Hokky Situngkir: Bukan Masanya Ilmuwan Tak Memiliki Pemikiran Konsep “Tuhan”

suaratapian.com-Hokky Situngkir merupakan salah seorang cucu dari Liberty Manik atau L.Manik, seorang komponis Indonesia (paman dari ayahnya). Ada rahasia di balik batik yang menjadi implementasi pemikiran si penoreh lukisan batik. Rahasia ini dikuak oleh ilmuwan muda Hokky Situngkir tokoh sains, ilmuwan berprestasi. Pria kelahiran di Pematangsiantar, 7 Februari 1978. Adalah peneliti teori kompleksitas di Surya University dan Pendiri Bandung Fe Institute.

Begitu menamatkan pendidikannya di SMA Negeri 1 Medan, ia mendaftar di Institut Teknologi Bandung (ITB), dan mengambil jurusan Elektro ITB. Banyak hal yang telah dilakukannya, termasuk membangun Perpustakaan Digital Budaya Indonesia terbuka. Tak heran dia dikenal berhasil memecahkan rahasia batik, sebuah lagu daerah, bahkan pergerakan saham dengan memakai teori kompleksitas.

Karenanya, menurut anak pendeta ini, karena semua sistem yang ada di semesta alam dan sosial itu kompleks. Ekonomi tak bisa beres jika hanya di-handle ekonom, tapi harus juga melibatkan sosiolog, ilmuwan politik, hukum, dan sebagainya. Batik bukan sekadar ikhwal seni dan desain, namun dapat pula dilihat dari aspek filosofinya, sosio-kulturalnya, hingga matematika untuk melihat pola geometrinya. Hojot Marluga mewawancarainya. Demikian petikannya:

Selain fisikawan Anda juga dikenal penggagas pendataan budaya tradisional. Jika ada pertanyaan, mana yang lebih Anda sukai, sains atau budaya?

Saya menggeluti budaya indonesia justru dalam penelahaan sains, jadi saya kira saya keduanya bukan pilihan buat saya ya, hehe…

Konon ada ungkapan, jika ingin mengetahui suatu budaya lihatlah atau pelajari terlebih dahulu kain tenunnya. Terbetik, Anda sepertinya memahami hal itu, dari keinginan Anda ingin melakukan penelitian kain tenun. Sebagai fisikawan, rahasia apa yang bisa diungkap dari balik kain tenun?

Saya kurang mengetahui ungkapan itu ya, tapi fondasi dasar dari semua aspek budaya yang biasanya disebutkan adalah bahasa, dialek, dan terkadang aksara atau bahasa tulisan. Dari bahasa barulah naik ke persoalan bagaimana meng-abstraksi dunia dalam sistem mental kolektif masyarakat budaya tersebut. Abstraksi itu biasanya terekspresi dalam bentuk pandangan hidup, norma, nilai, hingga karya estetika. Karya estetika dalam budaya merupakan ekspresi kognitif atas nilai-nilai, filosofi, atau pesan-pesan tertentu, yang tertuang dalam berbagai kriya budaya. Salah satu ekspresi budaya tersebut adalah apa yang tertuang dalam corak, warna, dan bentuk pola permotifan, yang ditampilkan dalam tenun yang tentu saja dikaitkan dengan nilai dan filosofi dalam budaya tersebut. Tenun lurik, misalnya, merupakan pakaian sehari-hari masyarakat budaya Jawa, atau tenun gringsing, merupakan kain tenun yang erat kaitannya dengan dharma upacara di kawasan Tenganan di Bali.

Salah satu aspek menarik dari sains atas tenun adalah bahwa tiap kain tenun itu memiliki pola yang berada di antara “kekuatan struktural” dan “keindahan” sekaligus. Benang-benang yang ditenun sedemikian tak bisa hanya sekadar memberi corak yang indah, tapi juga harus memiliki struktur sebagai lembar kain yang kuat.

Terdapat pola-pola hitungan kombinasi tertentu antara “pakan” dan “lusi” dari tenun yang spesifik sebagai bentuk hitung-hitungan sedemikian yang menghasilkan corak motif kain tenun. Ini ditemukan pada tenun songket melayu, ulos Batak, dan sebagainya. Tanpa sadar, penenun sebenarnya menerapkan semacam “matematika” dan “ilmu fisika” atas pola “struktural” benang yang berpadu pola “estetika” pada kain tenun.

Di dunia fisika dikenal ada “fisika eksperimental,” yaitu ilmu fisika yang dikerjakan di laboratorium dengan percobaan, dan ada juga “fisika teoretis,” yaitu ilmu fisika yang dikerjakan tanpa percobaan tapi dalam alam pikiran rimba matematika fisikawan.

Sebagai sebuah joke, saya suka bilang bahwa kasus seperti konstruksi kain tenun itu ibaratnya “fisika eksperiental” yaitu pengetahuan fisika yang “dialami” oleh penenun tradisional. Mereka mengalami fisika, mengerjakan fisika, tanpa harus menyebut, bahwa itu adalah ilmu fisika, entah teori atau eksperimental. Mereka ber-“fisika” sebagai warisan pengetahuan dari generasi ke generasi yang terformalkan dalam bentuk tradisi budaya…

Selain peneliti di Surya Institut, Anda juga dikenal mendirikan beberapa lembaga. Tolong jelaskan, apa itu Bandung Fe Institute. Anda juga mendirikan Indonesia Archipelago Cultural Initiatives (IACI) dan ingin mewujudkan Ensiklopedi Budaya Nusantara. Tolong dijelaskan?

