Green Democracy: Menyatukan Suara Rakyat dan Suara Alam
Oleh: Dr. Jupiter Sitorus Pane
Di tengah meningkatnya ancaman krisis iklim dan degradasi lingkungan global, dunia mulai mencari sistem politik yang tidak hanya menegakkan keadilan sosial, tetapi juga keadilan ekologis. Dari gagasan inilah lahir konsep “Green Democracy” atau Demokrasi Hijau sebuah paradigma yang memadukan prinsip-prinsip demokrasi dengan nilai-nilai keberlanjutan lingkungan. Secara sederhana, Green Democracy menegaskan bahwa partisipasi rakyat tidak berhenti di bilik suara. Rakyat juga berhak dan berkewajiban terlibat aktif dalam menjaga bumi, menata sumber daya alam, dan memastikan kebijakan pembangunan tidak merusak keseimbangan ekosistem.
Di kancah global, sejumlah negara telah menunjukkan keberhasilan nyata dalam menerapkan nilai-nilai demokrasi hijau. “Swedia, Norwegia, dan Jerman” misalnya, berhasil menggabungkan kebijakan energi bersih dengan sistem politik yang terbuka terhadap partisipasi publik. Keberhasilan Partai Hijau (Green Party) di Jerman bahkan menjadi motor utama transisi energi bersih nasional melalui program Energiewende.
Sementara “Kosta Rika” dikenal sebagai negara demokratis yang menjadikan konservasi
hutan dan energi terbarukan sebagai dasar pertumbuhan ekonominya. Di “Asia, konsep serupa berkembang melalui gerakan” eco-citizenship di “India” dan “Korea Selatan”, di mana warga didorong menjadi agen perubahan dalam menjaga
lingkungan melalui kebijakan lokal yang partisipatif.
Bagi Indonesia, Green Democracy bukan sekadar gagasan global, melainkan sebuah kebutuhan nasional. Negara dengan kekayaan biodiversitas luar biasa ini memerlukan model pembangunan yang menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian alam.
Konsep Green Democracy mulai diperkenalkan secara resmi di Indonesia melalui peluncuran Buku Green Democracy karya Bapak Sultan Baktiar Najamudin, Ketua DPD RI saat ini. Gagasan tersebut kemudian diwujudkan dalam kegiatan “DPD-RI Green
Democracy Funwalk 2025″ yang berlangsung di Plaza Timur Gelora Bung Karno, Senayan, pada tanggal 9 November 2025. Kegiatan ini menjadi simbol komitmen DPD RI untuk mendorong penerapan nilai-nilai demokrasi hijau dalam kebijakan nasional dan kehidupan masyarakat.
Dalam peluncuran konsep tersebut, Sultan Baktiar Najamudin menegaskan, “Green Democracy bukan sekadar tentang lingkungan, tapi tentang jiwa bangsa yang hidup selaras dengan alam dan nilai. Ketika politik kehilangan nilai, yang lahir
adalah kerakusan. Ketika pembangunan kehilangan keseimbangan, yang tumbuh bukan kemajuan, tapi kerusakan.”
Penerapan Green Democracy sejalan dengan semangat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya dalam menghadapi perubahan iklim dan memperkuat kelembagaan yang inklusif. Dengan sinergi antara pemerintah, dunia usaha, dan
masyarakat, Indonesia memiliki peluang besar menjadi pelopor demokrasi hijau di Asia―sebuah sistem yang menyatukan suara rakyat dan suara alam demi masa depan yang hijau, adil, dan beradab.
Penulis adalah purnabakti peneliti BRIN di bidang keselamatan radiasi nuklir, Sekretaris Dewan Pakar Komunitas Masyarakat Danau Toba (KMDT) dan Ketua DPD PIKI Banten.
