Lagi, PN Jakarta Timur Gelar Sidang Perkara Terdakwa Jaitar Sirait

Suaratapian JAKARTA-  Sidang perkara penghinaan dan pencemaran nama baik serta fitnah melalui media elektronik (Facebook) dengan terdakwa Jaitar Sirait, SH  kembali digelar  Pengadilan Negeri Jakarta Timur (Jaktim), hari Selasa (7/7/20)  dengan agenda mendengarkan keterangan saksi Drs Patar Sirait.

Sidang yang berlangsung  pada malam hari itu  (dimulai jam 19.30 wib) dipimpin Ketua Majelis  Hakim Sri  Asmarani, SH, CN dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Handri Dwi SH, dihadiri terdakwa Jaitar Sirait SH dan saksi pelapor  Drs Jerry Rudolf Sirait.

Juga hadir, beberapa tokoh dan pengurus marga Sirait Jabodetabek, antara lain Negeri Sirait, SH, MH (Sekum Marga Sirait Jabodetabek),  Pangihutan Sirait, SH dan Adner Sirait, SH (Tim Advokasi Ompu Raja Sirait Jabodetabek), serta penasihat hukum terdakwa, Cupa Siregar, SH dan timnya.

Dalam sidang yang terbuka untuk umum  ini pengadilan menghadirkan saksi Patar Sirait selaku Ketua Departemen Adat dan Habatahon marga Sirait Jabodetabek.  Pada sidang sebelumnya, telah memberi kesaksian, Raja Sirait SH dan Ir Martua Sirait.

Dalam kesaksiannya, Patar Sirait menyatakan, bahwa terdakwa Jaitar Sirait melalui postingan di akun Facebooknya  menjurus sebagai ujaran  kebencian bahkan,  penghinaan terhadap nama baik seseorang, yakni Drs  Jerry Rudolf Sirait, juga terkait dengan Tarombo dan Tugu marga Sirait. “Postingan di media sosial dilakukan berulang-ulang,” kata Patar Sirait, sambil  menunjukkan bukti-bukti foto copy konten yang diyakini  dibuat oleh terdakwa.

Patar menyebutkan, bahwa postingan diyakini telah dilakukan sejak tahun 2016 lalu, walaupun baru semakin jelas diketahuinya pada tahun 2017, karena sebelumnya dirinya bekerja di luar daerah, ibukota Jakarta. Pertikaian semarga melalui medsos ini sudah dicoba dijembatani melalui Ketua  Umum Sirait dan Boru Jabodetabek Marojahan Sirait, SH dan  kerabat dekat  satu marga, tetapi hingga saat ini belum ada hasilnya.

Dalam persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Handri Dwi, SH menuntut terdakwa dengan pasal 27 ayat (3) Jo pasal 45  ayat (3), UU RI  Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 Tentang  Informasi dan Transaksi Elektronik dan  atau pasal 310 ayat (2) atau pasal 311 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Sementara sidang berikutnya, diundur dan dilanjutkan minggu depan.

Tentu hal seperti ini jadi pelajaran, perkara seperti ini semestinya bisa diselesaikan kekeluargaan. Kalau bisa diselesaikan secara baik-baik, rujuk, kenapa harus sampai kepengadilan. Apalagi kalau hanya berawal dari masalah sejarah nenek moyang, tarombo. (HM)

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

14 − 2 =