Ketua Umum PGI Menyerukan Hentikan Diskriminasi Di SMAN 2 Depok
suaratapaian.com-Ketua Umum PGI menyerukan agar menghentikan diskriminasi di SMAN 2 Depok. “Saya sangat menyayangkan terjadinya perlakukan yang sangat diskriminatif terhadap siswa-siswi beragama Kristen di SMA Negeri 2 Depok, yang sedang ramai diperbincangkan di jagad maya beberapa hari terakhir ini. Saatnya Dinas Pendidikan Jawa Barat mengambil Tindakan tegas kepada staf sekolah ini, yang bahkan berniat membubarkan Rohkris, hanya karena meminta izin untuk menggunakan ruangan dalam rangka pembinaan rohani mereka dalam koteks ekstrakurikuler,” sebut pendeta asal HKBP ini.
Hal sama kepada Kepala Sekolah yang mengancam memindahkan guru-guru yang memberikan informasi tentang perlakuan diskriminatif tersebut kepada wartawan, Pendeta Gomar meminta perlakuan diskriminatif tersebut sangat bertentangan secara diametral dengan semangat Undang-undang Sisdiknas yang mengamanatkan perlunya peserta didik menerima pembinaan budi pekerti sesuai dengan agamanya. Dan, sebagai sekolah yang dibiayai dan dikelola secara langsung oleh negara, seharusnya Pimpinan dan Staf di SMA Negeri 2 memberikan layanan dan fasilitas pembinaan spiritual dan budi pekerti krepada seluruh siswa, tanpa memandang suku dan agamanya, baik seturut dengan tuntutan kurikulum maupun kebutuhan ekstrakurikuler.
Perlakuan diskriminatif seperti ini menambah daftar panjang dari perlakuan negara yang sangat diskriminatif terhadap siswa-sisi non muslim di negara tercinta Indonesia, termasuk penganut agama-agama lokal. Salah satu hal yang sangat krusial dalam dunia Pendidikan saat ini adalah kelangkaan guru Pendidikan Agama Kristen di sekolah-sekolah negeri. Kalau kita memperhatikan Data Pokok Pendidikan Kemedikburistek RI 2020, rasio jumlah guru Pendidikan Agama Kristen di sekolah negeri adalah 1 banding 8,5. Artinya, dari 8 atau 9 sekolah negeri hanya ada satu guru Pendidikan Agama Kristen. Data ini menunjukkan betapa banyaknya siswa Kristen yang tidak mendapatkan Pendidikan Agama di sekolah-sekolah negeri, termasuk di kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, dll.
Padahal Undang-undang tentang Sisdiknas jelas dan secara tegas menyatakan bahwa negara hadir dan menjamin hak peserta didik menerima Pendidikan agama dan budi pekerti sesuai agamanya, dan diajar oleh guru yang seagama dengan peserta didik. Namun dalam prakteknya hal ini masih jauh dari kenyataan, sesuatu yang dari waktu ke waktu dialami oleh siswa dari agama-agama di luar Islam.
PGI telah berulangkali menyuarakan hal ini kepada pemerintah, baik kepada Menteri Agama maupun Menteri Pendidikan dan Kebudayaan; namun hingga kini tidak mendapatkan solusi yang memadai. “Saya mengimbau negara untuk seger menghentikan praktek-praktek diskrimintatif seperti ini,” demi kata Pendeta Gomar dalam menggapai masyarakat yang adil, cerdas dan berbudi pekerti luhur. (HM)