Bandung Fe Institute itu lembaga penelitian untuk studi kompleksitas di Indonesia, berdiri tahun 2002. Kita mempelajari ilmu-ilmu kompleksitas sosial di lembaga ini melalui berbagai macam penelitian interdisiplin. Menggunakan model-model fisika, matematika, komputasi, dan bio-informatika untuk melihat dinamika sosial, ekonomi, politik, hingga budaya.

Kita menyadari bahwa budaya merupakan aspek paling kompleks dalam semua sistem sosial. Dari budaya-lah lahir ekonomi, politik, dan sebagainya. Sayangnya pendekatan sains untuk budaya masih sangat langka. Dan untuk memulainya pun di Indonesia sangat sulit karena tak ada data. You cannot do science without data.

Akhirnya, pada tahun 2008 kita dirikanlah Indonesian Archipelago Cultural Initiatives (IACI) yang membangun Perpustakaan Digital Budaya Indonesia terbuka. Ini merupakan yang pertama di Indonesia, di mana publik bisa langsung menyumbang data budaya, sekaligus mendiskusikan dokumentasi budaya yang ada di sana, semacam wikipedia tapi untuk budaya Indonesia yang sedemikian beragam.

Namun yang sangat mengagetkan dan juga mengharukan buat saya, ternyata justru banyak yang menjadi kontributor data budaya di sana adalah justru anak-anak muda, lebih dari 4000 kontributor yang tersebar di seluruh Indonesia, dan yang ternyata juga haus akan budaya.

Tahun 2015, yang lalu, kita kumpulkan perwakilan dari komunitas-komunitas di daerah-daerah itu, dan berdirilah Yayasan Sobat Budaya, yang membina komunitas-komunitas Sobat Budaya di daerah-daerah demi mempercepat, memperlengkapi Perpustakaan Digital Budaya Indonesia tersebut melalui berbagai pelestarian budaya oleh dan dari kaum muda dengan kegiatan komunitas di daerah-daerah.

Hasilnya sekarang terkumpul lebih dari 30-ribuan entri data dan kita berharap terus tumbuh demi referensi budaya tradisi Indonesia, agar warisan budaya adi luhung tersebut tak sampai punah…

Sebagai seorang penemu, bagaimana sistimatik cara kerja penemuan secara saintifik?

Menggunakan metode ilmiah yang diajarkan kok di sekolah-sekolah menengah umum ya. Dari perumusan masalah, ditarik hipotesis, yang dari situ kita coba kumpulkan, pilah-pilah, dan administrasikan data-data yang kita perlukan. Dari situ pengujian hipotesis dapat dilakukan, biasanya melalui eksperimen-eksperimen. Jika hipotesis itu baik, maka ditarik kesimpulan, yang jika memiliki kekuatan dengan berbagai eksplorasi teoretis, menjadi teori.

Membangun Perpustakaan Digital Budaya Indonesia

Anda juga dikenal berhasil memecahkan rahasia batik, sebuah lagu daerah, bahkan pergerakan saham dengan memakai teori kompleksitas. Tolong jelaskan teori kompleksitas?

Ilmu kompleksitas melihat dunia ini sebagai sesuatu yang kompleks, dan adalah tugas ilmu pengetahuan untuk menemukan pola-pola dalam bentuk yang sederhana, yang memunculkan apa yang kompleks tersebut. Dalam sains, we make things simple, but not simpler.

Jadi ilmu kompleksitas melihat persoalan bukan dari bidang studi dimana persoalan tersebut ada, tapi dimulai dari persoalan tersebut untuk kemudian dicari bidang-bidang studi apa yang sekiranya dapat digunakan untuk mengkaji persoalan tersebut.

Ilmu harus lahir sebagai upaya untuk menemukan solusi dari persoalan, bukan persoalan untuk ilmu. Itulah sebabnya kajian kompleksitas harus interdisiplin, lintas bidang ilmu. Kita menolak pengkotak-kotakan ilmu, karena ilmu yang terkotak-kotak tak akan memberi solusi komprehensif atas persoalan.

Ini sangat penting, karena semua sistem yang ada di semesta alam dan sosial itu kompleks. Ekonomi tak bisa beres jika hanya di-handle ekonom, tapi harus juga melibatkan sosiolog, ilmuwan politik, hukum, dan sebagainya. Batik bukan sekadar ikhwal seni dan desain, namun dapat pula dilihat dari aspek filosofinya, sosio-kulturalnya, hingga matematika untuk melihat pola geometrinya.

Tahun 2011, Anda penah mendapatkan penghargaan dari Bakrie Award. Tentu, banyak penghargaan yang telah Anda raih dan terima. Sepertinya pengharaan yang Anda terima dari Bakrie Award sesuatu yang lebih prestisius, memperoleh hadiah khusus untuk ilmuwan muda berprestasi. Apa dasar penilaan terhadap penerimaan penghargaan yang Anda terima?

Saya tak tahu pastinya ya. Jawabannya tentu ada pada para juri yang melakukan seleksi dan pemilihan. Saya tak tahu siapa-siapa saja mereka itu, panitia tak mengkomunikasikan itu sama sekali.

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

two × four =