Menyelamatkan Anak Bangsa dari Bahaya Narkoba
Suaratapian.com JAKARTA-Dalam rangka Perayaan Hari Anak Nasional 2020, Pangayuban Media Online (PAMEO) memprakarsari diskusi bertema “Menyelamatkan Anak Dari Bahaya Narkoba.” Sebelumnya Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisiaris Jenderal Pol. Drs. Heru Winarko, SH menyebut, bahwa angka penyalahgunaan narkoba pada kalangan pelajar, mencapai angka 2,29 juta orang (survey 13 ibukota provinsi di Indonesia, 2018). Inilah realitas yang perlu menjadi perhatian bersama terkait masalah anak Indonesia.
Karenanya, dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional Tahun 2020, dengan mengusung tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” dan dalam semangat Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) Tahun 2020, yang bertemakan “Hidup 100% di Era New Normal Sadar, Sehat, Produktif dan Bahagia Tanpa Narkoba”, serta sebagai wujud apresiasi upaya penanggulangan bahaya narkoba, khususnya yang dilakukan oleh BNN, dan sebagai dukungan moral terhadap kinerja pemberantasan narkoba yang dipimpin Deputi Pemberantasan BNN Irjen Pol. Drs. Arman Depari.
Tentu, Paguyuban Media Online (PAMEO), didukung oleh Perkumpulan Multimedia Transformasi Indonesia (MATRA ID), dan Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI). Diskusi Online Hari Anak Nasional 2020, via aplikasi Zoom Meeting, Kamis, (23/7/20) dihadiri puluhan peserta.
PAMEO sendiri mengapresiasi kehadiran tiga tokoh penting dalam hal penanganan bahaya narkoba, dalam diskusi online tersebut; yakni Mayjen Pol. (Purn) Drs. Putera Astaman (Ketua Umum Organisasi BERSAMA, mantan Deputi Operasi Kapolri), Komjen Pol. (Purn) Dr. Anang Iskandar (mantan Kabareskrim, dan juga mantan Kepala BNN), dan Irjen Pol. Drs. Arman Depari Deputi Pemberantasan BNN. Selain itu, juga hadir Benny Lumy (Aktivis Anak, Yayasan KDM dan Sahabat Anak), Helen Simarmata (Dosen FISIPOL UKI, Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak DPP GAMKI), serta Ramdhansyah Bakir (Dosen UHAMKA, Pemerhati Hukum).
Deputi Pemberantasan BNN RI Arman Depari, sebagai pembicara utama, mengemukakan sejumlah fakta, bahwa prevalensi penyalahgunaan narkoba tahun 2020 sebesar 3,7016 juta jiwa (1,88%), saat ini terdapat 892 Narkotika Jenis baru zat psikoaktif (new psychoactive substances-NPS) di dunia, sementara itu 76 NPS diantaranya beredar di Indonesia, yakni 72 NPS terdaftar dalam Lampiran Permenkes Nomor 5 Tahun 2020, sedangkan 4 Jenis NPS belum diatur Permenkes.
Dalam perkembangan teknologi informasi, Arman Depari mengungkapkan adanya tren ancaman teknologi informasi (cyber) terhadap penyalahgunaan narkoba, yakni: peredaran narkoba dilakukan melaui media sosial dan website, peredaran narkoba dilakukan melalui jaringan internet tersembunyi yang sangat sulit dilacak, transaksi menggunakan crypto-currency melalui internet. Tren ancaman tersebut, tak mudah dilacak, identitas tersembunyi, dan perkembangan teknologi akan menciptakan celah bagi pelaku kejahatan, memproduksi ataupun mengedarkan narkoba dengan lebih mudah, murah dan tak terdeteksi.
