Menata Penatalayanan, Keuangan dan Administrasi HKBP
suaratapian.com-Tak dipungkiri, selama ini dalam perjalanan HKBP di dunia ini, pada dasarnya dan umumnya, masalah yang timbul di HKBP selalu dipicu oleh tiga hal utama, yakni: masalah mutasi, masalah keuangan dan administrasi (penatalayanan). Masalah-masalah lain yang muncul, baik di tingkat Pusat, Distrik, Ressort dan Jemaat relatif dapat terselesaikan seiring dengan perjalanan waktu. Namun ketiga masalah pokok di atas, memang sudah menjadi masalah klasik di HKBP, yang pada gilirannya sering kali berujung dengan gesekan-gesekan bahkan konflik yang berkepanjangan.
Oleh karena itu, setelah dua periode menjad praeses, Pdt.Banner Siburian MTh memantapkan diri mencalokan Sekretaris Jenderal HKBP untuk menggelola penatalayanan (stewardship) HKBP di era digital, harus memberi perhatian yang maksimal untuk menata ke tiga hal pokok di atas. Jika Tuhan izinkan dan terpilih mengemban tugas mulia itu, dia akan memulai tugas penatalayanan. “Penatalayanan tersebut harus ditopang dengan data-base yang lengkap dan valid, sehingga penetapan mutasi, selain digarap secara lebih profesional, juga didukung oleh data rekam jejak dan kompetensi yang dimiliki para pelayan serta kecakapan pastoral yang dimilikinya dalam ruang lingkup pelayanannya. Demikianlah penetapan mutasi di HKBP ke depan, akan semakin mendekati prinsip the right man on the right place, orang yang tepat di tempat yang tepat.”
HKBP terdiri dari 32 Distrik, 757 Ressort (18 persiapan Ressort). Terdiri dari 3.334 gereja dengan 200 lebih pos pelayanan jemaat. Mereka dilayani oleh 1.784 tahbisan pendeta, 214 orang Guru Huria, 394 tahbisan Bibelvrouw dan 255 Diakones, belum termasuk di dalamnya para Evangelis dan penatua. Mutasi menjadi sangat rawan konflik. Realitas jumlah pelayan dan gereja, bagaimanapun harus ditata dengan managemen personalia berbasis data, keahlian, bakat dan kompetensi, rekam jejak pelayanan. Mutasi ‘kutu loncat’ yang tidak proporsional, berdasarkan like or dislike, pendekatan nepotisme, kepentingan, primordialisme, balas jasa, bahkan dengan arogansi kekuasaan dan lain-lain, akan menjadi legacy buruk sekaligus menjadi penyakit kronis yang merusak bagi HKBP.
Bagi, Pdt Banner, yang kedua adalah tentang keuangan. Kerap kali juga menjadi pemicu konflik di HKBP. Apakah hal itu bersangkut paut dengan sistem keuangan serta lintas keuangan dari Pusat hingga ke jemaat, dari dan ke Lembaga, Yayasan, Badan dan lain-lain. Belum lagi perbelanjaan pelayan yang acap timpang bahkan jauh berbeda misalnya di kota dan desa, bisa memicu persaingan antar sesama pelayan menjadi Self Oriented. Pengelolaan keuangan juga acap tidak selalu senafas dengan Standard Operational Procedure yang sudah ditetapkan, penghematan yang belum menjadi budaya dan karakter.
“Managemen keuangan dengan segala proses yang melekat di dalamnya, menjadi kebutuhan yang mutlak dalam menata keuangan HKBP. Sumber daya mausia haruslah dicari, yakni yang dapat dipercaya atau kredibel, cakap mengoperasionalkan lalu-lintas keuangan secara on line, akuntabel, transparan serta dapat diakses pihak yang terkait, setidaknya oleh stakeholders yang berwewenang di HKBP,” ujar pendeta yang pernah 17 Tahun menjadi pendeta pembantu.
Tahun 1986 dia masuk kuliah dan lulus tahun 1991. Ditahbiskan ephorus waktu itu Pdt Dr. SAE Nababan setelah dua tahun lebih menjadi vikaris, semacam praktik lapangan sebelum ditahbiskan menjadi pendeta. Menurutnya lagi, yang tak kalah pentingnya adalah efisiensi anggaran. Hemat itu sangatlah Alkitabiah. Pemborosan sangat tidak dikehendaki Tuhan. Hemat bukan berarti kikir; boros bukan berarti murah hati. Mata anggaran harus dipastikan menjadi acuan pengeluaran. Berkaitan dengan kepersonaliaan, para pelayan yang bekerja di Kantor Pusat, Distrik dan Lembaga, haruslah berdasarkan kapabilitas di bidangnya. “Parkir pendeta” di kantor misalnya, menjadi pemborosan yang sangat besar sekaligus kekalahan daya juang untuk melayani di jemaat. Untuk pekerja di hatopan misalnya, biaya rutin kurang lebih 3 miliar rupiah per bulan, seharusnya bisa dipangkas lebih hemat di satu sisi, sekaligus pelayan berdaya guna di jemaat di sisi lain.