DPP PIKI Tetap Optimis Mencari Upaya Penanganan Covid-19 di Indonesia
Suaratapian.com-Nusantara-Di tengah keadaan teror virus corona atau Covid-19 yang sampai sekarang belum ada tanda-tandanya berhenti wabah ini, yang dampaknya telah meluluhlantahkan banyak tatanan termasuk beragam sektor, selain sektor kesehatan juga ekonomi bangsa. Betapa tidak sampai sekarang belum ada vaksin untuk melawannya. Mirisnya banyak berita hoax berseleweran di media sosial hingga membuat kebingungan dan ketakutan masyarakat. Di tengah upaya pemerintah melawan Covid-19 dengan menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tetap saja belum tahu ujungnya. Masyarakat masih menghadapi kenyataan bahwa cara terbaik menghindarinya dengan hidup bersih dengan sering-sering cuci tangan, menjaga jarak, pakai masker jika keluar rumah. Dan beaktivitas di rumah masih cara terbaik untuk menghindari wabah ini. Tentu sebagai warga yang baik masyarakat juga harus memberi perannya. Apa upaya penanganan Covid-19 di Indonesia yang efektif?
Atas pertanyaan itu Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (DPP-PIKI) menggelar Webinar Nasional bertopik Upaya Penanganan Covid-19 di Indonesia, pada Kamis, 14 Mei 2020. Menghadirkan tiga pembicara; diantaranya Dr Theresia Monica Rahardjo, Dr. (C) Sahat HMT Sinaga, SH., M.Kn, dan Prof. Dr. Edy Soewono. Acara dimulai dengan Doa Pembuka yang dilayankan oleh Pdt. DR Sara Fifi, S.Th M.Si yang dilanjutkan dengan sambutan Ketua Umum DPP PIKI Baktinendra Prawiro MSc MH. Baktinendra mengajak bahwa kita tetap mengikuti anjuran pemerintah sembari tetap membangun optimisme bahwa keadaan ini ini pasti berlalu. Diskusi dimoderatori Dr. Angel Damayanti, Dekan Fisipol UKI, Jakarta yang juga Wakil Sekjen DPP PIKI. Diskusi zoom application ini juga diikuti ratusan peserta dari seluruh penjuru di Tanah Air, dipanitiai Arijon Manurung.
Narasumber pertama dokter Theresia menjelaskan dari sudut medis, bahwa ternyata ada cara yang efektif untuk kesembuhan pasien Covid-19 dengan terapi plasma konvalesen. Dr Theresia membahas topik “Terapi Plasma Darah Konvasalen bagi Pasien Covid-19.” Di beberapa contoh dia menyebut, pasien yang telah diberikan terapi plasma konvalesen mengalami penyembuhan. “Terapi plasma ini sudah dilakukan di sejumlah negara seperti di Amerika dan China.” Di Indonesia sendiri belum sepenuhnya diterapkan. Namun menurut Dr Theresia, dr., Sp.An., KIC., M.Si ahli Genetika dan Biologi Molekular, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung ini menyebut, terapi plasma konvalesen bekerja dengan memanfaatkan antibodi yang muncul secara alami dari tubuh pasien Covid-19 yang sudah sembuh.
Peserta di wenbinar ini juga sangat antusias, bahkan ada pertanyaan dari sesama dokter menyanyakan apakah terapi plasma konvalesen itu sudah ada wacana untuk masuk dalam fornas atau untuk pembiayaannya hanya masih dalam batas pribadikah? Jawaban dokter Theresia, sesuai pernyataan Presiden Jokowi bahwa terapi plasma akan diterapkan secara Nasional maka sangat diharapkan segera dimanifestasikan, untuk saat ini penelitian dilakukan di tiap-tiap pusat kesehatan rujukan berdasarkan hospital-based research atau pengobatan berdasarkan data penelitian.
