Perbudakan Seksual Terhadap Anak di Toba, Amisnya Tetap Menyengat

suaratapian.com JAKARTA-Meningkatnya kasus kekerasan seksual dan perbudakan srksual terhadap anak di wilayah hukum Kabupaten Toba sudah sangat membutuhkan kehadiran dan intervensi pemerintah untuk membuat sistim pendataan serta mekanisme Perlindungan Anak sehingga mempermudah masyarakat memberikan akses melindungi anak. Sepanjang tahun 2020, fakta dan data yang terkonfirmasi bahwa Kasus-kasus kejahatan seksual di Kabupaten Toba sudah tidak lagi berada pada situasi “darurat” namun fakta menunjukkan sudah masuk dalam situasi Abnormal, menjijikan dan sudah tidak bisa lagi diterima oleh akal sehat manusia. Kejahatan memalukan ini sudah tidak bisa lagi tersembunyikan (Tihas na so Tarpabuni-red).

Ada banyak kasus kejahatan dan perbudakan seksual terhadap anak di TOBA justru dilakakukan oleh orang terdekat anak. Sementara kita tahu bahwa Kawasan TOBA adalah masuk kategori daerah yang menjunjung tinggi nilai-nilai adat ke Batakan, religius, serta mengepankan “dalihan natolu” saling menghormati dan taat pada adat dan budaya. Oleh karena itu, betapa diharapkan intervensi dan kehadiran gereja, alim ulama, tokoh masyarakat dan adat.

Namun apa yang terjadi, ada peristiwa memalukan di Kecamatan Silaen misalnya, seorang anak perempuan usia 12 tahun, 2 tahun yang lalu mengalami perbudakan seksual dari ayah dan paman kandungnya hinga melahirkan anak.

Dua orang anak masing-masing usia 7 dan 9 tahun menjadi korban korban kejahatan seksual berulang yang dilajukan ayah kandungnya di desa Sionggang, Kecamatan Lumbanjulu, dan bahkan kedua anak korban dan ibunya terpaksa diusir dari desanya karena membawa aib desa, seorang Kepala Desa Sitoluama, di Kecamatan Laguboti, melakukan persetubuan secara paksa terhadap anak warga pendatang dan telah dihukum 12 tahun penjara, seorang lagi berprofesi sebagai wartawan di desa Narumonda melakukan kejahatan seksual berulang terhadap ponakannya sendiri (paraman-red) secara berulang.

Kasus lain. Seorang ayah kandung di Desa Sianipar Balige memperbudak secara seksual dua putri kandungya sendiri, kemudian seorang Kakek usia 72 tahun di di desa Sosorladang, Kecamatan Porsea melakukan kejahatan srksual terhadap 7 anak usia 5-7 tahun.

Peristiwa yang sama juga terjadi, seorang guru di salah satu SMK di Balige demikian juga di Narumonda dan di Sigumpar melakukan kejahatan seksual terhadap muridnya.

Seorang guru TK di Balige juga kedapatan melakukan kejahatan seksual yang disinyalir dilakukan terhadap 5 orang muridnya. Dan ada banyak lagi kasus-kasus kejahatan serupa yang terjadi di TOBA, dimana perkaranya yang saat ini masih dalam proses penyelidikan Polres Toba dan dalam proses penuntutan Jaksa di Pengadilan.

Atas peristiwa ini, dan demi masa depan dan kepetingan terbaik anak di Kabupaten Toba, Komnas Perlindungan Anak sebagai mitra kerja strategis pemerintah dalam memberikan pembelaan perlindungan anak menuntut pemerintah untuk hadir menyelamatkan anak di Toba, demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Komnas Perlindungan Anak dalam catatan kritisnya menyikapi meningkatnya kasus kejahatan seksual yang terjadi di Toba yang belum mendapatkan perhatian dari pemerintah, gereja masyarakat, dan stakeholder perlindungan anak.

Lebih lanjut Arist dalam catatan kritisnya, untuk memutus mata rantai pelanggaran hak Anak di Toba, Bupati terpilih diminta untuk memberikan perioritas perlindungan Anak dengan mengalokasi anggaran pemberdayaan dan perlindungan anak yang berbasis desa yang cukup.

Anggaran dan program pemberdayaan itu dapat diintegrasikan dengan program pemberdayaan pedesaan. Di samping itu, untuk melibatkan partisipasi dan memberikan masyarakat guna memberikan perlindungan anak, Bupati dan jajarannya, diminta segera mencanangkan di tiap-tiap tempat, baik di desa, dusun dan kampung dan lintas dinas dibangun Gerakan Perlindungan Anak berbasis keluarga dan kampung.

Setiap anggota masyarakat di masing-masing di TOBA menjadi “Pelopor dan Pelapor” perlindungan Anak. Sehingga tiap-tiap warga kampung menjaga dan melindungi anaknya. Itulah yang disebut gerakan perlindungan anak sekampung, demikian disampaikan Arist dalam catatan kritisnya terhadap situasi anak di Toba.

Dalam penegakan hukum untuk kasus-kasus kejahatan seksual yang terjadi di TOBA tidaklah berlebihan jika KOMNAS Perlindungan Anak memberikan apresisi dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Polres Toba, Jaksa serta Pengadilan Negeri Balige. (HM)

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

four + nineteen =