Ubah Nalar Jadi Nyata
Oleh: Hojot Marluga
Filsuf William James (1842-1910) dengan revolusioner pernah berkata, “Jika Anda ingin hidup berkualitas, bertindak seolah-olah Anda sudah memilikinya.” Disinilah perubahan dimulai. Namun prosesnya seumur hidup. Kesempatan untuk berubah lebih baik aspek di kehidupan dan mustahil dihindari. Niat berubah lebih baik mesti dimiliki, walaupun usaha ini membutuhkan waktu dan dedikasi yang tak mudah. Bertimbun orang butuh waktu lebih mengerjakan perubahan. Bahai, perubahan besar tergapai bila dilalui proses berlahan, tentu, problemnya tak setiap orang bisa konsisten berubah, tentu karena tak langsung nampak perubahan yang lebih baik. Permasalahnya, apakah seumur hidup perubahan yang dinanti selalu berjalan di tempat yang sama? Tentu, dalam menjalani proses butuh kesungguhan agar hasil yang mungkin saja bereaksi seumur hidup. Disinilah gagasan Wallace D Wattles, dalam bukunya The Science of Being Great tepat menyebut, perlu ketegasan dalam kebiasaan untuk mencapai hidup penuh keagungan. Tak ada yang bisa kecuali sikap pribadi Anda, dan sikap pribadi Anda tak akan salah jika percaya dan tak takut.
Karena problem kita soal kebiasaan. Kesulitan terbesar mengubah kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru. “Dunia dikuasai kebiasaan. Para raja, tiran, tuan, dan plutokrat hanya mempertahankan posisinya karena orang-orang telah terbiasa menerima mereka. Segala sesuatu seperti apa adanya hanya karena orang-orang telah membentuk kebiasaan menerimanya sebagaimana adanya. Ketika orang mengubah kebiasaan nalar mereka tentang lembaga-lembaga pemerintahan, sosial, dan industri, mereka akan mengubah lembaga-lembaga itu. Kebiasaan menguasai kita semua.”Karena memang, perubahan membutuhkan proses, waktu dan kemauan keras, serta sikap yang kuat, dan tentulah tak akan ada perubahan bisa berjalan seumur hidup jika tak dimulai dari langkah-langkah sederhana. Jikalau gagal ulang lagi sampai ada secercah perubaan.
Kegagalan saat berubah malah ditimpali sebagai bekal belajar untuk makin mumpuni. Perubahan membutuhkan disiplin dan konsistensi. Dalam berbagai riset ilmiah menyebut bahwa proses perubahan atau transformasi pada tiap orang memang berbeda-beda. Namun garis merahnya saat perubahan membawa pada berperilaku lebih baik, hidup lebih baik dari hari ke hari. Tepatlah ungkapan yang mengatakan, pengalaman adalah guru terbaik. Disinilah keberhasilan tak hanya membutuhkan kemauan, tetapi untuk mendapatkannya lebih baik butuh pengorbanan, dan memperluas jaringan pertemanan, beradaptasi dalam setiap keadaan yang ada.
Adaptif senantiasa oleh karena perubahan yang senantiasa terjadi. Perlu menghilangkan ego, cara pandang yang lebih baik dari yang kemarin, paradigma yang lebih baik.Disinilah perlu cerdas dan aktif membaca perubahan. Jangan takut akan perubahan. Di kehidupan ini dinamika akan selalu terjadi, gelombang perubahan selalu menerpa, hanya bagaimana menjadikan perubahan untuk kebaikan. Pergumulan aktif dan rumit tak terelakkan, namun manusia-manusia cerdas akan mampu menjadikan setiap keadaan untuk kebaikan. Krisis itu perlu untuk menemukan peluang baru. Justru krisis memaksa perubahan dari kenyamanan dari pikiran yang mengidap anti perubahan. Kondisi tak nyaman itu penting untuk perubahan.
Namun diri yang tak siap untuk menerima perubahan-perubahan akan letih. Beralih dimulai dari mengubah profil, termasuk kebiasaan yang tak baik, karakter yang tak baik. Pertanyaannya mengapa mengubah kebiasaan itu sangat sulit? Menurut Geil Browning PhD seorang pendiri Emergenetics LLC dan The Browning Internasional dalam bukunya Menyadap Ilmu Kesuksesan Emergenetics menyebut, bahwa ternyata otak manusia membentuk sambungan saraf setiap mempelajari hal baru. “Ketika Anda lahir, terdapat banyak sirkuit dasar. Pada tahun-tahun pertama, pertumbuhan neuron terjadi pada tingkat yang menakjubkan, yang kemungkinan kita belajar, mengingat, berbicara, dan bergerak.”
Bahkan, menurut Browning, saat memasuki pubertas, tingkat pertumbuhan menurun. Pada masa pendewasaan, otak menghasilkan sambungan yang lebih kuat di antara sirkuit yang dipakai secara teratur. “Pada saatnya, sirkuit dan neuron yang jarang terpakai akan terbuang dengan sendirinya. Disinilah sirkuit neuron yang efisien mempermudah kita melakukan beberapa hal secara otomatis.” Di pihak lain, salah satu sebab mengapa kebiasaan buruk sulit dihentikan adalah karena otak telah terbentuk untuk melakukan kebiasaan tanpa berpikir.Itu sebab kegaliban sering disebut impulsif oleh karena hanya menuruti kebiasaan, watak.
Orang yang mampu berubah memiliki kebiasaan melakukan sesuatu dengan berpikir, semua keputusan diambil dengan berpikir secara matang. Meski terdengar sulit mesti dicoba dan tetap santai, dan jangan berpikiran negatif. Dari pikiran menunjukkan apa yang diterimanya. Pikiran negatif disebabkan karena selalu menerima hal-hal negatif. Artinya, pikiran dan leluri dapat memengaruhi suasana hati. Tanpa disadari, musuh terbesar bagi diri adalah diri sendiri. Karenanya, untuk bisa berubah, jangan berkutat pada kelemahan atau situasi buruk yang sedang dihadapi diri. Itu alasannya mengapa dianjurkan untuk sering berpikir positif, dan jangan remehkan efek pikiran.Mengubah rasam dibutuhkan kekuatan tekad, sebab faktor terpenting dari pasca berpikir adalah bertindak.
Saat seseorang menapaki jalan hidup adalah tekad. Banyak orang yang berhenti disaat dituntut usaha lebih, tentu orang yang punya tekad yang kuat pasti dapat menanggungnya, berusaha untuk mewujudkannya. “Pekerjaan hebat tak dimulai dengan tenaga besar, melainkan dimulai dari hal kecil dari langkap per langkah. Ada proses yang persisten. Ada kebulatan tekad. Perlu tekad untuk menanggalkan sesuatu. Kekuatan mental untuk menindaklanjuti resolusi, disiplin diri, berfokus pada kekuatan bukan pada kekurangan namun pada kelebihan. Maka sumber kekuatan terbaik bagi manusia adalah tekadnya tadi.
Penulis adalah seorang jurnalis, editor dan motivator, penerima certified theocentric motivation (CTM). Bisa dikontak di Facebook: Hojot Marluga, Twitter: @HojotMarluga2 dan Instagram: hojotmarluga_book.