Guru Besar Pertama Perempuan Dari Pascasarjana UKI
Suaratapian.com-JAKARTA-Keluarga Besar Universitas Kristen Indonesia (UKI) boleh berbangga karena dari alumni Pascasarjananya bisa bertambah Guru Besar UKI yaitu, Prof. Dr. dr. Bernadetha Nadeak, M.Pd., P.A (alumna sebutan untuk lulusan perempuan, sedangkan alumnus sebutan untuk lulusan laki-laki) yang merupakan professor kedua lulusan Pascasarjana UKI dan pertama sebagai perempuan (yang pertama alumnus, Prof. Dr. John Piris, beberapa kali menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah dari daerah Maluku). Perempuan Batak kelahiran Bandung, 20 November 1964, suami dr. Benny Sianturi, SpA, seorang ahli dokter anak. Ibu dari putri, Ivana Sandra Luciana boru Sianturi, BSBA dan Junita Priscilla Nathania br Sianturi.
Professor menyeroti Kebijakan MBKM bertujuan Mahasiswa Kuasai Keilmuan di Dunia Kerja dengan judul “Medeka belajar Kampus Merdeka: Ambidexterity Perguruan Tinggi Indonesia.” Dia dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Manajemen Administrasi Pendidikan Program Pasca Sarjana UKI, di Jakarta, 31 Agustus 2021.
Mantan Wakil Rektor Keuangan, SDM dan Administrasi UKI (2013-2019) menyebut, UKI sudah menerapkan kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Salah satunya dengan memberikan kebebasan mahasiswa untuk memilih pilihan mata kuliah, aktifitas studi, model evaluasi, pilihan industri yang diobsesikan, dan kompetensi dirinya.
“Tujuan utama Merdeka Belajar Kampus Merdeka adalah agar mahasiswa memiliki kemampuan untuk menguasai beragam keilmuan yang berguna di dunia kerja dan memiliki work readiness yang tinggi, dan menyiapkan lulusan sebagai pemimpin masa depan bangsa yang unggul dan berkepribadian,“ ujarnya dalam Orasi Ilmiah saat pengukuhannya sebagai Professor.
Menurut pengurus Peneliti Indonesia Maju ini, program-program pembelajaran di UKI berbasis pengalaman dengan jalur yang fleksibel diharapkan dapat memfasilitasi mahasiswa untuk mengembangkan potensinya sesuai dengan passion dan bakat yang dimilikinya. “Pendidikan tinggi akan sukses dan unggul, apabila lembaganya ambidextrous, yaitu Perguruan Tinggi selayaknya mampu memanfaatkan segala potensi dan sumber daya ‘saat ini’ sekaligus secara bersamaan melakukan eksplorasi dan adaptasi dengan kondisi ‘masa depan’ yang terus berubah,” ujarnya lagi.
Dia menambahkan, harus menjalani berbagai proses yang tak mudah untuk dikukuhkan menjadi guru besar, selain telah menjadi dosen puluhan tahun dan puluhan karya ilmiah di jurnal nasional dan internasional. ”Saya ini harus menjalani berbagai hal, baik meneliti nasional dan internasional, harus ada banyak hal yang harus saya kerjakan,” ujar lulusan Fakultas Kedokteran UKI, tahun 1983, Magister Pendidikan PPS UKI, tahun 2005 dan Doktor Magister Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, tahun 2016.
Terbentang panjang reputasi akademiknya. Pengalamannya menulis dan membimbing mahasiswa. Tercatat sebagai pembicara pada Pertemuan Ilmiah 31 kali. Ada 45 karya ilmiah yang dipublikasikan di jurnal sebagai penulis utama, dan 25 karya ilmiah yang dipublikasikan di jurnal sebagai penulis pembantu. Selain itu, menulis puluhan buku, ada 11 buku sebagai penulis utama, 6 buku ditulis sebagai penulis pembantu, dan 8 buku sebagai penyunting atau editor.
Dia juga tercatat pembimbing utama puluhan mahasiswa pascasarjana, tujuh pembimbing pendamping Tesis. Pengalamannya juga sebagai penguji mahasiswa S2 (Tesis) sebanyak 16 tesis. Pembimbing enam Skripsi penelitian mahasiswa Sarjana Kedokteran FK UKI, dan 4 kali Penguji Skripsi mahasiswa Sarjana Kedokteran FK UKI.
Sementara, Rektor UKI, Dr. Dhaniswara K. Harjono, S.H., M.H., MBA saat pengukuhan itu turut menjelaskan bahwa menjadi fungsi Perguruan Tinggi untuk menghasilkan Guru Besar yang berkiprah untuk kesejahteraan masyarakat di bidang Tri Dharma Perguruan Tinggi. Bidang Ilmu Administrasi/ Manajemen Pendidikan dibutuhkan oleh bangsa dan negara. “UKI bekerja sama dengan institusi perguruan tinggi lain dan dunia industri, untuk menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat, demi pengembangan kapasitas Sumber Daya Manusia di dunia pendidikan di Indonesia terutama dalam menerapkan kebijakan Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,” ujar Dr. Dhaniswara.
Selain itu, diberitakan juga ada tujuh mahasiswa UKI dinyatakan lolos program Internatonal Credit Transfer Tahun 2021 di Ateneo de Manila University, Filipina. Program International Credit Transfer merupakan bagian dari kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka untuk memfasilitasi mahasiswa dalam upaya menguatkan dan menambah kompetensi melalui program studi lain atau perguruan tinggi lain.