangboru kandung dati korban pelecehan seksual dan pencabulan sudah dialami SB setahun setelah tinggal bersama keluarga pelaku tepatnya saat korban duduk di bangku kelas 3 SD.

Modus pelaku sebelumnya menyuruh korban memijit badan, lalu diam-diam pelaku mencabuli korban hingga melakukan persetubuhan  lazimnya hubungan suami istri. Pelaku melakukan aksi bejatnya saat istri pelaku sedang tidak berada di rumah atau saat tertidur pulas.

Kepada sejumlah media selaku pendamping menuturkan kronologi pencabulan yang dialami oleh korban. Korban mengaku terakhir kali melayani nafsu bejat pelaku pada hari Kamis 10 September 2020. Selama ini korban hanya bisa diam karena takut diusir oleh pelaku.

“Sebelumnya korban dititipkan neneknya di rumah pelaku pasca kedua orang tuanya pisah dan dia tak tahu harus mengadu kepada siapa,” ujarnya. Saat menirukan pengakuan korban. Selama ini berdasarkan penuturan korban pelaku kerap tidur terpisah dari istrinya karena hampir tiap malam pulang pelaku dalam kondisi mulut berbau minuman keras.

Sementara korban yang hanya tidur di dapur dan tak di dalam kamar diduga menjadi sasaran untuk aksi bejat pelaku yang kerap tidur di kursi di ruang tamu. Tak tahan menjadi budak nafsu bejat amangborunya  BT selama 8 tahun, akhirnya si korban SB melarikan diri ke Medan dengan bermodal uang seadanya. SB berangkat menaiki bus KBT ke Medan pada Minggu 13 September 2020  lalu tiba di Medan SB tak tahu hendak ke mana. SB terpaksa tidur di loket dan di emperan rumah warga.

Berbekal satu buah tas berisi pakaian seadanya SB kerap ditanya sopir angkot  tentang tujuannya kemana. Setelah seminggu di Medan tepatnya seorang sopir angkot bermarga Butarbutar menyapa dan menanyakan korban hendak kemana,  korban mengaku bahwa dia berasal dari Kabupaten Tobasa dan datang ke kota Medan tanpa memiliki tujuan.

Merasa iba hati Sopir Agkot itu lalu menghubungi salah seorang kenalannya personel Polres di Tobasa.  Setelah bercerita panjang lebar dengan sigap, lalu si sopir angkot tersebut membawa pulang korban ke Porsea, kemudian menghubungi pengurus punguan Butarbutar di Toba. 

Setelah bertemu dengan korban akhirnya polisi mendengar pengakuan pahit yang dialaminya lalu bersepakat untuk melaporkan kejadian ini ke Unit PPA Polres Tobasa Minggu 20 September 2020. Harapannya polisi secepatnya memproses pengaduan ini dan segera mungkin melakukan penahanan terhadap pelaku.

“Sejujurnya kami Marga Butarbutar mengutuk keras kejadian ini dan kami meminta agar polisi menangkap secepatnya dan memproses kasus ini seadil-adilnya.”

Selain bekerja sebagai ketua Panwascam pelaku juga disebut sebagai wartawan.  Pelaku selama ini dikenal sebagai sosok yang baik dan bersahabat. Dan selama ini pelaku kita kenal sebagai sosok yang baik dan tak menyangka melakukan tindakan bejat kepada keponakannya sendiri sampai 8 tahun lamanya.

“Kita berharap keadilan bagi korban dengan menghukum pelaku dengan hukumanan setinggi-tingginya dan kami pun siap melindungi korban dan melakukan pendampingan hukum serta menyelesaikan pendidikan korban sampai tamat. Korban saat ini sekolah di salah satu SMA sederajat di Kabupaten Toba Samosir,” pungkasnya.

Sementara untuk kepentingan mengawal proses hukum atas kasus ini dan untuk pemulihan dan menguatan psikologis korban, Komnas Perlindungan Anak untuk segera membentuk Tim Advokasi dan litigasi untuk Pemulihan Psikologis dan Reintegrasi korban. Tim terpadu ini akan melibatkan tenaga-tenaga psikologis, P2TP2A  dan pegiat Perlindungan Anak di Toba. “Saya akan minta Parlin Sianipar selaku koordinator Pelaksana Tim Terpadu ini,” ungkap Arist. (HM)

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

twenty + 20 =