JE Mengkontruksi Korban Kekerasan Seksual SDS di SPI Pengkhianat dan Cacat Moral

Suaratapian.comSetelah mendengar tiga orang saksi fakta dan dua orang saksi ahli yang dihadirkan tersangka JE melalui kuasa hukumnya di persidangan gugatan praperadilan yang diajukan JE tersangkah pelaku kekerasan seksual terhadap mudridnya di Sekolah Selamat Pagi (SPI) di Batu, Malang, Jawa Timur di Pengadilan Negeri Surabaya, Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak menilai dan berpendapat telah terjadi pengkondisian dengan mengkontruksi bahwa korban adalah perempuan nakal, dengan gonta-ganti pacar, tak tahu diri bahkan muncul kata pengkhianat dan cacat moral.

Semua saksi meringankan yang dihadirkan untuk membela JE memutarbalikkan fakta yang sesungguhnya. Semula semua saksi mengatakan teman dekat dan “smart” bahkan Risna yang mengaku guru matematika dan ibu asrama di SPI mengaku mengenal dekat dan baik karena telah menjadi bintang di SPI yang patut di promosikan JE di berbagai event termasuk promosi didalam negeri dan luar negeri dan diberbagai tayangan televisi di Jakarta dan di berbagai even media lainnya untuk mendapat dukungan finansial baik dari donor dalam negeri dan luat negeri “ee…dalam persidangan praperadilan memberikan keterangan terbalik dan membuat saksi dusta.”

Demikian juga, dengan saksi ahli forensik dari RS DR. Soetomo Surabaya dan saksi ahli dan pakar hukum pidana yang disiapkan JE dari Universitas terkenal Airlangga Surabaya, Komnas Perlindungan anak menduga dan mensinyalir telah terjadi pengkondisian atau mengkontruksi kesaksiannya bahwa langkah-langkah penyidik Polda Jawa Timur menetapkan seseorang tidak memenuhi prosedur dan tidak memenuhi syarat formil.

Semua pertanyaan para penasehat hukum kepada saksi ahli pidana dan forensik yang dihadir terasa telah disiapkan dan telah pula diduga telah terjadi simulasi sebelum saksi dimintai pendapatnya sebagai ahli di PN Surbaya.

Pertanyaan-perrtanyaan akademis secara bersambung dan bergantian terasa kental bahwa pertanyaan pertanyaan penasehay patut diduga sudah disiapkan secara akademis untuk mengatakan, bahwa penetapan tersangka dalam kasus-kasus seperti ini cacat prosedur dan cacat formil.

Oleh karenanya, gugatan praperadilan dalam perkara seperti ini dapat dikatakan cacat hukum dan tidak patut untuk diterus. Demikian juga dengan penetapakan Sperindik satu hari setelah sehari korban melapor lalu satu hari berikut Penyidik memohon kepada Kejati Untuk dikeluarkan surat perintah penyidikan apakah syah menurut hukum atau ada yang salah secara prosedur dalam proses itu, ahli pidana itu mengatakan tidak lajim.

Pertanyaan kedua kepada saksi ahli apakah ada batas waktu yang diatur KUHAP untuk mmenghentikan penyidikan Polisi dijawab oleh Saksi Ahli tidak ada batas waktu, jelas Arist.

Pendek cerita, bahwa dari 4 orang saksi fakta dan dua orang saksi ahli forensik dari TS DR. Soetomo dan Saksi ahli pidana dari Unair Surabaya, Komnas Perlindungan Anak sebagai lembaga independen di bidang pembelaan, penghormatan dan perlindungan anak di Indonesia, menilai dan mensinyalir bahwa telah terjadi pengkondisian dan mengkontruksi bahwa korban adalah berprilaku buruk yang sering gonta-ganti pacar, keras kepala dan mempermainkan status agama saat korban menggunakan kerudung, kaca mata dan masker, baik saat melapor ke SPKT di Polda Jawa Timur dan berbagai interviews media online dan Tevisi serta pengkhianat seolah-olah korban patut untuk mendapat serangan persetubuan secara berulang oleh tersangka JE.

Demikian juga dengan kontruksi yang yang telah dilakukan oleh penasehat hukum atas pertanyaan-pertanyaan akademis yang sudah disiapkan dan disimulasi sebelum persidangan yang disampaikan kepada saksi ahli yang mengarahkan bahwa kasus gugatan praperadilan seperti dapat diterima dan menolak status tersangka, jelas Arist.

“Ayo selamatkan anak Indonesia dati predator dan monster kekerasan seksual dan tolak Praperadilan sekarang juga,” ajak Arist.

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

five × three =