Joyce Boru Manik: Perjuangan Mengabulkan Kerinduan Nahum Situmorang


Notice: Undefined index: margin_above in /home/suaratap/public_html/wp-content/plugins/ultimate-social-media-icons/libs/controllers/sfsiocns_OnPosts.php on line 652

Notice: Undefined index: margin_below in /home/suaratap/public_html/wp-content/plugins/ultimate-social-media-icons/libs/controllers/sfsiocns_OnPosts.php on line 653

Suaratapian.com-Seabad lebih semenjak Nahum Situmorang menciptakan karya-karyanya, kerinduan untuk memindahkan tulang-belulangnya ke Pulo Samosir masih terasa. Seniman legendaris ini, lahir di Sipirok pada 14 Februari 1908, telah menciptakan ratusan lagu perjuangan dan pesan-pesan mendalam, menjadikannya komponis Batak terbesar. Lagu-lagunya seperti “Dijou Au Mulak Tu Rura Silindung”, “O Luat Pahae”, dan “Pulo Samosir” masih menggetarkan. Terutama “Pulo Samosir”, yang melukiskan kesetiaan dan perjuangan seorang, serta keinginannya untuk dikuburkan di Pulau Samosir.

Joyce boru Manik, sosok inspiratif pengemban budaya Batak, menorehkan jejak dedikasi tak terhingga. Sebagai Ketua Umum Komunitas Seniman Sumatera Utara (Kosentra), Joyce menjadi suara yang menghidupkan semangat kebudayaan Batak.

Dengan latar belakang arsitektur, Joyce memperkaya kebudayaan Batak melalui karya-karyanya, salah satunya pembangunan kembali Ruma Batak Jangga Dolok di Toba. Kepeduliannya terhadap warisan budaya ini menginspirasi banyak orang untuk menghargai dan melestarikan kebudayaan leluhur.

Joyce Boru Manik, seorang seniman dan Ketua Kosentra, terpanggil untuk mewujudkan kerinduan Nahum. “Saya merasa panggilan ini adalah utang yang belum terbayarkan,” ujarnya. “Saya ingin memperwujudkan permintaan almarhum melalui lirik Lagu Pulo Samosir.”

Joyce boru Manik; Berterimakasih BATAK CENTER Telah Berkontribusi Lestarinya Kebudayaan Kita

Dengan semangat dan dedikasi, Joyce berharap dapat mewujudkan impian Nahum Situmorang dan menghormati jasa-jasanya bagi Bangso Batak.

Kekaguman Joyce Boru Manik terhadap Nahum Situmorang bermula dari lagu “O Tao Toba Na Uli” yang menggetarkan hatinya. Kisah cinta tak berbalas Nahum yang membuatnya hidup menyendiri dan tak pernah menikah, membangkitkan rasa hormat dan kekaguman.

Suara lembut neneknya, “Bawa pulang ke Samosir,” menggema dalam hati Joyce, membangkitkan tekad untuk memindahkan pusara Nahum ke tanah leluhurnya. Perjalanan mencari referensi dan pertemuan dengan keluarga besar Nahum memperkuat keyakinannya.

Dengan semangat dan dedikasi, Joyce melangkah untuk memperjuangkan penghormatan terhadap Nahum. Refleksi 110 tahun Nahum Situmorang dan diskusi “Menyusur Jalan Sunyi Nahum Situmorang” menjadi langkah awal. Sarung Balige dibagikan sebagai simbol tugas belum selesai.

Bagi Joyce, pemindahan pusara Nahum adalah panggilan suci, utang yang harus dibayar. Ia bermimpi kompleks Nahum Situmorang di atas Danau Toba, perwujudan kerinduan Nahum akan Samosir, negeri indah kepingan surga. (Hojot Marluga)

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

9 + one =