Depari mengemukakan, yang perlu menjadi perhatian bersama dalam menjaga anak-anak dari bahaya narkoba, yakni : Waktu (orangtua menyediakan waktu untuk mendengarkan anak, berdialog dengan anak-anak), Pantauan (orangtua memantau langsung aktivitas anak, sehingga tetap dalam jangkauan orangtua), Pendidikan Moral dan Spiritual (memberikan pendidikan bernilai moral dan spiritual, sehingga remaja akan tumbuh menjadi anak yang memiliki pertahanan diri dari pengaruh lingkungan yang negatif. “BNN mempunyai tiga langkah penanggulangan masalah narkoba, yakni: pencegahan, pemberantasan, dan rehabilitasi,” ujarnya.
Sementara Mayjen Pol. (Purn) Drs. Putera Astaman, mantan petinggi Polri, saat ini adalah Ketua Umum Organisasi BERSAMA (Badan Kerjasama Sosial Usaha Pembinaan Warga Tama), mengemukakan bahwa razia-razia narkoba ditempat-tempat hiburan yang dilakukan Deputi Pemberantasan BNN Irjen Pol. Drs. Arman Depari, adalah tindakan projustitia. “Razia narkoba melakukan juga tes urine, akan ketahuan siapa yang menggunakan/ mengkonsumsi narkoba. Sebaiknya pemeriksaan seperti ini, tes urine kepada pekerja maupun pengunjung tempat-tempat hiburan, dilakukan oleh pemilik/pengelola tempat hiburan,” ujarnya.
Ramdhansyah Bakir, praktisi hukum, yang juga pengajar di Universitas Buya Hamka (UHAMKA) Jakarta, mengemukakan perlunya memasukan pengetahuan bahaya narkoba dalam kurikulum sekolah, sebagai upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba. “Pencegahan dilakukan untuk membuat anak mengetahui bahaya narkoba, hal ini dapat dilakukan dengan bekerjasama sejumlah lembaga, secara khusus sebagai bagian dari upaya memperkuat kota ramah anak.”
Menurut Sarjana Kriminologi FISIP UI ini, memandang perlu agar pencegahan juga dilakukan dengan memperluas larangan merokok di tempat tempat yang berhubungan dengan anak selain di sekolah, seperti RPTRA, dll. Dia mengingatkan, agar kita dapat melindungi anak-anak, dari peredaran narkoba yang disamarkan dalam bentuk makanan atau minuman untuk anak, termasuk anak-anak jalanan perlu juga mendapat perlindungan, agar tidak menjadi konsumen dan pengedar narkoba. Pria kandidat Doktor yang juga penggiat sosial kemasyarakatan, menambahkan, anak yang tersangkut kasus narkoba, sebagai korban narkoba, perlu adanya perlindungan hak anak untuk tidak diekspos media, mereka pelu mendapat perhatian serius dan fokus terhadap rehabilitasi anak-anak korban penyalahgunaan narkoba.
Sementara Helen Simarmata dari DPP GAMKI, menyampaikan bahwa edukasi dan penyuluhan narkoba harus gencar dilakukan, terutama kepada orang tua, agar mereka tanggap terhadap perubahan yang di tunjukkan oleh anak mereka. “Era adaptasi kebiasaan baru (New Normal) menjadi titik awal, membangun kesadaran orang tua dan seluruh anggota keluarga, untuk menciptakan suasana harmonis dan saling mendukung serta menjaga satu sama lain,” ujar Dosen FISIPOL UKI.
Helen menambahkan, bahwa rehabilitasi khusus anak pengguna narkoba harus melibatkan orangtua, karena mereka membutuhkan dukungan dan perhatian yang besar dari orang tua untuk menata kembali hidupnya. “Proses rehabilitasi bisa berhasil apabila ada keinginan dari pengguna untuk berubah, sehingga kemungkinan untuk kembali jadi pengguna sangat kecil,” terang Helen, sembari menambahkan, “Mantan pengguna sebaiknya dipindahkan ke lingkungan baru yang lebih sehat, dan sebisa mungkin orang tua dan keluarga tidak mengungkit lagi kesalahan yang pernah dilakukan,” pungkas perempuan mahasiswa S3 UGM ini. (HM)