Kekerasan Seksual Kembali Terjadi Kepada Dua Siswi SLB di Jambi

Suaratapian.com JAKARTA– Guru semestinya pelindung murid, ini justru pelaku kekerasan seksual. Kasus dugaan pencabulan terhadap 2 siswi SLB di salah satu kota di Jambi mendapat perhatian serius dari Ketua Umum  Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait. “Tak ada kata kompromi dan kata damai terhadap segala bentuk kekerasan seksual terhadap anak, termasuk kepada guru yang menjadi pelaku kekerasan siswa SLB di Jambi, terancam pidana 20 tahun penjara,” ujarnya kepada wartawan, Kamis, (1/9/20). Pasalnya dua siswi berkebutuhan khusus itu menjadi korban kebuasan nafsu birahi oknum guru SLB berinisial DS. Arist menjelaskan, kekerasaan seksual yang dilakukan DS terhadap anak lemah kemampuan fisik  adalah perbuatas sadis dan merendahkan martabat kemanusiaan.

Padahal justru seharusnyalah sebagai seorang guru memberikan perlindungan bukan justru merusak masa depan anak yang lemah secara fisik. Keadaan inilah yang disebut kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Oleh karena itu, Arist merujuk ketentuan  pasal 82 UU RI Nomor: 17 tahun 2016 tentang penerapan peraturan pengganti Undang-Undang atau Perpu Nomor: 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,   junto Undang-Undang RI Nomor: 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor: 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pelaku dapat diancam pidana pokok minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun dan dapat pula ditambahkan dengan hukuman pemberatan berupa kebiri melalui suntik kimia.

Namun, celakanya meski sudah dilaporkan kepada kepolisian belum ada tanda-tanda pelaku ditangkap dan dilakukan penangkapan dan  penahanan. Beginilah ketika hukum tumpul ke atas tajam kebawah kasus yang menimpa Bunga (14) dan Melati (12) bukan nama sebenarnya seharusnya mendapat perhatian lebih dari para pemangku kepentingan. Sebab Bunga telah melaporkan pelaku guru SLB-nya berinisial F kepada pengurus Panti Asuhan, namun  pengurus terkesan tak ambil peduli,  akibatnya menambah korban baru lagi. Pengurus Panti Asuhan kepada wartawan mengaku pelecehan seksual terjadi di sekolah bukan di Panti Asuhan, “Silakan tanya sama pihak sekolah,” sarannya. Karena kedua korban pencabulan tak tinggal di sini lagi mereka sudah dibawa keluarganya masing-masing.

Padahal, kejadian pencabulan sudah berlangsung satu bulan lebih antara bulan Juli-Agustus 2020 dan baru sekarang terbongkar, Sabtu 19 September 2020 kepada sejumlah media di Jambi. Oleh karena itu, Komisi Nasional Perlindungan Anak Kantor Perwakilan Propinsi Jambi saat menyebut kasus pencabulan oknum guru SLB telah ditangani pihak kepolisian. “Kasus pencabulan oknum guru SLB telah ditangani pihak kepolisian, dan Tim Investigasi dan Advokasi Komnas Anak akan mengawal sampai ke pengadilan,” ucap Mike Siregar, SH sebagai kordinator Tim. Kedua korban saat ini sedang diamankan agar kondisinya stabil, jelas Mike Siregar.

Sementara itu, untuk kasus ini,  Komnas Perlindungan Anak mendesak Kepala Dinas Pendidikan Kota Jambi untuk memberikan perlindungan dan jaminan kelanjutan  pendidikan  kepada korban di sekolah SLB Negeri Kota Jambi dan terus memberikan pendampingan terhadap korban. “Kami mendesak Kepala Dinas Pendidikan Kota Jambi untuk memberikan perlindungan dan jaminan kelanjutan  pendidikan  kepada korban di sekolah SLB Negeri Kota Jambi dan terus memberikan pendampingan terhadap korban, demikian juga Komnas Anak meminta Kasat Reskrim Polresta Kota Jambi bekerja maksimal untuk menangani perkara ini,” desak Arist. (HM)

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

20 + ten =