Mengapa Pemekaran Tapanuli Dipersulit?
Oleh: Sabam Leo Batubara
Apa persamaan dan perbedaan konflik Timor Timur, Aceh dan Tapanuli? Persamaannya, rakyat Provinsi Aceh, Provinsi ke-27 Timor Timur dan Tapanuli menyuarakan ketidakadilan yang mereka derita. Perbedaannya, ketidakadilan yang diderita oleh rakyat Timor Timur dan karena tidak di-wongke oleh pemerintah digulirkan oleh kelompok perlawanan bersenjata Timor Timur Fretelin dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk menjadi alasan memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sementara, rakyat Tapanuli tetap setia kepada NKRI, dan memohon agar eks Keresidenan Tapanuli itu dimekarkan menjadi provinsi. Menurut hemat saya, bagaimana pemerintah menyikapi konflik tersebut? Menghadapi konflik di masing-masing wilayah tersebut Pemerintah RI melakukan paling tidak tiga kesalahan yakni (1) keliru mendefinisikan konflik, (2) salah memilih strategi pemecahan masalah, dan (3) berlaku diskriminatif dalam menyelesaikan persoalan.
Indonesia Bergulat dalam Paradoks pemerintah memberi janji bahwa integrasi Timor Timur ke NKRI akan Ketika MPR menetapkan Timor Timur menjadi Provinsi meningkatkan perlawanannya dengan senjata. Untuk mengatasinya bagi rakyat Timor Timur. Janji tersebut tidak menjadi kenyataan. Fretelin pemerintah tidak memilih strategi mengalahkan musuh dengan merebut hati rakyat (win the hearts and the minds of the people), tetapi Fretelin (win the battle) dari Desember 1975 sampai Mei 1998, memerangi provinsi ke-27 RI ini, yang berakibat ikutan melukai hati rakyat.
Dalam perkembangannya, konflik Timor Timur beralih dari masalah dalam negeri menjadi isu internasional. Indonesia dituduh melanggar HAM di Timor Timur. Atas tekanan internasional, lewat referendum 30 Agustus 1999 rakyat Timor Timur melepaskan diri dari NKRI. Indonesia membayar mahal. ABRI memenangkan pertempuran. Indonesia kalah perang.
Konflik Aceh berlangsung 30 tahun. Mengapa begitu lama dan begitu banyak menelan korban dan menderitakan rakyat? Apa sebenarnya akar persoalan Aceh? Persoalan rakyat Aceh pada hakekatnya adalah ketidakadilan. Aceh banyak menyumbang ke negeri ini. Tetapi mereka tertinggal dalam kemajuan dan kesejahteraan. Mereka tidak mendapat perlindungan keamanan dan keadilan. Merespon ketidakadilan tersebut, jawaban GAM adalah dengan mengangkat senjata untuk memisahkan diri dari NKRI. Untuk mengatasi 84 selama kurang lebih 30 tahun bukannya bagaimana merebut hati rakyat pemberontakan itu, jawaban ABRI/TNI & Polri menumpas GAM dengan strategi to win the battle. GAM tidak juga dengan menyembuhkan akar persoalan Aceh, tetapi justru fokus pada terkalahkan. Malah ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah meningkat Seperti Timor Timur konflik Aceh juga menjadi isu internasional dan karena itu mengundang juru damai asing.
Untuk mengakhiri kesepahaman (MOU) dengan GAM di Helsinki (15/8/2005) – konsesi strategis kepada Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Pertama, persetujuan-persetujuan internasional yang diberlakukan oleh Pemerintah RI yang terkait dengan hal ihwal kepentingan khusus Aceh akan berlaku dengan konsultasi dan persetujuan Aceh (MOU Pasal 1 butir 1.1.2b). Selanjutnya pada huruf c) dinyatakan, keputusan-keputusan DPR RI yang terkait dengan Aceh akan dilakukan dengan konsultasi dan persetujuan legislatif Aceh.
Kedua, kebijakan-kebijakan administratif yang diambil oleh Pemerintah Indonesia berkaitan dengan Aceh akan dilaksanakan dengan konsultasi dan persetujuan Kepala Pemerintahan Aceh (Pasal 1 butir 1.1.2d). Ketiga, Aceh memiliki hak untuk menggunakan symbol-simbol wilayah termasuk bendera, lambang dan himne (Pasal 1.1.5). Ketiga, Aceh berhak memperoleh dana melalui hutang luar negeri. Aceh berhak untuk menetapkan tingkat suku bunga yang berbeda yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (Pasal 1.3.1).
Menurut mantan anggota DPR RI, A. Rahman Tolleng sukar menghilangkan kesan bahwa MOU itu didesain sarat dengan aroma federalisme. Tentu saja yang dilaksanakan bukanlah model negara federal ala Amerika Serikat, melainkan dari jenis lain, yaitu apa yang disebut federacy, seperti yang ditetapkan oleh AS dengan Puerto Rico.”