Digitalisasi Pertanahan: Pandangan Dr. Supardi Marbun tentang Sertifikat Elektronik dan Peningkatan Efisiensi
Suaratapian.com- Dr. Supardi Marbun, S.H., M.Hum mantan pejabat dan seorang akademisi dan ahli hukum yang memiliki latar belakang pendidikan yang kuat di bidang pertanahan. Memulai karirnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pada usia 26 tahun. Mengawali karirnya di usia muda dan telah mengabdi selama tiga decade lebih. Pada 1 Mei 2024 menyelesaikan tugasnya sebagai PNS setelah mengabdi dengan baik selama puluhan tahun. Tahun 1990 sebagai staf di Kanwil Sumatera Utara. Karier sebagai staf hingga kepala seksi. Salah satu pengalaman berkesan beliau dalam menyelesaikan masalah pertanahan PTPN 2 yang melibatkan konsesi tanah, tentang konsep yang dibangunnya sebagai Kakanwil di Sulawesi Barat, yaitu membuat sertifikat tanah dapat dinikmati oleh semua orang.
Puncak kariernya Sekretaris Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN. Artinya, dia memiliki peran penting dalam mengawasi dan mengimplementasikan kebijakan pertanahan dan pendaftaran tanah di Indonesia. Mantan Direktur Sengketa Konflik Wilayah 1, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) ini berpesan saat ingin membeli tanah, penting untuk memperhatikan beberapa hal penting untuk menghindari risiko dan kerugian. Menurutnya, beberapa hal yang perlu diperhatikan Adalah Keaslian surat tanah. “Pastikan surat tanah yang dimiliki penjual adalah asli dan tidak palsu. Periksa apakah ada sengketa atau konflik terkait tanah yang akan dibeli. Pastikan luas tanah yang akan dibeli sesuai dengan luas yang tertera di surat tanah. Periksa status hak kepemilikan tanah dan pastikan tidak ada masalah dengan pihak lain. Pastikan proses transaksi jual beli tanah dilakukan dengan benar dan sesuai dengan prosedur yang berlaku,” ujarnya.
Kini Dr. Supardi Marbun, S.H., M.Hum sudah Purna Bakti Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional membagikan pengalamannya selama menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Beliau menceritakan perjalanan karirnya dari mulai menjadi Staf hingga mencapai masa Purna tugas di Kementerian ATR/BPN. Dia juga membagikan pengalaman yang berkesan dan sedih selama menjadi PNS. Pengalaman-pengalaman tersebut memberikan gambaran tentang kehidupan dan tantangan yang dihadapi selama menjadi PNS di Kementerian ATR/BPN. Pengalamannya dalam membangun konsep sertifikasi tanah di Sulawesi Barat, khususnya di daerah Pasangkayu.
Dia menceritakan tentang upaya meningkatkan hak atas tanah untuk petani-petani sawit dan nelayan, serta membuat sertifikat tanah dapat dinikmati oleh semua orang. Dia juga membahas tentang konsep “tanah tidur” dan bagaimana pemegang hak atas tanah perlu diberdayakan untuk memanfaatkan tanah tersebut. Dr Supardi juga menyinggung tentang permasalahan tanah negara dan penguasaan tanah di daerah-daerah tertentu. Dr Supardi membahas tentang peraturan Menteri Dalam Negeri dan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Beliau juga menyinggung tentang karakter pertanahan di Indonesia yang berbeda-beda dan bagaimana teman-teman BPN di seluruh Indonesia harus menyikapi hal tersebut. Dia juga membahas tentang pengalaman sebagai kepala bidang pengendalian dan pemberdayaan masyarakat di Sulawesi Barat dan Mamuju.
Permasalahan tanah terlantar dan bagaimana regulasi tentang tanah terlantar diatur dalam PP Nomor 4 Tahun 2011 dan PP Nomor 20 Tahun 2021. Dia juga menceritakan pengalaman beliau dalam menangani kasus tanah terlantar dan bagaimana pengadilan dapat membatalkan SK tanah terlantar karena salah prosedur. Dia juga menyinggung tentang pentingnya melakukan upaya hukum yang tepat dalam menangani kasus tanah terlantar dan bagaimana hakim agung memberikan pandangan tentang permasalahan tanah terlantar. Dia juga membahas tentang bagaimana BPN dapat meningkatkan kinerjanya dalam menangani kasus tanah terlantar.
Disinilah pentingnya, menurutnya pengembangan regulasi yang tepat dalam menangani kasus tanah terlantar dan permasalahan pertanahan lainnya, sembari menekankan bahwa regulasi yang baik harus dibuat dengan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman. Pak Marbun juga menyinggung tentang pentingnya kajian akademik dalam pembuatan kebijakan dan regulasi, serta peran Pusat Pengembangan dan Standarisasi Kebijakan Agraria, Tata Ruang, dan Pertanahan (Pusbang) dalam menyiapkan dan mengembangkan kebijakan yang tepat. Beliau juga menekankan bahwa regulasi yang universal dan baik dapat mengatur hal-hal yang belum ada dan menjadi acuan dalam pengambilan keputusan.
Pentingnya sertifikat elektronik dalam mengamankan hak-hak atas tanah dan meningkatkan efisiensi dalam pelayanan pertanahan. Beliau juga menekankan bahwa digitalisasi dalam pertanahan dapat membantu mengurangi praktik-praktik korupsi dan meningkatkan transparansi. Pak Marbun juga membahas tentang pengalaman beliau dalam menangani kasus-kasus pertanahan dan pentingnya berbagi ilmu dan pengalaman kepada orang lain untuk meningkatkan kinerja dan pelayanan publik. Selain itu, beliau juga menyinggung tentang pentingnya pembuatan buku bunga rampai yang berisi pengalaman dan pengetahuan dari para senior di Kementerian ATR/BPN. (Hojot Marluga)