Tuan MH Manullang Wartawan Pejuang Selayaknya Pahlawan Nasional
suaratapian.com-MEDAN — Perjuangan Tuan MH Manullang yang demikian panjang dan konsisten melawan penjajah, sudah selayaknya memperoleh penghargaan Pahlawan Nasional. Tiga kali masuk penjara oleh tiga penjajah yang berbeda, dan sudah tiga kali pula memperoleh penghargaan Perintis Kemerdekaan RI. Dia pula wartawan kawakan yang mendirikan lima surat kabar untuk membangkitkan perlawanan.
Tanah Batak tidak menjadi daerah perkebunan seperti Sumatra Utara Bagian Timur, adalah berkat perjuangan Tuan MH, yang gigih melawan ekspansi agraria Hindia Belanda. Melalui surat kabar Soara Batak, Tuan MH membangkitkan kesadaran dengan semboyan: Oela Tanom Oelang Digomak Oelanda (Olah Tanahmu Supaya Jangan Diambil Belanda).
Demikian gagasan yang berkembang dalam seminar “Tuan Manullang Pahlawan Indonesia dari Tanah Batak” dengan pembicara Prof Dr Asvi Warman Adam APU (Badan Riset dan Inovasi Nasional, BRIN), Dr Phil Ichwan Azhari MS dosen Jurusan Sejarah Universitas Negeri Medan (Unimed), yang diadakan secara hybrid Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Unimed, Medan, Sabtu (16 Juli 2022).
Seminar dengan opening speech Dekan FIS Unimed, Dra Nurmala Berutu MPd, moderator Dr Rosmaida Sinaga MHum (dosen Sejarah Unimed), merupakan seminar ke tiga yang diadakan Sejarah Unimed – Pelopor/penggagas Tuan MH menjadi Pahlawan Nasional. Tuan MH sudah secara resmi diajukan Pemda Sumatra Utara (Sumut) untuk menjadi Pahlawan Nasional, surat resmi 31 Maret 2021 dan 29 Maret 2022.
“Kalau Tuan MH Manullang tidak menentang ekspansi agraria, Tanah Batak (Tapanuli) sudah menjadi areal perkebunan sawit seperti Sumatra Timur. Jadi Tuan MH berjasa bagi masyarakat Tapanuli atau Tanah Batak, berjasa bagi bangsa dengan menumbuhkan bibit-bibit nasionalisme dan perlawanan terhadap penjajah,” kata Ichwan Azhari.
Prof Dr Asvi Warman Adam mengungkapkan, Mangaradja Hezekiel (MH) Manullang, lahir di Tarutung 20 Desember 1887, meninggal di Jakarta 20 April 1979 (dimakamkan di Tarutung, Tapanuli Utara). Dia adalah wartawan kawakan, pendiri sedikitnya lima surat kabar legendaris di Sumatra Utara semasa Hindia Belanda. Yang pertama adalah Binsar Sinondang Batak (BSB) tahun 1905.
Kemudian Soara Batak (1919-1922), Persamaan (1924), Pertjatoeran (1926) dan Persatoean (1929). Kelima koran ini menentang keras “ekspansi agraria (perampasan tanah) rakyat” untuk dijadikan perkebunan. Hukum Hindia Belanda, perkebunan hanya boleh di lahan menganggur. Tak habis akal, Tuan MH Manullang kampanye agar jangan ada tanah yang menganggur.
Menurut Dr Phil Ichwan Azhari MS, kampanye itulah yang membuat membuat Soara Batak dibredel Belanda. Ditambah lagi, dia menentang keras kerja rodi (kerja paksa) dan pajak yang tinggi. Tuan MH dimasukkan ke Penjara Cipinang (Batavia). “Tak kenal takut, sebelum ke Batavia, dia terlebih dahulu mengikuti Kongres Sumatera di Padang,” kata Prof Asvi Warman Adam.
Berlayar dari Padang, tiba di Tanjungpriok Maret 1922, dia disambut teman-teman seperjuangan. Ia masuk Cipinang pada 26 Agustus 1922 dengan gagah berani, diantar para pendukung, di mana Tuan MH masih sempat berpidato membakar semangat. Penjara menjadi “universitas” bagi Tuan MH, membuatnya kian mantap menapak garis perjuangan.
Setelah bebas dari Cipinang 1923, pada 17 Februari 1924 dia menyelenggarakan Kongres Persatuan Tapanuli – dengan peserta: Sarekat Islam Tapanuli, Hatopan Kristen Batak, Komite Persatuan Sumatra dan banyak organisasi lagi. Di sini, dia sudah sadar, semen elemen bangsa harus berjuang bersama.
Tahun 1924 menerbitkan surat kabar Persamaan (di Sibolga), berbahasa Melayu. Setelah memiliki perusahaan percetakan Kemajuan Bangsa, 1926 menerbitkan surat kabar Pertjatoeran (juga di Sibolga). Cakrawala perjuangan semakin luas, surat kabar tidak lagi berbahasa Batak, tapi sudah berbahasa Melayu. Bibit kebangsaan semakin kental. Dia pun sudah sadar, bukan hanya kecakapan jurnalistik, alat produksi juga perlu.
