Rekson: Jangan Andalkan Manusia tetapi Andalkan Tuhan
suatatapian.com Sejatinya tugas dan peran para pemuda sangat penting dalam setiap kemajuan bangsa. Bukan hanya itu, di hampir semua organisasi motor penggeraknya adalah kaum muda, termasuk di gereja. Betapa penting peran pemuda sebagaimana tercatat dalam sejarah perjuangan bangsa, pemuda memberikan pengaruh besar dalam perubahan menuju kemajuan. Demikian peran pemuda gereja, juga memiliki peranan yang sangat besar dalam melakukan perubahan.
Beberapa waktu lalu berbincang dengan Rekson Sitorus SH di acara Jambore Nasional 2018 pemuda Gereja Pentakosta Indoneasia (GPI), bertempat di Pantai Putih Tandarabun, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir. Dalam perbicangan tersebut dia menyebut acara Jambore Nasional GPI 2018 memang dikhususkan untuk membangkitkan semangat pemuda GPI dari seluruh penjuru Tanah Air.
Dia bercerita, pengalamannya dulu sebagai pemuda di GPI, bahwa mengajari pemuda agar bersopan-santun sudah semacam etika di GPI. Para pemuda dilatih untuk saling mengasihi terhadap sesama. Bahkan, dia masih mengenang, bahwa orangtua-orangtua di GPI selalu menekankan pada anak-anaknya untuk selalu menghormati yang lebih tua darinya. Memberi rasa hormat kepada mereka yang patut dihormati.
“Saya selalu ingat pesan orangtua sewaktu muda. Nasihatinya itu selalu melekat dalam sanubari, bahkan itu ada di setiap jemaat GPI, agar selalu menghormati yang lebih tua,” ujar pendiri PT Godang Tua Jaya.
Ditanya, kalau demikian, apa yang harus dimiliki pemuda GPI untuk bisa survival di kehidupan ini. Baginya, tantangan setiap masa pada pemuda adalah menemukan jati dirinya. Setelah menemukan jati dirinya niscaya akan berusaha semaksimal mungkin. “Saya selalu mengingat kata-kata Soekarno yang menyebut gantungkan cita-citamu setinggi bintang di langit. Tentu itu perlu, tetapi berusaha dan kerja keras untuk mencapai hal tersebut itu yang lebih perlu,” jelasnya.
Rekson menambahkan, “Karenanya pesan saya, bagi pemuda GPI dalam berusaha jangan mengandalkan manusia tetapi andalkan Tuhan dalam berusaha. Dan itu adalah prinsip yang saya anut dalam hidup, dan patut dibagikan bagi anak-anak saya Pemuda GPI agar mereka militan dalam berusaha, militan dalam iman. Tidak gampang putus asa dan tidak mudah goyang imannya.”
Intinya, menurutnya, bagi pemuda semua yang benar semua yang baik itu lakukan di dalam Tuhan. “Jika Tuhan sudah berkarya dalam hidupmu, tidak perlu ada lagi kekawatiran di dalam hidup kita. Kita harus sadari bahwa tak terselami kuasaNya dalam hidup ini. Tentu, penekanan-penekanan seperti ini perlu dimiliki,” tambah pengusaha nasional ini memotivasi pemuda GPI.
Tentu, apa yang dikatakannya memang bukan teori semata, tetapi dia adalah sosok yang sudah melakukan dan membuktikannya. Bahwa daya juang yang tak kenal lelah adalah sikap yang mesti dimiliki dalam bertindak. Kisah hidupnya, tentu bisa inspirasi bagi pemuda GPI, sebagai pengusaha dia memulai dari bawah.
Awalnya, hanya pekerja di pengurukan tanah, tetapi lambat-laun dia terus belajar dan mengembangkan diri, kemudian belajar menjadi usahawan mandiri. Dia telah menunjukkan spirit untuk terus belajar dan berjuang, yang pada akhirnya dia berhasil membangun group usahanya.
Karenanya, sebagai orangtua, dia berpesan pada semua pemuda GPI agar senantiasa bersyukur dengan terus mengasah talenta yang Tuhan beri dalam mengembangkan diri. Jika terus berusaha dan berserah, kelak pasti berhasil. Tetapi kalau sudah berhasil jangan lupa berbagi, kasih karunia Tuhan yang diterima juga kelak bisa dinikmati orang lain, terutama untuk jemaatNya GPI, pesannya.
Boleh disebut, sosok Rekson Sitorus menjadi salah satu inspirasi bagi pemuda GPI. Paling tidak daya juangnya untuk mencapai posisinya yang sekarang penuh susah-payah. Sekilas saja, setelah lulus SMA tahun 1971 di Pematang Siantar, Rekson Sitorus langsung ke Jakarta. Melamar ke Akademi Ilmu Pelayaran, sekolah tinggi yang menjadi favorit bagi mereka yang bercita-cita ingin hidup senang dengan menjadi nakhoda. Saat itu, seorang kenalannya bermarga Simanjuntak, tingal di Tanjung Priok, membujuknya untuk melamar ke sekolah pelayan. Lulus tahun 1974, mencoba peruntungan di laut.
Namun berkerja di laut tidak membuat batinnya tenang. Akhirnya pekerjaan itu ditinggalkannya dan mulai belajar wirausaha. ”Setelah praktek di laut, saya tidak bisa menghayati pekerjaan itu. Batin saya berkata bahwa sosok saya bukan seorang pelaut. Berminggu-minggu terkatung-katung di laut, tak tahan. Saya tidak bisa menjiwai pekerjaan di laut,” katanya di satu wawancara terpisah.
Dalam suasana batin yang tak bisa menghayati sebagai pelaut, dia diajak seorang bermarga Sitorus yang mengajaknya berbisnis pengurukan tanah. ”Saya langsung berubah profesi. Setelah saya coba, saya perhatikan, saya merasa cocok. Saya langsung tertarik. Saya katakan pada diri saya, ah, ini dunia saya. Menjadi kontraktor penggalian tanah. Saya masih ingat waktu itu tahun 1980,” katanya mengenang.
Alih-alih dari sinilah katanya pergulatan hidupnya menemukan jalan, dan kini perusahaan PT Godang Tua Jaya yang dia dirikan berkembang terus, walau ada masanya mengalami dinamika. Tetapi, sebagai pengusaha sejati dia terus konsisten di jalurnya tanpa menyalahkan keadaan. Sebagai orang pengusaha yang menghidupi batin melayani, maka di tengah kesibukan mengelola usaha, dia tak pernah lupa memberi waktu untuk pekerjaan Tuhan melayani di GPI sidang Kota Wisata. Paling tidak reputasi hidupnya bisa menjadi semacam ketauladanan untuk ditiru pemuda GPI. (hotman)