Haposan Hutagalung, S.H: “Peran Gereja Menguatkan Sangat Diharapkan untuk Jemaat”

Di masa-masa sulit seperti sekarang ini tak boleh berputus asa. Apalagi menghadapi kondisi sekarang ini, wabah virus corona, perlu tegar dan berpengharapan. Bertahan atau survival untuk tetap tegar menjalani masa-masa sulit memang tak mudah. Namun bagi Haposan Hutagalung, bahwa, semua peristiwa di muka bumi ini boleh terjadi karena Tuhan izinkan, bukan hanya Covid-19, tetapi juga yang akan terjadi ke depan. “Tuhan Allah tahu itu, bencana yang selama ini membuat manusia takut, menderita, korban adalah yang jelas terlihat  tsunami, bencana alam (banjir longsor, kebakaran hutan) perang antar suku/ etnis, wabah penyakit (yang mudah ditemukan obat,” ujar pengacara senior yang berjemaat di GKPI Menteng, Jakarta Pusat ini.

Bagi lelaki kelahiran Tarutung ini, menjadi pengacara memang sudah menjadi pilihan hidupnya. Ini terbukti begitu dirinya menamatkan kuliah di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan tahun 1986, dengan keberanian yang terbilang nekat, dia pun membuka kantor pengacara sendiri. Awal meniti karier sebagai pengacara, bergabung di kantor Situmeang Hasyim and Associates dengan posisi senior partner, tahun 1996. Di kantor ini dia bertahan selama satu tahun dan tahun 1997,  dia memilih pindah ke Kantor Hukum Gunawan and Associates tetap sebagai senior partner, namun hanya bertahan satu tahun.

Dari sana kemudian mendirikan kantor hukum sendiri bersama rekannya, Syaman Ritonga. Kantor hukum ini bernama Hasopan Hutagalung-Syaman Ritonga dan Rekan. Namun ternyata hanya bertahan dua tahun dan tahun 2000, Haposan kembali bersama rekannya yang lain membentuk Edison Betaubun-Haposan Hutagalung dan Rekan. Tak sampai satu tahun, dia akhirnya memutuskan untuk membentuk kantor hukum sendiri bernama Haposan Hutagalung dan Rekan.

Dulu di masa mudahnya tak terlalu serius dan arif menghadapi setiap keadaan. Berjalannya waktu, maka banyak mencecap asam garam kehidupan, Haposan makin arif menghadapi berbagai keadaan. “Keadaan sekarang ini tentu atas perkenanan Tuhan. Tuhan melihat, semua itu hanya membuat rasa takut manusia hanya sebentar karena orang-orang kaya, penguasa dan pengusaha tidak bisa mengandalkan uang, materi, senjata, kuasanya untuk mengcover semua ini,” jelasnya.

 Tentu, apa yang terjadi ini adalah, manusia kembali lagi dengan sifat aslinya. Serakah, egois, saling merusak, saling fitnah, saling membunuh, saling menghancurkan. Namun kali ini Tuhan izinkan Covid-19 yang sangat halus, tidak kelihatan, harus dengan microscope. Dampak dari virus pun mayat pun berjatuhan. “Dia mau kita sungguh-sungguh merendahkan diri dihadapanNya serta mulut kita mengaku bahwa hanya kuasaNya, bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juru Selamat Dunia,” ujar  ayah tiga anak dari Daniel, Mela, dan Tessa, ini.

Baginya, jadi bukan harta, kuasa, senjata dan materi berlimpah sebagai penguasa dunia, tetapi hanya  Tuhan Allah yang patut kita puji, sembah sepanjang hidup kita, ujarnya. Maka dalam situasi sekarang ini, bagi Haposan, sebagai ruang untuk berpaut dan mengandalkan Tuhan. “Tetaplah berhikmat, ikuti anjuran pemerintah terkait Covid-19, sungguh-sungguh memuji Tuhan, kalau manusia sungguh-sungguh taat, memuji Tuhan Allah, berarti tidak lagi sombong, angkuh, dendam, saling fitnah, saling merusak dan saling menghancurkan.”