Sekolah ke Singapura
Koran BSB yang “dibunuh” Belanda (1907) yang cetak di Padang, diterbitkan Tuan MH ketika masih berusia 18. Setelah BSB “dibunuh,” tahun 1907 itu juga Tuan MH sekolah ke Singapura, di Methodist Senior Cambridge School (MSCS). 1910 kembali ke Tanah Air, mendirikan sekolah di 7 tempat di Jawa Barat. Tuan MH menurunkan uang sekolah untuk pribumi dari 2,5 Gulden menjadi hanya 25 sen.
Pada masa-masa mengelola sekolah itulah Tuan MH bergaul dengan para pejuang seperti Abdul Muis di Bandung, Agus Salim di Batavia dan HOS Tjokroaminoto di Surabaya. Cakrawala Tuan MH sudah luas, menyadari bahwa kesadaran kebangsaan harus bersama-sama dibangkitkan semua kalangan, nasionalisme lepas dari ikatan primordial.
Tahun 1916 dia kembali ke Tanah Batak, 1917 mendirikan sekolah berbahasa Inggris di Balige. 1920 mendirikan Soara Batak, melawan ekpansi agraria penjajah. Soara Batak dibredel (1922), Tuan MH dipenjarakan di Cipinang 1922-1923. Setelah bebas, dia terus berjuang.
Pun di zaman Kempetai Jepang, Tuan MH 1942 dia dipenjarakan 1 tahun 3 bulan di Tarutung. April 1949 juga dipenjarakan penjajah NICA. Jadi komplit, dia dipenjarakan tiga penjajah yang berbeda: Belanda, Jepang dan NICA.
Perintis Kemerdekaan
“Perjuangan panjang MH Manullang, sudah diapresiasi pemerintah, dengan tiga kali mendapat penghargaan Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu tahun-tahun 1948, 1958 dan 1967. Maka kita sebagai bangsa yang menghargai jasa pahlawan, sudah selayaknyalah memberi gelar pahlawan nasional kepada Tuan MH – Level yang sesuai untuknya,” tandas Prof Dr Asvi Warman Adam.
Di zaman Republik, 1 Desember 1946 Tuan MH Manullang diangkat menjadi Kepala Urusan Bangsa Asing (SK Gubernur Sumatra Nomor: 498), dengan gaji R 335. SK Gubernur Sumatra Nomor: 47/Bkt/U tertanggal 15 April 1948, Tuan MH Manullang diangkat menjadi Ketua Pekerja Pertjetakan ORIP, ditunjuk menandatangani uang kertas dengan nominal R50, R25 dan R5.
Tanggal 20 Mei 1948, Tuan MH Manullang memperoleh penghargaan Perintis Kemerdekaan. 20 Mei 1958, juga memperoleh penghargaan Perintis Kemerdekaan. Melalui SK Menteri Sosial RI tanggal 2 Oktober 1967, Tuan MH Manullang kembali mendapat penghormatan sebagai Perintis Pergerakan Kebangsaan & Kemerdekaan Bangsa.
Perjuangan Tuan MH dibicarakan oleh sedikitnya dua peneliti asing, dalam disertasi mereka yang kemudian menjadi buku. Yaitu Lance Castles (buku edisi Inggris1972), dan edisi Indonesia 2001. Kemudian disertasi Daniel Perret (buku edisi Perancis 1995), edisi Indonesia 2010.
Di masa tua, dia banyak membantu peneliti asing, memberi banyak referensi mengenai perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tuan MH Manullang adalah pejuang sejati sepanjang hayat, intelektual, tetap peduli pada perkembangan bangsa. Penguasaan bahasa Inggris membuatnya juga mampu mengikuti perkembangan internasional. “Dia bekerja melebihi tugasnya,” kata Prof Asvi Warman Adam.
Prof Dr Syawal Gultom MPd, Gurubesar FIS Unimed, menanggapi kedua pembicara, mengatakan, sudah selayaknyalah Tuan MH menjadi pahlawan nasional. Hal yang sama dikemukakan Pro Dr PTD Sihombing MSc SPd, yang penulis buku tentang Tuan MH. “Beliau sudah seharusnya menjadi pahlawan nasional,” kata PTD.
“Dia gigih menentang ekspansi perkebunan di Tapanuli. Menurut hemat saya sebagai peneliti tanah-tanah adat di Tapanuli, maka Tuan MH layak menjadi pahlawan nasional,” kata Dr Edy Ikhsan SH MA, Pembantu Rektor II Unimed. Dalam seminar lalu, Prof Dr Hermawan Sulistyo MA PhD APU, juga mengemukakan, Tuan MH memenuhi semua kriteria menjadi pahlawan nasional. (*)