Jurnalis Mesti Memiliki Kepekaan Sosial
Suaratapian.com BEKASI- Perkumpulan Wartawan Media Kristiani Indonesia (Perwamki) menggelar pelatihan jurnalis selama bulan September ini di zoom. Pelatihan pertama digelar, Selasa malam, (1/9/20). Acara dimulai dari sambutan, Direktur STT LETS Pdt Rachmat Manullang, Pembina Perwamki Jhon Sahap Edward Panggabean, Ketua Umum Perwamki Stevano Margianto. Di tengah webinar berlangsung, Clara Panggabean menyumbangkan lagu. Pelatihan yang dimoderatori Uya Pinta, dihadir 43 orang peserta dari berbagai kalangan.
Pemateri sesi perdana ini menghadirkan Pemimpin Redaksi sekaligus Pemimpin Umum majalah Narwastu, Jonro I Munthe. Dalam pemaparannya, ayah tiga anak ini menyampaikan prinsip-prinsip jurnalis. Menurutnya, bahwa menjadi pekerja media itu adalah kehormatan. “Jurnalis itu profesi mulia. Tidak semua orang bisa terpanggil jadi wartawan,” ujarnya.
Jonro menambahkan, aktivitas jurnalis itu berfungsi memberi informasi kepada masyarakat, memberi gagasan kepada publik, memberi edukasi pada publik, memberi hiburan. Pengontrol sosial dan pembentuk opini publik.
Jonro menambahkan, prinsip-prinsip jurnalis adalah kejujuran. Itu sebab harus hormat pada fakta. Artinya kembali kepada intergritas jurnalisnya. Prinsip lain adalah berpihak kepada kebenaran. Tentu harus ada cek dan ricek sebelum sebuah karya jurnalis dihasilkan. Selanjutnya, jurnalis mesti independen, ketidakberpihakan. Selanjutnya, Jonro menyebut seorang jurnalis atau wartawan itu harus memiliki kreativitas. Mengapa jurnalis mesti kreatif? Oleh karena sebelum menyajikan berita jurnalis harus terlebih dahulu aktif menggali dan mencari informasi yang valid.
Selain itu, jurnalis harus adaptif, artinya harus terus menjadi manusia pembelajar. Masih menurut Jonro, yang tak kalah penting dimiliki seorang jurnalis adalah kecedasaan. Kecerdasan itu meliputi kepekaan atas situasi yang ada. Jurnalis juga mesti suka membaca dan tak kalah penting dimiliki seorang jurnalis mengikuti kode etik jurnalis.
Selesai pemaparan Jonro, yang menarik sesi tanya jawab. Ada pertanyaan, adakah dunia Pers mengenakan skors dan terkena black list untuk kategori wartawan atau media cetak yang melanggar prinsip-prinsip jurnalistik? Pertanyaan lain, jikalau bicara vulgar, tajam bicara kebenaran tanpa ditutup-tutupi suatu permasalahan di area tertentu di wilayah tertentu, apakah Dewan Pers melindungi? Lalu, apakah Perwamki punya pijakan kebenaran dalam melakukan fungsinya sebagai jurnalis?
Panitia yang diketuai Emanuel Dapa Loka menjawab bahwa kebenaran itu universal, kebenaran yang tidak hanya benar menurut pribadi, kelompok atau golongannya saja. Universal artinya umum. Namun ketua Pewamki Margianto menjelaskan, walau demikian, Perwamki sebagai wartawan berbasis Kristiani punya pijakan dalam melaksanakan karya jurnalistik didasarinya dari 2 Timotius 3:16 “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.”
Pelatihan yang sangat menarik. Bahkan, selesai pelatihan pun masih saja ada peserta bertanya soal maksud dari ketidakberpihakan seorang jurnalis? Menurut penanya tersebut menjadi dilema, apakah benar seorang jurnalis tak boleh berpihak? Sebagaimana pengalaman dari kisah Kevin Carter, seorang wartawan foto Afrika Selatan pemenang penghargaan fotografi Pulitzer Prize oleh karena fotonya, seorang anak dan burung bangkai di Sudan, tahun 1994.
Namun dia akhirnya bunuh diri oleh karena merasa bersalah tak menyelamatkan anak yang difotonya. Tentu jika sebagai tugas jurnalis dia tak ada masalah. Namun hatinya menjerit, tak ada kepekaan sosial. Berawal dari pertanyaan kepadanya, “bagaimana nasib anak itu?” Dia tak bisa menjawab. Kevin menyesal karena mengutamakan tugas jurnalisnya, melupakan tugas kemanusiaan. Hal itu tak disangkal Roy Agusta, salah satu panitia menyebut, “Memang tak mudah menjadi jurnalis.” Tentulah bagaimana menyeimbangkan tugas jurnalis tetapi tetap ada keberpihakan. Artinya, jurnalis juga mesti memiliki kepekaan dalam pemberitaan, kepekaan sosial. Itulah keberpihakan seorang jurnalis. (Hojot Marluga)