Nasib Provinsi Tapanuli!
suaratapian.com-Jika tidak ada aral melintang, tahun ini Provinsi Tapanuli (Protap) akan menjadi provinsi yang berdiri sendiri dan lepas dari Sumatera Utara. Keinginan tersebut sudah delapan tahun ditunggu-tunggu masyarakat Tapanuli. Dari aspek sejarah, Tapanuli pada zaman kolonial Belanda merupakan sebuah keresidenan yang otonom. Daerah yang kaya sumber daya alam dan subur tanahnya ternyata sampai hari ini masih menyandang peta kemiskinan.
Entah kenapa, daerah ini selalu saja tertinggal dari kue pembangunan nasional. Bergulirnya otonomi daerah, pemekaran membawa angin segar pada keinginan membentuk Tapanuli menjadi sebuah provinsi. Ini beranjak dari ketimpangan kebijakan pembangunan Pemerintah Sumatera Utara yang kurang memperhatikan kesejahteraan penduduk Tapanuli.
Harian Sinar Indonesia Baru atau SIB (7/11/07) memberitakan, kedatangan DPD RI untuk meyakinkan masyarakat Tapanuli bahwa Tapanuli akan segera menjadi provinsi termuda di Indonesia. Melalui Ketua tim panitia Ad Hoc DPD RI Adnan NS mengatakan, “DPD RI sebagai representasi wakil rakyat yang dipilih secara langsung oleh seluruh rakyat Indonesia akan berjuang mati-matian mewujudkan terbentuknya Protap sebagai provinsi ke-34 di Indonesia.”
Mendukung
Sejak kesepakatan pembentuk protap untuk manjae (mandiri), maka untuk mewujudkannya dibentuk enam kantor pemrakarsa diantaranya; di Jakarta, Medan, Sibolga, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara dan Toba Samosir. Lalu dilanjutkan pertemuan pertama diikuti 50 orang pada bulan Mei 2001 di Jakarta. Sementara di Tarutung (8/8/02) diadakan pertemuan sosialisasi. Kemudian di Jakarta para tokoh-tokoh masyarakat Batak tepatnya pada, 26 Maret 2002 mengelar rapat untuk menyamakan presepsi dan kebulatan tekat.
Untuk mensosialisasikan hal itu pada masyarakat, juga telah digelar Kongres Masyarakat Tarutung 6 April 2002, dihadiri puluhan ribu warga dari kabupaten-kabupaten pendukung. Dan dilanjutkan pertemuan dengan DPRD Sumatera Utara 27 Maret 2002, dengan bupati, walikota, gubernur.
Selanjutnya, atas antusisme warga di Serbaguna Kota Tarutung pada Jumat (12/1) juga diadakan demo mendukung Protap. Masyarakat membanjiri Tanah Lapang. Dengan tegas masyarakat Tapanuli menunjukkan kebulatan tekad mereka. Menurut penduduk, hanya dengan pemekaran percepatan pembagunan Tapanuli bisa makmur dan sejahtera.
Atas hal ini, pemerintah provinsi Sumatera Utara, saat Rudolf Pardede menjadi gubernur menyetujui rencana pembentukan Protap tersebut. Disusul Bupati Nias Binahati B. Baeha membuat pernyataan setuju dengan masyarakat Batak Tapanuli sepenuhnya ikut mendukung Provinsi Tapanuli. Menurutnya, masalah pemekaran murni sebagai aspirasi masyarakat yang justru harus diakomodir dan diwujudkan melalui wadah di DPRD.
Sebab tujuan pemekaran itu pada dasarnya adalah percepatan pembangunan dan pendekatan rentang kendali. Diharapkan kalau Protap sudah terbentuk maka pelayanan publik akan sangat dekat pada rakyat. Sementara akses rakyat terhadap pelayanan publik (pejabat) mudah dan nyata. Lalu, kesempatan untuk membangun pemerintah provinsi dengan paradigma baru lewat gubernur sebagai pengambil kebijakan bisa langsung berunding pada pemerintah nasional.
Menolak
Diantara yang mendukung, kita tidak boleh menutup mata, pihak yang setuju maupun yang kontra terhadap pembentukan Protap. Bagi pihak yang pro mereka pasti akan beralasan untuk pemerataan pembangunan, meningkatkan kemakmuran masyarakat dan diharapkan bisa memotong jalur birokrasi yang berbelit-belit. Tetapi, bagi pihak yang kontra mereka beranggapan ini hanya ajang bagi-bagi jabatan.
Contohnya, di Medan, Selasa (8/05) terjadi demo yang melibatkan sejumlah unsur mahasiswa serta tokoh masyarakat Sibolga, Tapanuli, Pakpak, Dairi dan Nias yang menolak pembentukan Protap. Demo digelar di depan gedung DPRD TK I dan Gedung Gubernur Sumatera Utara. Para pendemo menuntut agar pihak dewan tidak menandatangani persetujuan pembentukan Protap tersebut.
Dasar dari penolakan mereka adalah, pembentukan Protap memakan dana banyak. Sehingga ada baiknya dana untuk pembentukan provinsi baru tersebut dialokasikan untuk kebutuhan masyarakat Sumatera Utara saja, demikian mereka berkilah.
Kemudian masyarakat Nias (17/2/07) unjuk rasa di Hotel Polonia Medan. Mereka yang menamakan Ormas Masyarakat Asal Nias yang berdomisili di Kota Medan. Intinya mereka menolak bergabung dengan Provinsi Tapanuli. Namun jika dianalisa pertemuan tersebut tidak murni aspirasi masyarakat Nias. Dan tidak punya otoritas melarang dan menghalang-halangi rencana pembentukan Protap yang saat ini sedang diperjuangkan. Menyangkut keikutsertaan masyarakat Nias yang berada di wilayah hukum Nias itu sendiri. Inilah yang disebut Martin Sirait, “Apa relevansinya meminta pendapat atau persetujuan dari mereka yang tidak mendukung Protap ini,” ujarnya.
Sekarang, sudah terlalu lama tarik ulur dan tarik menarik terhadap pembentukan Tapanuli sebagai provinsi. Soal pembentukan Protap itu kembali pada penduduk Tapanuli yang tinggal di bona pasogit. Kalau memang itu murni adalah keinginan mayoritas masyarakat, seharusnya harus didukung. Tidak menghalang-halangi sebenarnya sudah mendukung. Maka perlu kesabaran para panitia untuk tetap memperjuangkannya.
Ada filosofi ungkan Batak mengatakan, hatop adong diadu, lambat adong na pinaima (cepat ada yang dikerjar, lambat ada yang ditunggu). Artinya nasib Tapanuli tergantung seluruh elemen masyarakat, baik yang di bona pasogit atau di tanah perantauan untuk bersama-sama memperjuangkan pembentukan Protap.***
Ket: Tulisan Hojot Marluga bentuk Feature ini pernah diterbitkan 2009 di majalah TAPIAN