Mengeksploitasi Anak “Manusia Silver” Adalah Masalah Sosial Baru di DKI Jakarta
Suatapian.com JAKARTA-Komnas Perlindungan Anak menyerukan agar dihentikan pendekatan kriminalisasi untuk mengatasi eksploitasi anak sebagai manusia dan ondel-ondel. Munculnya anak sebagai manusia silver yang dapat ditemui di prapatan-prapatan lampu merah dan di tempat keramaian massa di DKI Jakata dan di daerah pinggiran Jakarta lainnya adalah masalah sosial baru.
Dengan munculnya secara masif anak-anak sebagai pengamen yang menggunakan alat peraga oldel-ondel Betawi yang dapat ditemui di pemukiman-peukiman penduduk di DKI Jakarta dan bahkan, sudah merambah di wilayah Bogor, Tangerang, Bekasi dan Depok adalah bentuk baru eksploitasi terhadap anak. “Ratusan anak yang dieksplotasi dengan menjadikan anak sebagai manusia silver dan ondel-ondel juga adalah masalah sosial baru berupa praktek eksploitasi ekonomi,” ujar Arist Merdeka Sirait.
Dari penelusuran Tim Advokasi dan Litigasi Komnas Anak diperoleh informasi, ratusan bahkan ribuan anak dieksploitasi secara sistimatis dan terorganisir. “Anak-anak putus sekolah dasar ini didatangkan dari berbagai daerah, selain disediakan rumah-rumah tinggal berupa sewaan mereka juga disiapkan makan demikian juga cat minyak silver, alat peraga ondel-ondel Betawi serta alat musik lengkap dengan pengeras suaranya dan kereta sebagai pendorongnya.”
Dari temuan itu, praktek eksploitasi ini adalah fenomena sosial baru di tengah-tengah bangsa ini menghadapi serangan pandemi Covid-19. “Anak-anak yang tereksploitasi ini harus dikategorikan dan ditempatkan sebagai korban sehingga penanganannya menggunakan pendekatan anak sebagai korban dan pendekatan perlindungan anak,” tambah Ketu Komnas Perlindungan Anak dalam siaran persnya merespon maraknya anak sebagai manusia silver dan ondel-ondel, pada Jumat (11/09/20).
Lebih jauh, Arist menerangkan, langkah Pemerintah DKI Jakarta untuk mengatasi anak yang tereksploitasi sebagai manusia silver dan pengamen ondel-ondel dengan menggunakan pendekatan razia dan kriminalisasi dan mengirim ke panti-pasti sosial adalah tak tepat dan tak menyelesaikan masalah bahkan, melanggar hak asasi manusia.
“Mengingat keberadaan anak yang dieksploitasi itu merupakan tindak pidana, maka pendekatan kriminalisasi yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta dengan menggunakan Satpol Pamong Praja sesungguhnya harus diberlakukan kepada si pengeksploitasi, bukan kepada korban. Sehingga si pelaku atau si pemberi kerja dapat dikenakan saksi pidana,” lanjut Arist.
Demi kepentingan terbaik anak, Komnas Perlindumgan Anak sebagai lembaga independen yang memberikan pembelaan dan perlindungan anak di Indonesia meminta Pemprov untuk menghentikan pendekatan kriminal dan kekerasan untuk mengatasi dan menangani anak korban eksploitasi sebagai manusia silver dan ondel-ondel.
Kemudian, untuk memutus praktek eksploitasi anak model baru ini, Komnas Perlindungan Anak mendesak Dinas Sosial dan Satpol PP di masing-masing daerah untuk segera meminta si pemberi kerja untuk menghentikan. “Karena konsekuensi hukum sesuai dengan UU RI.No. 35 Tahun 2015 tentang Perlindungan Anak dan UU RI Nomor 23 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan dan Konvensi ILO No. 98 dapat terancam pidana,” tegasnya. (HM)