Poltemik dan Masalah Importasi Garam Industri
suaratapian.com-Di tengah kesibukan Kejaksaan Agung melakukan penyelidikan dan sudah meningkatkan menjadi penyidikan pada 27 Juni 2022, tentang kasus yang ditenggarai sebagai penyalahgunaan wewenang dalam penentuan kuota pemberian impor garam periode 2016-2022, khususnya pemberian Persetujuan Impor (PI) impor garam industri tahun 2018, telah terjadi dan beredar informasi dan berita2 yang simpang siur di tengah masyarakat. Upaya Kejaksaan Agung yang intensif mencari alat bukti dengan pengeledahan dan pemeriksaan yang sudah mencapai 57 saksi-saksi dan pernyataan saksi Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan yang menuduh Kementerian Perindustrian Kementerian Perindustrian tahun 2018 mengabaikan rekomendasi kuota impor garam industri sebesar 1.800.000 ton dari pihaknya, kemudian Kementerian Perindustrian justru menetapkan kuota impor garam untuk industri sebesar 3.700.000 ton. Tuduhan membengkaknya kuota impor tersebut berdampak terhadap: kelebihan supply, merembesnya garam impor kepasar garam konsumsi dan harga garam lokal anjlok. Dan diduga dalam penetapan kuota impor yang berlebihan ini, terdapat unsur kesengajaan oleh oknum untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Polemik dan dugaan mengenai adanya unsur memperkaya diri dalam kasus ini, telah menyebarkan isu-isu yang tidak jelas kebenarannya ditengah masyarakat dan bahkan ditahun politik ini beberapa oknum menggunakan isu ini sebagai isu seksi untuk kepentingan politik.
Komoditas strategis
Garam industri adalah komoditas strategis yang merupakan bahan baku dan bahan penolong industri-industri : chlor alkali (CAP), farmasi & kosmetik, aneka pangan, tekstil, pakan ternak, tekstil dan sebagainya yang telah memberikan sumbangan nyata dalam pertumbuhan ekonomi, perolehan devisa dari ekspor dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
Dengan demikian Pemerintah telah menetapkan peraturan dan kebijaksanaan yang tepat, efektif dan efisien untuk melindungi dan mengamankan kebutuhan garam nasional. Melalui PP No 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman sebagai bahan baku dan Bahan Penolong Industri, Permerin 34/2018 tentang Tata cara Pemberian Rekomendasi Impor Komoditas Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong, kemudian dilanjutkan dengan Permendag 63/2019 tentang Ketentuan Impor Garam, Permendag 20/2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Dan saat ini Pemerintah telah menetapkan Perpres 32/2022 tentang Neraca Komoditas yang akan memberikan kemudahan dan transparansi dalam penetapan PI. Tahun ini Pemerintah telah menetapkan 5 Neraca Komoditas untuk: Garam, Beras, Gula, Perikanan dan Daging.
Berbasis hal- hal diatas tersebut maka Jaringan Pemerhati Industri dan Perdagangan (JPIP) tergugah dan berkewajiban untuk mencari kebenaran dan meluruskan kondisi yang sebenarnya dengan mengutamakan tanggapan yang didasarkan fakta dan kebenaran, dan bersama-sama dengan seluruh pihak untuk memberikan saran dan solusi yang terbaik agar industri garam nasional utamanya industri pengguna garam industri memperoleh tata kelola yang baik agar dapat bertumbuh dengan baik, memberikan kontribusi yang semakin besar dalam pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja dan menghasilkan devisa dari ekspor.
Posisi industri Pengguna Garam
Berdasarkan data yang didapat Kementerian Perindustrian pada tahun 2022, posisi industri pengguna garam sudah dapat memberikan sumbangan untuk perekonomian nasional, ekspor dan penyerapan tenaga kerja adalah sebagai berikut:
- Profil Industri Pengguna Garam, meliputi industry-industri: chlor alkali (CAP), farmasi & kosmetik, aneka pangan, tekstil, pakan ternak, tekstil dan sebagainya.
- Kebutuhan Garam = 3.770.000 ton
- Penyerapan Tenaga Kerja = 3.440.000 Orang
- Nilai Tambah/Sumbangan terhadap PDB = Rp. 1.197 T
- Ekspor = 71,7 Milyar (2021)
- Jumlah Industri pengguna garam industri sekitar 2.427 perusahaan.
- Industri Penguna garam membutuhkan garam kualitas industry dengan kandungan NaCL sebesar 97 % atau lebih.
