Memasuki Tahun 2024 Mengingat dan Meneruskan Legacy Arist Merdeka Sirait untuk Perlindungan Anak di Indonesia

Masih terkenang, saat Arist Merdeka Sirait masih disemayamkan di Rumah Duka Sentosa, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Sejak Sabtu siang, anggota keluarga dan kerabat berdatangan untuk memberikan penghormatan terakhir. Istri Arist, Rostymaline Munthe, terlihat sangat terpukul dan tidak pernah beranjak dari sisi suaminya, mendapatkan dukungan dan penghiburan dari keluarga dan teman-teman.

Arist dimakamkan di Pemakaman Keluarga Porsea, Toba, Sumatera Utara, pada Selasa, 29 Agustus 2023. Menurut adiknya, Agustinus, Arist mengidap penyakit infeksi saluran kemih yang memaksanya berulang kali dirawat di rumah sakit. Dalam dua bulan, ia dua kali masuk ICU sebelum akhirnya meninggal.

Rosty Munthe tak bisa menahan air matanya di samping jenasah suaminya, Arist Merdeka Sirait. Dengan suara pelan, ia mengenang kembali momen-momen terakhir bersama aktivis anak tersebut.

“Sebulan lalu, kami berbincang berdua, saya kayatakan kalau boleh Tuhan beri umur 80 tahun supaya kita selalu bersama sampai tua,” ujar Rosti, terisak. “Setelah itu, kondisinya membaik dan dia bisa pulang dari rumah sakota.”

Arist dan Rosty

Rosty menyebutkan, bahwa Arist sudah memiliki perasaan tidak enak sebelumnya. Ibu Rosty masih ingat percakapan terakhir dengan almarhum suaminya, Arist Merdeka Sirait. Ia mengaku menolak firasat suaminya yang merasa ajalnya sudah dekat.

Arist sangat sibuk dan terburu-buru, seolah tidak sempat istirahat. Ibu Rosty Munthe mengingat percakapan dengan suaminya sekitar sebulan sebelum meninggal. Saat itu, Arist menyebutkan, tentang kematiannya dan ingin memakai pakaian yang sama. Percakapan itu masih teringat dengan jelas.

“Dua bulan sebelum Arist Merdeka Sirait dirawat di rumah sakit, ia tiba-tiba mengungkapkan keinginannya yang mengejutkan.

‘Kalau saya meninggal nanti, pilihlah salah satu jas ini untuk saya pakai,’ katanya sambil menunjuk ke gantungan jas di kamarnya.

Saya langsung merespons, ‘Ngapain sih, Abang, bicara tentang kematian? Kita cerita yang lain saja.'”

Mendengar kata-katanya, saya merasa terkejut dan sedih. Saya memeluknya dan berkata, “Jangan bicara tentang kematian, Abang. Saya berharap Tuhan memberkahi kita umur panjang, 80 tahun atau lebih, agar kita bisa bersama selamanya.”

Rosty Munthe menyebutkan, bahwa percakapan itu menjadi kenangan paling nyata baginya.” Sebelum meninggal, selama dua bulan terakhir, Arist sangat gigih menangani kasus-kasus anak di berbagai daerah. Ia berusaha menyelesaikan semua kasus tersebut dengan baik, sehingga tidak ada yang tertunda. Puji Tuhan, semua kasus yang ditangani berhasil diselesaikan dengan tuntas dan berjalan lancar di pengadilan.”

Saat sakit parah, Arist merasa ada kekuatan misterius menopangnya. Ia yakin itu datang dari anak-anak yang menjadi inspirasinya. Meskipun sempat pulih, Arist tidak pernah berhenti beraktivitas. Semangatnya tak terhenti, bahkan saat beristirahat di rumah.

Arist keluar dari rumah sakit untuk kedua kalinya, tapi dia terlihat lelah. Dengan suara lembut, dia berkata, “Ros, sepertinya saya tidak kuat lagi.” Saya memeluknya dan menjawab, “Tidak, Abang! Kita tidak akan menyerah. Kita akan lawan penyakit ini bersama-sama.”

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

5 + nine =