Sekali Lagi, HKBP Belajarlah Pada Saudaramu NU

suaratapian.com JAKARTA-Sekali Lagi, HKBP Belajarlah Pada NU. Kita mendengar bersama Presiden Joko Widodo mengumumkan perombakan kabinet dengan diumumkan enam menteri yang baru. Yang membanggakan bagi saya, terus terang, pilihan menteri agama dari basis NU, tepatnya dari Ansor NU. Kita berharap di tangan menteri agama yang baru ada sesuatu yang baru soal keberagaman kita di negeri ini. Bicara soal tokoh NU, sejak dulu ormas agama ini tak pernah kekurangan pemimpin, bangsawan. Mereka terus melakukan persamaian calon pemimpin di sayap sayap organisasi. Ada tiga tentunya ormas agama terbesar di Indonesia ini, setelah NU, Muhammadyah, baru Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Dari jumlah anggota HKBP nomor tiga, tetapi dari jejak berdiri, HKBP lebih tua, 159 Tahun. HKBP ormas keagamaan tertua di Indonesia.

Hanya sayang, sebagai organisasi keumatan tertua HKBP kurang berperan, dan terkesan tak membuat organisasinya persemaian calon-calon pemimpin nasional. Jika pun mereka ada dari kalangan gereja, relatif tak pernah disiapkan dari HKBP sendiri. Mereka berjuang sendiri-sendiri. Tak heran kita belum pernah misalnya mendengar diberikan Negara kesempatan bagi pengurus atau sayap organ besar HKBP, jadi pimpinan nasional.

Atau, sebenarnya HKBP memang tak membuat itu. HKBP yang mau tidak mau basisnya adalah Batak, maka sudah sepantasnya HKBP punya lembaga kebudayaan Batak seperti Lesbumi di NU. Saya dengar lembaga itu ada di HKBP, tetapi maaf, saya tak pernah dengar suaranya, karyanya apa? Seruan kebudayaannya, atau yang mengusung manifesto kebudayaan Batak, tak pernah.

Mari belajar Lesbumi dari NU. Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia, sebuah lembaga kebudayaan yang berafiliasi dengan NU, saat organisasi ini pernahmenjadi partai politik tahun 1960-an. Kehadiran Lesbumi menyokong NU, yang bersentuhan langsung dengan seniman dan berbagai bidang kreatif budaya. NU terus dinamis bertumbuh secara organisasi keagamaan, tak gamang menyambut perubahan, dan selalu adaptif terhadap dinamika berbangsa dan bernegara. Berbeda dengan HKBP. Jika ada isu nasional suara HKBP tak pernah terdengar.

NU, mereka elok memainkan relasi agama dan politik dalam konteks menjadi garam dan terang, melalui pendefenisian ulang seni budaya Batak, bagaimana kebudayaan Batak. Tentu, NU juga punya Fatayat NU dan yang lain. HKBP punya apa, lembaga sayapnya apa? Menurut saya, bidang kebudayaan Batak harus serius digarap pimpinan HKBP yang baru. Budaya itu unsur yang netral dan perlu dimanfaatkan. Mari belajar masa lalu, sebagaimana dulu Batakmisson dulu tak serius menggarap kebudayaan Batak. Unsur budaya selalu dinilai tendensius, negatif, dianggap berhubungan dengan kepercayaan lama.

Misalnya, Batakmission ketika itu menolak unsur budaya seperti godang, godang dianggap mistis karena dianggap membangkitkan kepercayaan lama.Sekarang, kita mesti bukan saja selektif tetapi menerangi budaya, kebudayaan membawa peradaban yang modern. Jika kita selintas bertanya, apakah Batakmission berhasil menghilangkan “kekafiran” dari tanah Batak. Tidak juga. Sampai hari ini tetap saja budaya Batak kuat di tanah Batak. Maka disinilah peran HKBP untuk juga merangkul budaya Batak sebagai kekuatan.

Pun dulu, ketika 150 Tahun HKBP berjubileum yang mengangkat panitia nasional, Edwin Pamimpin Situmorang yang kebetuan kami dipercayakan beliau menulis biografinya, saya bersama pak Martin Aleida, sastrawan. Salah satu karya dari panitia itu adalah gedung Sopo Marpingkir di Cakung, Jakarta Timur. Sopo Marpingkir yang ide awalnya jadi tink tanknya HKBP, tempat berpikir.

Dan, yang juga disebut ingin belajar dengan NU dan Muhammadyah, NU berdiri di Jawa Timur tetapi berkantor di Jalan Kramat, Jakarta Pusat. Begitu juga Muhammadyah didirikan di Yogyakarta tetapi juga punya kantor pusat di Jalan Menteng, Jakarta Pusat. HKBP pun ingin demikian, berpusat di Pearaja Tarutung tetapi berkantor di Sopo Marpingkir. Tetapi, apa? Tak jelas akhirnya. Sudah berapa kali pengantian pucuk pimpinan di HKBP, Sopo Marpingkir tetap saja diterlantarkan, tak difungsikan maksimal. (Hojot Marluga)

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

3 × 1 =