Tetapi yang diminta untuk saling mengampuni dan saling memaafkan. Tidak egois, tidak serakah, tidak merusak hutan atau bumi. Namun toleran, empati dan berbagi. Ini yang Tuhan inginkan. Oleh karena sejak awal pun Tuhan Allah menciptakan bumi, langit dan segala isinya tujuanNya adalah baik dan sempurna. Namun oleh manusia merusaknya. “Kita merusak dan menghancurkan semuanya. Kita rusak hancurkan bumi, laut dan segala isinya dan kita hancurkan juga manusia-manusia lainnya.”

Namun nyatanya, tak semua orang bisa dengan sabar dan gigih melewati kesulitan, apalagi suasana teror wabah Covid 19 ini. Tentu, orang-orang yang punya pengalaman melewati banyak penderitaan bisa menjadi penyemangat bagi yang lain. Bagaimana memotivasi keluarga, lingkungan abang, bahwa kesulitan yang ada tak boleh membuat diri berputus asa. Apa yang harus dilakukan?

Tentunya, dampak dari Covid-19 bagaimana pun menyerang seluruh dunia. Semua bangsa terpapar olehnya. Tentu bukan hanya warga Indonesia yang panik, takut, khawatir, tetapi warga dunia. Negara-negara kaya, raksasa dan kaya raya lebih takut, panik secara manusiawi, semua orang pasti takut dan panik, karena apa? Oleh karena yang paling ditakutkan manusia ini (orang kaya atau miskin) adalah mati, manusia sangat takut mati, meski pasti mati pada waktunya. Soal ekonomi, bukan hanya Indonesia yang anjlok, tetapi ekonomi dunia hancur, negara maju pun tidak berfikir untuk maju dalam membangun apa pun.

Di saat Covid ini, bisa selamat nyawanya dari Covic-19 sudah sangat disyukuri. Makanya, mereka mengeluarkan biaya luar biasa besarnya untuk menemukan anti virusnya, obatnya. Itu tidak salah. Tentulah manusia mesti berusaha menemukan obatnya karena manusia Tuhan beri akal dan kemampuan finance, skill, teknologi dan lain-lain. Tetapi utamakan bersujud kepada Tuhan Tuhan Allah. Proses upaya boleh tetap berlangsung tetapi ibadah tetap utamakan. “Jangan pernah jauh dari ibadah, jangan tinggalkan Tuhan hanya karenan mengejar materi, kuasa, teknologi dan popularitas,” katanya lagi.

Haposan Hutagalung, S.H

Peran gereja

Dari perspektif hukum, apakah rentetan atau ritme yang dilakukan pemerintah, menerapkan PSBB itu sudah benar. Ataukah ada aturan yang dilanggar. Karena sampai sekarang juga hasil PSBB itu tak terasa, yang ada ekonomi di bawah makin terpuruk. Bagi Haposan, disaat-saat seperti ini negara sudah mesti hadir, baik dalam bentuk arahan, anjuran dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk proteksi pengobatan, jikalau sudah terkena yang wajib ditaati warganya dan dalam bentuk supporting kebutuhan fisik.

Sementara yang kurang mampu secara ekonomi  dan konseling untuk penguatan phisikis, kejiwaan, trauma berat, stress hingga depresi karena ancaman Covid-19, dan semua tindakan pemerintah itu adalah bukti tanggung-jawab melindungi warganya. Meski ada yang mengatakan, hasilnya kurang terasa atau kurang tepat sasaran. Itulah yang bisa dilakukan pemerintah disaat emergency seperti sekarang ini. Bicara apa sudah tepat berdasar hukum atau melanggar hukum atau melanggar HAM.

