Webinar Bersama Sahabat Bertopik Kongkow Politik Hukum
Suaratapian.com JAKARTA-Adalah satu tradisi baik bincang-bincang, yang disukai orang dewasa pada umumnya disebut kongkow-kongkow. Kongkow yang intinya berdiskusi memikirkan satu tema menarik dan dibahas santai tetapi bernas. Atas dasar itulah, kemarin, (23/7/20). Aldentua Siringoringo, S.H., M.H. bersama puluhan sahabat menggelar wibinar dengan topik Kongkow Politik Hukum. Tampil sebagai pembicara tunggal praktisi hukum dan penyuka politik ini. Sementara Sabam Sopian Silaban, penulis Siswa di Atas Garis tersebut tampil sebagai moderator.
Sebelumnya, mantan ketua DPP Partai PDS ini sudah menuliskan gagasannya di Kompassiana dengan judul “Presiden Marah, Haruskah Reshuffle?” Berawal Presiden marah pada tanggal 18 Juni 2020, diunggah di YouTube pada tanggal 28 Juni 2020. Kemudian Presiden marah lagi dalam Rapat Terbatas 7 Juli 2020. Maka menurut ayah tiga anak ini, itu marah seri-2. Dia mempertanyakan pengunggahan acara tersebut. Apakah marah dua kali ini harus diakhiri dengan reshuffle? Dan, layakkah acara pengarahan yang marah tersebut diunggah dan disebarluaskan ke masyarakat?
Lalu, apa maksudnya? Apakah pengalihan isu dari RUU HIP dan tuduhan kebangkitan PKI? Lalu, kemarahan seri-2 tanggal 7 Juli 2020 tersebut lebih tegas lagi tentang penyerapan anggaran. Apakah marah seri-1 belum juga cukup untuk memacu para menteri untuk bekerja cepat seperti yang diharapkan presiden? Lalu, kenapa Mensesneg Pratikno mengatakan, tidak relevan lagi membicarakan reshuffle? Apakah para menteri sudah dengan sigap melakukan tugasnya dengan baik, sesuai harapan Presiden?
Ditambahkan, penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan mempertanyakan juga, apakah kalung anti virus corona dari Kementerian Pertanian, penangkapan Pauline oleh Kemenkumham, turunnya Menkes Terawan ke Jawa Timur cukup sebagai jawaban ke Presiden, sehingga Mensesneg Pratikno mengatakan, reshuffle tidak relevan lagi? Artinya, politik pemerintahan ini memang sangat menarik. Isu reshuffle telah menjadi magnit luar biasa kuatnya menyedot isu politik lain dalam bidang kenegaraan dan pemerintahan.
Kenapa? Posisi para menteri, baik melalui jalur parpol pendukung koalisi Jokowi ataupun jalur profesional, semua itu ditentukan oleh presiden. Aldentua menambahkan, pengangkatan dan pemberhentian menteri adalah hak prerogatif Presiden. Itu mutlak. Para menteri yang diancam akan diganti tentu saja tersentak dan tak ingin diganti, jika masih memungkinkan untuk memperbaikinya. “Kecuali kalau sang menteri tidak mau lagi memperpanjang karirnya sebagai menteri. Mana tahu jabatan itu telah menjadi tekanan bagi dirinya dan keluarganya,” ujarnya menjelaskan.
Alih-alih mengapa isu reshuffle menjadi magnit kuat yang bisa menyedot isu politik paling hangat dan canggih pun? Reshuffle itu isu yang seksi, bagaikan wanita cantik, seksi dan rupawan bagi para pemuda yang sedang menanti calon isteri yang mau dipinang atau meminang. Entahlah mana duluan. Menteri menjadi jabatan dan karier pijakan untuk bisa menjadi presiden, wakil presiden atau jabatan di lembaga tinggi negara. Tentu, yang jelas Reshuffle, sangat menakutkan bagi menteri yang mau diganti, namun sangat menjanjikan bagi para bakal calon menteri yang menganggap layak menjadi menteri, terang praktisi hukum ini. (HM)