- Neraca Komoditas Garam
Keterangan | Tahun (ribu ton) | ||||||
2016 | 2017 | 2018 | 2019 | 2020 | 2021 | ||
Kebutuhan | 3.532 | 3.729 | 4.011 | 4.162 | 4.128 | 4.399 | |
Produksi | 168 | 1.111 | 2.720 | 2.852 | 1.365 | 863 | |
Realisasi Impor | 2.143 | 2.552 | 2.836 | 2.699 | 2.702 | 915 | |
Catatan – Neraca Garam Kemenko Bidang Perekonomian
- Produksi Garam Nasional belum memenuhi syarat untuk dipergunakan sebagai bahan baku industry pengguna garam
- Rekomendasi dari Kemenperin maupun Persetujuan Impor (PI) pada tahun 2018 yang diterbitkan Kementerian Perdagangan sebesar 3,16 juta ton. Jadi, di bawah angka perkiraan kebutuhan 3,7 juta ton tersebut. Sedangkan realisasi impor pada tahun 2018 hanya sebesar 2,84 juta ton,
Berdasarkan data dan informasi tersebut dapat dilihat bahwa Industri Pengguna Garam sangat strategis dan memiliki posisi yang cukup dominan untuk mendukung pengembangan dan pertumbuhan ekonomi nasional dan menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Terganggunya pasokan bahan baku garam akan sangat mengganggu produksi dan ekspor, sehingga dibutuhkan pengamanan dan pengendalian yang cukup ketat agar pasokan bahan baku ini lancar dan tersedia dalam jumlah cukup untuk produksi. Terganggunya pasokan bahan baku garam industri ini dapat mengganggu pertumbuhan perekonomian nasional dan berdampak buruk terhadap iklim usaha untuk menarik investor, bahkan dapat berakibat relokasi Industri pengguna garam yang existing ke luar negeri.
Kebijakan yang tidak logis
Data Produksi Garam Nasional sangat fluktuatif, dan tercatat terlihat produksi yang fantastis pada produksi garam tahun 2018 dan 2019 yang mencapai produksi sebesar 2,7 juta ton dan 2,8 juta ton. Dengan data dari Kementerian Kelautan dan perikanan yang menyatakan tersedia luas lahan sebesar 22.000 Ha, dengan produktivitas max 100 ton/Ha per tahun. Estimasi produksi garam nasional maksimal yang dapat dicapai hanya 2.2 juta ton garam. Pencapaian produksi garam sebesar 100 ton/ha/tahun sangat sulit dicapai untuk lahan garam di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Dari hasil pengujian di laboratorium dapat diketahui bahwa kualitas produksi garam rakyat belum memenuhi syarat untuk dipergunakan sebagai bahan baku industri pengguna garam, dengan demikian quota impor garam industri sebesar 1.800.000 ton tersebut tidak masuk akal, dan tidak mencukupi untuk kebutuhan industri pengguna garam secara nasional.
Kesimpulan dan rekomendasi
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka kami Jaringan Pemerhati Industri dan Perdagangan (JPIP) menyampaikan kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut:
Kebutuhan garam industri tahun 2018 yang diperkirakan sebesar 3.700.000 ton yang lebih besar dari rekomendasi Kementerian Kelautan dan Perikanan sebesar 1.800.000 ton sudah sesuai dengan kebutuhan garam untuk industri pengguna garam.
Pelaksanaan Tata Kelola dan Kebijakan Impor Garam Industri sudah sesuai dengan ketentuan yang diatur melalui PP No 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman sebagai bahan baku dan Bahan Penolong Industri, Permerin 34/2018 tentang Tata cara Pemberian Rekomendasi Impor Komoditas Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong, kemudian dilanjutkan dengan Permendag 63/2019 tentang Ketentuan Impor Garam, Permendag 20/2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Dari hasil kajian dan pengamatan JPIP, tidak ditemukan adanya unsur korupsi dan usaha memperkaya diri sendiri atau kelompok dari pihak istitusi pemberi quota impor garam industri tersebut.
Untuk mencegah adanya KKN dan penyimpangan/perembesan alokasi peruntukan garam, penerapan Neraca Komoditas garam ini hendak nya segera dapat dilaksanakan secara operasional.
Dengan kondisi iklim yang kurang baik di Tahun 2022 ini, diperkirakan banyak petani dan pengusaha garam yang gagal panen, dan harga garam dipasaran untuk bahan baku lokal harganya sudah melonjak tinggi. Peningkatan harga garam pada pertengahan tahun 2022 ini sudah mencapai Rp 1.000 per kg dan pada bulan oktober ini sudah mencapai Rp 1.500 per kg. Untuk mengatasi kelangkaan supply dan meningkatnya harga garam dipasar, perlu antisipasi dan kebijakan yang proaktif dari Pemerintah untuk mengatasi masalah ini
Jakarta, 11 Oktober 2022
DEWAN PIMPINAN PUSAT
JARINGAN PEMERHATI INDUSTRI DAN PERDAGANGAN
Ir. Lintong Manurung, M.M.