Tentu, bagi Haposan disaat-saat seperti ini Negara akan maksimal kehadirannya dirasakan. Tentu niat baik untuk menyelamatkan warganya, persoalannya ada dugaan pelanggaran hukum, tidak menjadi masalah. Menurutnya, yang perlu diingat, syaratnya sepanjang dikerjakan dan dilakukan dengan niat baik sungguh-sungguh karena emergency, “force majeure” bisa dihalalkan dan kalau ada yang membawa kerusakan pelanggaran-pelanggaran hukum dalam alikasinya, maka pemerintah segera memperbaiki. Koreksi dan menerapkan peraturan, tindakan yang lebih baik dan benar.

Gereja berperan di setiap lini. Umat tentu harus berlajar dari kesalahan dari Lee Man-hee, pemimpin Gereja Yesus Shincheonji, Korea Selatan, oleh karena tak menganjurkan jemaat untuk beribadah di rumah. Yang terjadi sejumlah orang tertular. Dia akhirnya mesti membungkuk dan berlutut di depan konferensi.

Alih-alih jeritan publik yang begitu keras perlu dijawab gereja dengan perannya. Sejak gereja menutup ibadah minggunya akibat wabah Covid-19, seluruh umat dihimbau, himbauan disampaikan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dalam merespon masa krisis virus corona. Artinya gereja mesti turut melakukan langkah dan memberi perannya.

Disinilah peran gereja. Baginya peran gereja pun sangat diharapkan jemaat saat seperti sekarang, termasuk khotbah-khotbah yang menguatkan jemaat. “Khotbah yang menguatkan itu sangat membantu. Sekarang ini semua pasti panic, khawatir dan takut mati. Yang saya mau katakan adalah orang meninggal bukan karena Covid-19, tetapi stress karena memikirkan kondisi ini.”  Artinya panic, trauma dan takut luarbiasa. Jadi jangan berlebihan. Tetaplah ditaati anjuran pemerintah. Makan yang sehat, cukup istirahat yang cukup, berfikir positif  dan tidak panic berlebihan. Stay safe at home dan yang utama, lebih sungguh-sungguh dalam ibadah dan kita hanya menyembah satu nama, yakni Tuhan Allah kita melalui PutraNya Tuhan Yesus,  supaya kita dilindungi dan dijagaNya setiap saat beserta anak istri, keluarga kita semua,” jelas lagi.

Keteladanan pemimpin

Bagi Haposan, kondisi ini membawa kita semakin tahu untuk bersyukur dan berbagi, ada jaminan Tuhan buat kita semua dalam firmanNya. Tetapi kamu harus beribadah kepada Tuhan, Allahmu, maka Dia akan memberkati roti makananmu dan air minumanmu dan Aku akan menjauhkan penyakit dari tengah-tengahmu (Kel 23: 25).

Pemimpin tak mungkin bisa diteladani jika tak mampu jadi teladan, hubungannya dengan kondisi sekarang. Ditanya Haposan, apa yang mesti dibuat pemimpin agar peka akan penderitaan kaum termarginal apalagi ditambah terdampak situasi ini? Kenyataan di lapangan pembagian sembako banyak yang dibonsai hak dari orang lain, misalnya menyunat bantuan, bagian orang lain.

Baginya, disinilah peranan pemerintah, pemimpin. Pemerintah mesti ambil hikmah dari Covid-19 ini dan evaluasi pemerataan pembangunan, distribusi kekuasaan, kewenangan, tanggung jawab kewajiban mengurus  mensejahterakan warga masyarakat antara pusat dan daerah. Oleh karena ternyata 50 % manusia di Jakarta ini adalah penduduk luar DKI yaitu Bekasi, Tangerang, Bogor dan ditambah dengan pekerja, perantau dari Jawa, yang harus diberi makan dan minum, tentu itu semua menguras uang negara. Tentu DKI sebagai penanggung beban saat ada peristiwa Covid-19 ini oleh karena betumpuk seluruhnya di Jakarta. Tentu problem yang ada sekarang adalah tanggung jawab bersama, namun bagaimana pemimpin hadir mengawal dan menyelesaikan pergumulan bangsa, dan masyarakat membantu dengan taat azas, aturan yang dibuat pemerintah. (HM)

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

ten − ten =