Bincang-bincang Budaya Batak di Kelakar Coffee Bersama Hardoni Sitohang
Suaratapian.com-Seruan ziarah budaya munculkan di acara perdana BAH. Konsepnya mendengar musik sambil bincang-bincang, sambil meresapi indahnya budaya. Bincang-bincang musik tradisi kali ini membahas Tulila bersama Hardoni Sitohang, pada Kamis, 29 Februari 2024. Bertempat di Kelakar Coffee dan Comedy Club, Jalan Tebet Dalam IV D No. 98, Tebet Barat, Kecamatan Tebet Kota Jakarta Selatan. Acara bincang-bicang sembari mendengar suara tulila yang ditiup Hardoni begitu merdu, dipadu dengan musik modern, keybord dan gitar. Hadiri 30-an orang. Hadir juga Pembina Komunitas BAH, Irjen. Pol. (Purn.) Drs. Erwin TPL. Tobing memberi sambutan sembari memotivasi tim agar terus berupaya dengan kerjasama dan kerja keras untuk kelak mendapat sambutan dari masyarakat Batak. “Saat pertama masuk ke Kelakar Coffee ini saya melihat militansi dari adek-adek untuk menjaga budaya Batak. Saya pun sejak saya pension memberi perhatian untuk budaya Batak, habatahon,” ujar mantan anggota DPR RI ini juga menambahkan.
Erwin yang juga dua kali Kapolda ini mengatakan, agar pelestarian budaya Batak terus dilakukan. “Tempo lalu ketika Kongres Bahasa di Jakarta saya ketuanya, saya melibatkan komunitas ini. Saya lihat cara mainya, karyanya. Salut. Pesan saya sabar, asal konsisten kelak akan didengar banyak orang. Barangkali sekarang belum terdengar dan belum banyak yang mendengar, tetapi kalau konsisten kelak akan menuai hasilnya,” ujar mantan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Kalimantan Barat (2009-2010).
Ditanya apa itu BAH. Kata BAH akronim dari kata Batak. Apresiasi. Horas. Lalu, mengapa kata itu dimunculkan? Oleh karena budaya bukan barang statis, tetapi ruang eksistensi dinamis jika diapresiasi. Kata “BAH” lahir dari seruan mendinamisasi budaya.
Jadi ide untuk diwujudnyatakan dalam bentuk talkshow dan pertunjukkan, mendengar musik sembari berbincang-bincang. Ada narasumber, ada ruang berpendapat, konsep yang jarang dan niscaya bisa jadi penggugah bagi kaum muda untuk cinta budaya. Program “BAH” diharap menyentuh kesadaran, juga bisa jadi tempat bersosialisasi, dan mendapat dukungan dari segenap element masyarakat. Tagaline; #ikutizamanmujangantinggalkanbudayamu. #budayabukansekedartontonannamuntuntunan.
Berawal dari Hardoni mendapat tawaran dari teman-teman pengelola Kelakar, tempat nongkrong para seniman, pemusik, stand up comedy, pengiat film, penulis dan wartawan, untuk memberi ruang mengekpresikan budaya. Maka kesepakatan itu pun digodok dan penentuan tanggal. Satu hal saat soal penentuan dimulai tanggal, Kamis 29 Februari bertepatan Tahun Kabisat. Ini bukan hanya Tahun Kabisat. Hari dan tanggal itu saja dimulai dan digelar acara perdana BAH. Agar ada pertanda sejarah, karena, tanggal 29 Februari 2024 jatuh di hari Kamis, lima kali hari Kamis di bulan tersebut, karena menurut penghitungan para ahli momen ini hanya akan terjadi sekali dalam 800 tahunan.
Pun jika membaca buku berjudul Ziarah tulisan sastrawan Iwan Simatupang tak tentu menemukan serangkai kata “ziarah budaya.” Tetapi ziarah batin. Karena takzim, Hardoni budaya itu penting, merasa ziarah budaya adalah bentuk keterbukaan dengan budaya, bukan sekedar seremoni dan mengikuti ritual adat istiadat, tetapi jiwa yang akomodatif pada perubahan.
Dan, ziarah budaya bukan mitos apalagi magis, tetapi lebih ke aksi nyata, menyajikan beragam penampilan budaya, seniman, orasi budaya, diskusi. Oleh karena itu BAH akan digelar sekali dalam sebulan. Di bulan depan akan berlanjut, Maret, Juni, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober hingga November.
“Kami akan mencoba konsisten menggelar perhelatan budaya ini setiap sekali sebulan,” ujarnya. Hardoni yang terus bergelut di musik tradisi Batak, terutama mengangkat tulila, memainkan, membuat alatnya dan mengajarkannya. “Budaya itu dituntun bukan dipaksa, itu sebabnya perlu ziarah budaya, berziarah lewat budaya. Memahami kemanusiaan lewat budaya untuk saling mendukung demi budaya Batak yang berkemajuan. (Hojot Marluga)