Tentu atas kecurigaan banyak pihak atas terapi plasma ini tentu karena transfusi darah dianggap bisa fatal. Namun dokter Theresia menyakinkan tak terjadi fatal asal diterapkan dengan kehati-hatian. “Sampai saat ini tidak ada kejadian fatal karena terapi plasma ini karena sesuai dengan kriteria yang ditetapkan di dalam Buku Penatalaksanaan TPK. Bila terapi plasma tidak dilakukan secara baik terutama syarat keempat yang menyangkut HLA maka bisa terjadi TRALI yaitu Transfusuin Related Acute Lung Injury,” ujarnya.
Sementara pembicara kedua Dr. (C) Sahat HMT Sinaga, SH., M.Kn, Sekretaris Jenderal PNPS GMKI membahas topik efektifkah PSBB memutus Covid-19? Sahat HMT Sinaga mencontohkan penerapan PSBB di DKI Jakarta, pada tahap awal dirasakan tidak efektif, hal itu dapat dikonfirmasi dengan diperpanjangannya pemberlakukan PSBB. Bagi Sahat penerapan PSBB cara untuk mencegah kemungkinan penyebaran Covid-19. “Selain cara pengobatan cara pencegahan dengan memutus penyebaran Covid-19 adalah dengan menerapkan PSBB.”
Sejak tanggal 31 Maret 2020 Presiden Joko Widodo menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar. Pemberlakuan PSBB diusulkan oleh Gubernur/Bupati/Kota kepada Menteri Kesehatan. Menteri Kesehatan menetapkan PSBB dengan memperhatikan pertimbangan Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). PSBB paling sedikit meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja; pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
Akhir kata, PSBB telah menolong untuk terhindar dari penyebaran Covid-19, namun belum dapat tercapai dalam waktu singkat. “Walau tak mutlak, namun PSBB dapat efektif memutus mata rantai penularan Covid-19. Tentu itu terjadi karena sepertinya sanksi terhadap pelanggar PSBB tak jelas,” jelasnya lagi. Tentu, setiap negara punya kebijakan berbeda-benar. Di Indonesia PSBB sudah diterapkan, tetapi belum merata pada seluruh daerah. Ada perserta dari Pematang Siantar menyebut, sebagai perbandingan di Jerman, PSBB baru diberlakukan kembali kalau pertambahan kasus baru melebihi 50 kasus dalam tujuh hari untuk penduduk 100.000 jiwa. Tentu Indonesia dengan Jerman berbeda.
Namun berdasarkan covid.go.id menunjukkan, tanggal 13 Mei menyebut, bahwa kasus baru bertambah 689 orang dan ini adalah pertambahan jumlah terbesar yang pernah ada padahal PSBB masih diberlakukan di Jakarta. Tapi tampaknya yang terlihat justru Jakarta makin ramai dan macet. Inilah menurut Sahat penerapan terhadap pelanggaran PSBB itu belum tegas diterapkan. Sementara Prof. Dr. Edy Soewono, Dosen dan Peneliti Pusat Permodelan Matematika FMIPA, ITB membahas topik Simulasi Prediksi Matematika untuk Covid-19” Bagi Prof. Edi di hampir seluruh daerah di Indonesia ada ahli matematika, karenanta pemerintah daerah bisa melibatkan mereka bagaimana menghitung penanggulangan dan penyebaran, dan apa saja cara yang mesti dilakukan oleh pemerintah untuk hal itu.
Semua bangsa bisa dibilang gagap menghadapi Covid-19. Kenyataan ini dialami seluruh negara di dunia. Tak ada satu pun negara yang siap menghadapinya. Di tengah kenyataan yang ada kita terus membangun optimisme dan terus mencari cara yang efektif dilakukan untuk menanganinya. Diskusi yang semula direncanakan dua jam saja, ternyata lewat sampai 30 menit, saking antusiasnya peserta bertanya. Seluruh peserta pun berterima kasih pada segenap pengurus DPP PIKI dan para narasumber yang telah ber-webinar. Diskusi tentu tak merekomendasi solusi tetapi paling tidak bisa menambah rerefensi masyarakat untuk makin optimis menghadapi Covid-19. (HM)