Melody Sinaga: Wartawan Seperti Kehilangan Marwah

Suaratapian.com-Melody Sinaga Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Bekasi berkisah pengalamannya merintis jalan jadi wartawan, hingga kemudian jadi ketua PWI Kota Bekasi. “Saya pertama-pertama menjadi wartawan di media Sumatera Utara, dari Medan. Namanya, Persada. Perusahaan pers, Persada perpusat di Kota Medan namun membuka biro di Jakarta. Sejak tahun 90-an saya belajar di media tersebut. Lalu bergaul dengan banyak wartawan. Saya kenal apa yang disebut wartawan bodrex. Wartawan pemeras. Hal-hal seperti itu sudah saya tahun sejak tahun 1992,” ujarnya memulai kisah dalam bincang-bicang dengan Suaratapian.com di sela-sela cara Perayaan Gema Nataldan Doa Awal Tahun 2022 Wartawan Kristiani Kota Bekasi.

Seiring perkembangan Kota Bekasi, berkembang juga media termasuk di berjibun wartawan. Di Bekasi, Melody sejak awal membenamkan diri ada organisasi, masuk di PWI. “Saya masuk di organisasi wartawan. Bagi saya, kita harus belajar tentang apa itu kode etik. Sejak lahir undang-undang Pers No. 40 banyak perubahan tentang dinamika wartawan. Apalagi sekarang, perkembangan undang-undang ITE yang sekarang, informasi cepat, karenanya harus hati-hati.” Menurut Ketua PWI Kota Bekasi yang sudah dua periode menjabat ini menyebut, banyak wartawan online belum hati-hati menyajikan berita.  

Dia melihat, salah satu tantangan dunia pers saat ini adalah soal kualitas pemberitaan.  Masalahnya jumlah wartawan makin banyak, tetapi kualitasnya pemberitaan melorot kualitasnya. “Secara kuantitas jumlah banyak, namun kualitas sedikit. Jikalau betul-betul profesi wartawan dijankan dengan baik, maka kualitas ada. Bahkan menurut Melody, saat ini sudah terabaikan 5W + 1H. Walau baginya tak masalah susunan berbeda, tidak harus persis seperti penulisan berita yang umum, hanya kualitas dari berita bisa dipertanggung-jawabkan. Hanya saja, bagaimana memberikan informasi yang baik dan layak dipercaya oleh public itu menjadi tantangan tersendiri.

Terkait hal itu, PWI Kota Bekasi sendiri berkali-kali menggelar pelatihan jurnalis dalam rangka untuk menjaga spirit para wartawan dalam menyajikan pemberitaan yang berkulaitas. “Tantangan pers sekarang bagaimana menghadirkan berita bermutu. Masalahnya, terkadang informasi yang disampaikan ke public belum diolah dengan baik, sumber-sumbernya sudah langsung diberitakan, sehingga muncullah istilah wartawan abal-abal.

Bagi Melody, pergeseran wartawan abal-abal sekarang dimaknai bukan karena tak punya media. “Sekarang disebut wartawan abal-abal adalah karena pemberitaan asal-asalan. Janganlah langsung ditelan atau langsung diberitakan tanpa dicek terlebih dahulu.” Menurutnya lagi, sekarang dari data yang ada di dewan pers ada 23 ribu media online Indonesia. “Bayangkan saja kalau satu berita terlepas itu benar atau tak benar pasti kesulitan, sudah pasti tak mudah memilah-milahnya,” sebutnya lagi.

Alih-alih sebagai ketua PWI di Kota Bekasi, Melody sadar benar, seluruh wartawan di Kota Bekasi tak bisa terhimpun dalam satu organisasi tunggal. “Saya pikir sulit menghimpunnya karena wadah wartawan itu bukan hanya PWI. Sekarang ada beragam organisasi wartawan.”  Namun Melody menghimbau di mana pun para wartawan atau para jurnalis itu bergabung, asal betul-betul menyanjikan karya jurnalistik yang bermutu, kita dukung, sebutnya.

Ditanya, apakah menjadi pekerja di media, dalam hal ini wartawan itu mesti panggilan jiwa? Menurutnya, yang penting adalah sifat pembelajar itu harus ada. “Terpenting para wartawan bisa mengembangkan dirinya,harus terus belajar.” Di akhir perbincangan, Melody menghimbau agar para wartawan Indonesia wajib menjaga marwah, harkat dan martabat sebagai wartawan. “Wartawan senantiasa terus menjaga marwah profesi yang luhur. Oleh karena saat ini kita seperti kehilangan marwah,” sebutnya mengakhiri bincang-bicang. (Hojot Marluga)

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

13 + eleven =