Sosok Dibalik Sukses Perayaan Jubileum 150 Tahun HKBP

suaratapian.com-Puncak perayaan Jubileum 150 Tahun HKBP digelar di Gelora Bung Karno, pada Minggu, 4 Desember 2011. Hadir ketika itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sebagai Ketua Panitia Nasional Jubileum 150 Tahun HKBP, Edwin Pamimpin Situmorang memberi sambutan di hadapan Presiden dan jemaat HKBP, diperkirakan ratusan ribu. Panitia telah membuat perhelatan keagamaan Jubileum 150 Tahun HKBP menjadi terasa lebih besar dan meriah. Salah satu  yang spektakuler penampilan penari sekitar ribuan orang dengan membentuk wujud salib dan menggambarkan huruf Jubileum 150 Tahun HKBP, terutama konfigurasi salib mengundang tepuk tangan dan sorak yang membahana, membuat decak kagum hadirin, termasuk Presiden RI dan Ibu Negara Ani Yudhoyono.

Setelah selesainya acara yang semarak tersebut ada di antara koleganya yang mengatakan, “Walau bukan hasil kerjanya sendiri, pesta Jubileum 150 Tahun HKBP itu adalah sebuah; sukses. Sejarah HKBP akan mencatatnya, mengenang nama panitia terutama Edwin Pamimpin Situmorang.” Terkhusus baginya sebagai ketua panitia, keberhasilan pelaksanaan jubileum tersebut juga menjadi salah satu pertimbangan majalah NARWASTU memberikan penghargaan kepadanya sebagai salah seorang tokoh Kristiani tahun 2011.

Saat itu, sambil berjalan menuju podium dirinya kelihatan tersenyum sumringah. Dia membungkuk sebagai isyarat permintaan izin dan hormat kepada Presiden Republik Indonesia dan Ephorus, sebelum melangkah dan, berdiri di belakang podium, dengan tenang mengarahkan ucapannya kepada seluruh hadirin yang memenuhi stadion berbentuk temu-gelang yang dibangun setengah abad yang lalu itu. “Perayaan Jubileum 150 Tahun HKBP ini memiliki arti yang sangat besar dan berbeda dengan peringatan jubileum di masa lalu, karena Jubileum 150 Tahun HKBP tidak hanya diperuntukkan bagi warga HKBP, akan tetapi juga kita persembahkan untuk bangsa dan Negara Indonesia yang kita cintai ini,” katanya dengan wajah cerah yang mencerminkan keterbukaan hatinya, yang disambut sorak kebahagiaan oleh hadirin.

Pada kesempatan ini panitia mengajak semua pihak untuk coba merefleksikan kembali makna perayaan Jubileum 150 Tahun HKBP. Pertama, Jubileum 150 Tahun mengandung makna akan iman di mana kita harus bersyukur dan bersukacita, karena begitu besar kasihNya, maka Tuhan telah memanggil nenek-moyang kita untuk menjadi milik Kristus. Tuhan telah mengutus gembala-Nya, misionaris dari Inggris, pada tahun 1824 untuk mengabarkan Injil Kabar Baik di Tanah Tapanuli. Pekabaran Injil di Tanah Tapanuli tidaklah mudah, karena nenek-moyang kita pada awalnya adalah para penyembah berhala.

Namun, karena “Rencana Tuhan tetap selama-lamanya,” maka pada tahun 1857 kedatangan van Asselt telah mampu menaklukkan hati orang Batak, dan akhirnya empat tahun kemudian, yaitu 31 Maret 1861, Main Tampubolon dan Pagar Siregar menjadi orang Batak pertama yang menerima Kristus sebagai Juru Selamat. Iman itu, semakin lama semakin bertumbuh. Maka penetapan hari jadi HKBP pada tanggal 7 Oktober 1861 memiliki makna sejarah dan teologis yang mendalam. Tanggal 7 Oktober 1861 menjadi titik balik sejarah penginjilan dan sejarah Gereja HKBP. Sejarah penginjilan dan sejarah gereja adalah ibarat dua sisi dari satu mata uang logam yang sama. Gereja tanpa penginjilan bukanlah Gereja. Itulah sebabnya, peristiwa 7 Oktober 1861 diartikan dan dimaknai dari dua segi, yakni penginjilan dan gereja. Hasil penginjilan di Tanah Batak adalah kekristenan yang di dalamnya terdapat sejumlah jemaat atau pargodungan (zending dan sekaligus huria). Jemaat-jemaat tersebut sejak awal sudah diarahkan akan membentuk sebuah gereja yang kelak menjadi sebuah gereja yang mandiri dari RMG.

Kedua, Jubileum 150 Tahun HKBP mengandung makna akan pengharapan, di mana perjalanan kehidupan HKBP beserta jemaatnya tidak luput dari setiap badai persoalan, percobaan, dan bahkan hampir mengarah pada kehancuran. Namun, ketekunan telah menimbulkan tahan uji, dan tahan uji menimbulkan pengharapan kepada Kristus. Tuhan Allah tidak membiarkan umatNya hilang. HKBP akhirnya mampu melewati setiap badai yang ingin menghancurkan Rencana Tuhan.

Ketiga, Jubileum 150 Tahun HKBP mengandung makna akan kasih, di mana dengan kedatangan Injil di Tanah Batak, telah membebaskan orang Batak dari kegelapan dan dengan kasih Tuhan Allah, telah menjadikan orang Batak menjadi salah satu di Nusantara ini yang mengalami perubahan dan kemajuan yang cukup cepat dalam peradaban dan kehidupannya. Generasi suku Batak telah berkembang menjadi manusia yang memiliki kemampuan intelektual serta perekonomian yang baik, bahkan menjadi salah satu suku yang harus diperhitungkan di setiap sektor kehidupan. Melalui Jubileum 150 Tahun HKBP ini, katanya menegaskan, kita diajak untuk menguji apakah iman, pengharapan, dan kasih telah kita implementasikan baik dalam kehidupan kita masing-masing maupun di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara? Untuk itu, saya mengajak kita semua untuk bersatu-padu dan berpartisipasi aktif memikirkan HKBP, untuk menjadikan Huria ini menjadi Huria Na Bolon. Tidak saja besar secara kuantitas, tetapi juga harus besar dari sudut kualitas iman dan pelayanannya. Sebagai Gereja, HKBP harus mampu membangun jemaatnya menjadi jemaat yang beriman, handal, dan tangguh, sedangkan sebagai organisasi, HKBP harus mampu pula berperan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, menjadi garam dan terang dunia. Maka khusus di Jubileum 150 tahun HKBP adalah satu rentetan sejarah yang tidak mungkin diputus, sejarah itu sambung-menyambung mengambarkan bagaimana HKBP diproses menjadi jemaat yang besar.

Di abad 21 ini, sebagaimana pesan Ompui Ephorus HKBP Pendeta Dr Bonar Napitupulu, waktu itu, agar HKBP kembali kepada jati dirinya. “Jati diri yang sebenarnya sebagai tubuh Kristus. HKBP sesungguhnya telah menjadi gereja besar, tetapi tangannya terlalu pendek untuk melayani.” Gereja sebagaimana kata aslinya dari bahasa Yunani “Ekklesia” yang berarti orang-orang yang dipanggil keluar dari kegelapan, masuk kedalam terangNya yang ajaib. Artinya gereja harus membawa orang ke dalam kebenaran yang sesungguhnya.

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

2 × five =