Letkol GA Manullang Wafat Di Kongo, Dimakamkan Di Taman Pahlawan Kalibata
suaratapian.com-Selama ini tak banyak yang mengulas Gustav Adolf Manullang. Setahu kami belum ada yang menulis GA Manullang terutama mempublis di media dan menulis buku yang dicetak untuk dibaca masyarakat luas. Kami tentu memberanikan diri menulis dari data yang minim. Letkol GA Manullang sesungguhnya bukan pejabat tinggi di ketentaraan, dia hanya perwira menengah, tetapi alangkah pengalaman hidup dari seorang yang belum puluhan tahun berkarier di militer. Prestasi dan dan jejak rekamnya jika dibandingkan dengan perwira atau petinggi petinggi militer yang lain, dari jenderal bintang satu, bintang dua, atau bintang tiga, bahkan bintang empat, atau bahkan bintang lima seperti AH Nasution (pada 5 Oktober 1997, bertepatan dengan hari ABRI, Abdul Haris Nasution dianugerahi pangkat Jenderal Besar bintang lima).
Tentu yang mau ditonjolkan dari sosok Letkol GA Manullang adalah jiwa kemandirian, jiwa kesatriannya, jiwa kemanusiaannya yang juga harus dipelajari. Letkol GA Manullang memiliki kemandirian dan jiwa sosial, dan juga kepedulian sejak dini. Kemandiriannya ditandai dengan kemampuan dalam menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mampu mengatur tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, membuat keputusan-keputusan sendiri mampu mengatasi masalah tanpa ada pengaruh dari orang lain. Jiwa kesatrian Letkol GA Manullang terlihat sebagai sosok yang bersifat ksatria. Hal itu terciri dengan berjiwa besar, toleran, apabila berani berbuat, maka berani bertanggung jawab. Ksatria berarti jiwa yang teguh, serta berani membela kebenaran dan melawan segala bentuk kejahatan. Jiwa Ksatria itu juga disebutkan sebagai sikap berjiwa besar mengakui kelemahan dan kekalahan dalam suatu pertandingan. Dia juga seorang yang punya jiwa kemanusiaan tinggi, punya hasrat yang kuat untuk menolong orang lain. Terbukti ketika di Kongo, Misi Garuda III adalah misi kemanusaian. Dia tunjukkan kepedulian dengan masyarakat Kongo yang lagi menghadapi perang saudara. Sudah menjadi rahasia umum bahwa manusia sejatinya adalah makhluk sosial yang hidup bermasyarakat dan tak dapat hidup sendiri. Dia praktikkan hidup demikian. Termasuk kepedulian orang-orang di sekitarnya.
Letkol GA Manullang seorang anak kampung. Memang orangtuanya Cornelius Simanullang adalah Kepala Nagari masa Belanda. Sebagai anak bungsu GA Manullang awalnya tak dibolehkan ayahnya untuk jadi tentara. Selain, masa itu tak banyak orang dari kampung halamannya yang merantau ke Jawa. Namun masa itu dia sudah berani mandiri. Awal tahun 50-an dia kemudian berangkat ke Bandung dan mendaftar sekolah di Sekolah Pusat Kavaleri. Sejak jadi tentara dirinya berkarier cemerlang. Di usia masih 30-an dia sudah memimpin batalyon. Batalyon Kavaleri 7 yang sering disebut Pragosa Satya atau Yon Kav 7. Panser Khusus merupakan satuan bantuan tempur pasukan Kavaleri dibawah Komando Brigkav 1/Limpung Alugoro Kodam Jaya yang dibentuk pada 23 Juli 1962 dan bermarkas di Cijantung, Jakarta Timur, Jakarta. GA Manullang pimpinan pertama batalyon ini.
