Aksi Solidaritas Warga Dairi: Mengawal Pelaksanaan Putusan MA
Suaratapian.com-Warga Dairi melakukan aksi di depan Kementerian Lingkungan Hidup/Balai Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) untuk mendesak pelaksanaan putusan Mahkamah Agung Nomor 277 K/TUN/LH/2024 yang membatalkan persetujuan lingkungan hidup PT. Dairi Prima Mineral. Putusan yang dikeluarkan pada 12 Agustus 2024 ini belum dilaksanakan oleh KLH/BPLH hingga Mei 2025. Warga Dairi merasa kecewa karena KLH/BPLH tidak patuh pada putusan MA dan membiarkan PT. DPM melakukan aktivitas tanpa persetujuan lingkungan yang sah. Mereka menuntut KLH/BPLH untuk segera melaksanakan putusan MA dan mencabut kelayakan lingkungan PT. DPM.
Aksi yang digelar oleh warga Dairi ini juga mengangkat tema budaya Pakpak dan Toba dengan tema “Mangandung” yang berarti ratapan warga mendesak KLH/BPLH segera mengeksekusi putusan. Warga Dairi berharap KLH/BPLH dapat segera melaksanakan putusan MA dan memberikan kepastian hukum bagi warga Dairi.
Warga Dairi dan solidaritas masyarakat sipil melakukan aksi di depan Kementerian Lingkungan Hidup/Balai Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) untuk mendesak pelaksanaan putusan Mahkamah Agung Nomor 277 K/TUN/LH/2024 yang membatalkan persetujuan lingkungan hidup PT. Dairi Prima Mineral. Aksi tersebut diiringi dengan alat musik tradisional dan properti aksi seperti gurita yang melambangkan perusahaan PT. DPM yang akan merusak lahan warga.
Dalam audiensi dengan KLH/BPLH, warga meminta kepastian kapan kelayakan lingkungan PT. DPM dicabut. KLH/BPLH menyatakan akan mengeluarkan surat keputusan pencabutan kelayakan lingkungan PT. DPM paling lambat sampai tanggal 29 Mei 2025.
Selain itu, warga juga melakukan aksi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta untuk meminta PTUN mengawasi pelaksanaan putusan Mahkamah Agung. Warga berharap PTUN dapat memastikan eksekusi putusan berjalan dengan baik.
Warga juga akan menyampaikan petisi kepada Kedutaan Besar Tiongkok di Jakarta pada tanggal 23 Mei 2025 untuk meminta pemerintah Tiongkok menarik pendanaan untuk tambang DPM. Petisi tersebut telah ditandatangani oleh lebih dari 2.000 warga dari 15 desa yang berpotensi terkena dampak. (Hojot Marluga)