Dianggap Aib, Warga Sionggang Hendak Mengusir Korban Kejahatan Seksual Ayah Kandungnya

Suaratapian.com TOBA-Sudah jatuh tertimpa tangga pula, ungkapan ini barangkali bisa mewakili perasaan satu keluarga yang hendak diusir warga Sionggang, Kabupaten Toba, karena dianggap aib. Mereka, masing-masing AS (7), LS (9), keduanya korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayah kandungnya LDR (32) warga dusun Pangaloan, Sionggang, Lumban Julu, Kabupaten Toba. Kedua korban bersama ibu korban  DM (32) dan bayinya yang masih berusia dua bulan hendak diusir warga. Mendengar itu, Ketua Komnas Pelindungan Anak Arist Merdeka Sirait, pada Jumat (04/9/20) mengunjungi korban di Sionggang Lumban Julu untuk meminta warga untuk membatalkan pengusiran korban. Hal itu mendapat atensi positif dari kunjungannya bersama dan Tim Investigasi dan Litigasi Komnas Anak.

Dalam kunjungan itu,  Arist Merdeka Sirait menyampaikan, kepada warga Desa Sionggang yang sengaja dikumpulkan melalui Kepala Desa  dan Sekretaris Desa Sionggang Selatan di kantor Kepala Desa untuk mengurungkan niatnya mengusir korban dan keluarganya dari Desa Pangaloan. “Bahwa pengusiran korban dan keluarga hanya karena alasan menjaga nama baik desa adalah melanggar hak asasi manusia dan merupakan tindak pidana kekerasan serta kejahatan terhadap kemanusiaan,” ujarnya.  

Bahkan, dengan nada tinggi Arist Merdeka menegaskan kepada warga Panglaloan yang hadir di Kantor Desa Sionggan Selatan yang sesungguhnya tak layak ditempati sebagai kantor Desa, sekalipun telah mendapat anggaran Dana Desa (ADD) sebesar 1 millyar. Meminta agar niat pengusiran itu dibatalkan.

Demi kemanusian dan perlindungan anak sebagai korban kejahatan seksual dari orangtua kandungnya beserta keluarganya, berdasarkan perintah Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Komnas Perlindungan Anak meminta dengan tegas kepada Kepala Desa Sionggang Lumban Julu, Toba Samosir untuk tak mengijinkan warganya mengusir korban dan keluarganya dari desa Pangaloan, Sionggang Selatan.

“Sangat disayangkan sampai rencana pengusiran  terhadap dua korban kejahatan seksual dari ayah kandungnya beserta ibu korban diperoleh informasi dari masyarakat sungguh membiarkan peristiwa ini dan  tak mendapat perhatian, bantuan dan penanganan yang semestinya berdasarkan tupoksinya.”

Oleh karenanya, Komnas Perlindungan Anak meminta dengan tegas agar Kadis PPPA dan PMD kabupaten tak membiarkan kebijakan desa Pangalaoan mengusir korban dari desanya,  serta meminta Bupati Tobasa agar memerintahkan Kadis PPPA dan PMD, Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan untuk memberikan pertolongan kepada korban dan hak-hak dasarnya sebagai anak tegas Arist.

Terungkapnya kasus kejahatan seksual ini berawal laporan korban LS (9) dan AS (7) kepada neneknya SS yang mengatakan, bahwa ayahnya sering melakukan perbuatan cabul secara berulang kali baik dilakukan di rumah maupun di kebun. Kedua  Korban disetubuhi di mana saja dan dilakukan dua kali dalam seminggu hingga kedua korban kakak adik itu mengalami trauma.

Sang nenek pun terkejut, mendengar pengaduan cucunya, kemudian si nenek SS menceritakan kepada suaminya JG. Namun, untuk memastikan dan tak mau gegabah akhirnya SS melakukan penyelidikan atas tingkah laku menantunya LDR (32) terhadap kedua darah dagingnya sendiri.

Merasa yakin atas perbuatan pelaku yang telah merusak masa depan cucunya itu, atas rembuk keluarga, kemudian JG mendatangi Unit PPA Satreskrim Polres Tobasa untuk membuat laporan polisi dengan nomor LP 198/7/2010/TBS tanggal 30 Juli 2020.

Berdasarkan laporan tersebut kemudian tim Resmob Polres Tobasa, memburu LDR terduga pelaku pencabulan sempat melarikan diri ke Sidikalang. Akhirnya pelaku tertangkap dan saat ini mendekam di tahanan unit PPA Polres Tobasa untuk mempertanggungjawabkan perbuatan sekaligus menjalani pemeriksaan lebih lanjut.

Bagi Arist Merdeka, atas peristiwa bejat ini,  sesuai dengan  Undang-Undang  RI Nomor: 17 tahun 2016 tentang penerapan Perpu Nomor: 01 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang RI Nomor: 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. “Pelaku LDR terancam pidana pokok maksimal selama 20 tahun  dan dapat ditambahkan sepertiga pidana pokoknya karena dilakukan oleh orangtua kandungnya sendiri, dengan demikian pelaku dapat diancam kurungan 20 tahun penjara, bahkan, hukuman seumur hidup,” tambah Arist.

Harapan ini  akan menjadi keadilan bagi dua korban dan keluarganya. Komnas Perlindungan anak percaya dan sangat yakin bahwa Polres Tobasa dan Kejaksaan Negeri akan memberikan perhatian yang serius dan sangat diyakinkan bahwa pengadilan juga akan memutuskan perkara ini sesuai dengan tuntutan yang dibuat Kejaksaan Negeri.

Saat itu, Komnas Perlindungan Anak mengundang dan meminta perhatian Bupati Toba untuk hadir di tengah-tengah penderitaan  dua anak korban dan keluarganya yang saat ini sedang terancam diusir dari desanya. Namun disayangkan Pemerintah Kabupaten Toba sepertinya tak peduli dan membiarkan kejadian ini tersebut. (Hojot Marluga)

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

eleven + one =