Dari berbagai sumber yang kami kumpulkan dan wawancarai, banyak hal yang patut ditiru dia. Sosok yang disiplin. Tak merokok. Dia suka berenang, olahraga. Gaya hidup sehat. Bahkan kedisiplinannya teguh. Baginya tak boleh main-main dengan tanggung-jawab. Ketegasan itu terlihat ketika tanpa tending aling-aling memukul anak buahnya yang tak disiplin. Satu kisah diceritakan pada kami ketika GA Manullang memimpin batalyon di Bandung. Ketika dirinya bertugas ke luar markas, dan ketika pulang hendak masuk ke markas, tetapi gerbang tertutup, tak ada yang menjaga. Lalu dia turun dari mobil dan menanyakan siapa kepala pos penjagaan. Maka diketahuilah seorang Batak. Karena sudah tahu tak bertanggung jawab langsung dilibasnya. Tanpa tedeng aling-aling dia pukul. Hal itu dilakukannya untuk mengajarkan bagaimana bertanggung-jawab. Baginya sebagai prajurit harus menjunjung tinggi tanggung-jawab. Tanggung-jawab sebagai tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap negara. Karenanya, dia tak mau lepas dari tanggung jawab, dia selalu menjadi seorang militer yang handal.
Dia orang yang berpengaruh. Ada juga kisah tentang kekuatan pengaruhnya. Saat terjadi pemberontak PRRI Permesta ke pusat di Jakarta, di Tapanuli sendiri terbentuk Dewan Gajah yang dikepalai Kolonel Maludin Simbolon. Sebenarnya perlawanan itu karena merasa kue pembangunan tak merata, yang menikmati pulau Jawa khususnya Jakarta. Di kemudian hari nanti oleh karena riak-riak yang ada di daerah, di masa era repormasi dibentuklah otonomi daerah, dan dibuat masing-masing anggota perwakilan daerah. Simbolon memberontak karena ini menuntut pemerataan. Kol. Simbolon saat itu Komandan Kodam I Bukit Barisan, dan wakilnya Djamin Ginting yang menggantikannya. Oleh Soekarno meminta Djamin Ginting menangkap Simbolon dan membrantas pengikutnya.
Di kawasan tanah Batak kerap terjadi tembak menembak antara tentara yang berpusat ke Jakarta dengan PRRI yang disebut pemberontak. Tembak-menembak itu juga sampai ke Dolok Sanggul, bahkan tentara Siliwangi yang sampai ke Dolok Sanggul. Itu juga sebab ada nama Jalan Siliwangi di Kota Dolok Sanggul. Saat itu Djamin Ginting meminta bantuan dari pemerintah, lalu dikirim tentara dari Siliwangi dari Dolok Sanggul. Di Dolok Sanggul tentara Kodam III Siliwangi yang bermarkas di Jawa Barat, Bandung. Setelah tentara sampai di Dolok Sanggul didirikan markas yang kemudian hari dikenal Jalan Siliwangi.
Begini. Waktu terjadi tembak menembak itu, tentara pusat juga sampai mengejar ke Desa Matiti. Tentara memasuki rumah-rumah. Di matiti sendiri mereka memasuki rumah orangtua GA Manullang, yang bertepatan terpampang foto GA Manullang. Melihat itu tentara menyebut bahwa anak dari kampung ini adalah tentara pusat, yang saat itu bertugas di Bandung. Oleh karena itu para tentara yakin bahwa masyarakat Desa Matiti adalah rakyat yang mendukung pemerintah pusat. Maka untuk membalaskan itu, setelah selesai perang saudara itu, mereka tentara Siliwangi membantu pembangunan jalan dari desa Sigambo-gambo sampai ke Matiti.
Karenanya, profil Letkol GA Manulang patut diangkat ke permukaan, patut ditiru, diberi penghargaan yang layak. Dia adalah sosok muda Humbang di masanya mengabdi di pusat. Anak muda Humbang yang pernah berjuang untuk negeri ini, yang pernah berjuang untuk kemanusiaan. Dia melintas batas suku bangsa. Dia memimpin batalyon, bahkan di Kongo dia mengajar. Tentara mengajar bukan gantikan guru. Tentu sebelum berangkat tugas di Kongo mereka sudah dibekali pengetahuan sebagai tenaga pendidik yang dipersiapkan. Dia melatih anak-anak agar mental anak-anak Kongo itu tak ciut, tidak jadi pemberontak. Tetapi ajakannya bagaimana mereka hidup cerdas membangun negerinya. Kongo waktu itu sangat miskin, padahal sumber daya alamnya banyak. Penduduknya mayoritas Kristen, maka sebagai seorang Kristiani dia juga melatih mereka agar mereka punya iman kuat dan juga cerdas melihat setiap pengalaman-pengalaman sejarah bangsanya. (Hojot Marluga)