Mengerikan! Tindak Pidana Perdagangan Orang (TTPO) Libatkan 50% Anak-anak
Suaratapian.com– Menteri Kordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Machfud MD dalam kegiatan Diskusi Publik bertemakan; “Perang Semesta Melawan Sindikat Penempatan Pekerja Migran Indonesia Illegal,” di Batam Kepulauan Riau Kamis, 6 April mengatakan, bahwa 50 % kasus tindak pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Indonesia melibatkan anak-anak.
Masih Menurut Machfud MD, sepanjang tahun 2017 hingga tahun 2022 terdapat 2.605 kasus tindak pidana penjualan orang di Indonesia. Dari jumlah tersebut 50,97% diantaranya melibatkan anak-anak dan dan 46,14% melibatkan perempuan dewasa. Kasus perdagangan dan penjualan anak terus meningkat setiap tahunnya karena semakin berkembangnya modus operandi terutama memanfaatkan sosial media.
Lanjut Menko Polhukam, aparat penegak hukum dalam penanganan kasus ini harus paham tentang tindak pidana perdagangan orang ini. Karena sindikat yang bermain dalam hasus ini polanya jelas sehingga bisa ditindaklanjuti yakni siapa yang menjadi pengirim dan siapa yang menerima lalu yang siapa yang mengurus imigrasi, siapa pegawai administrasinya, dan siapa yang mengurus imigrasinya, daftarnya bisa dibuat.
Lokasinya kasus TTPO terjadi 85 persen di daerah-daerah perbatasan karena daerah perbatasan sangat rentan menjadi tempat penyelundupan penempatan Migran Indonesia non prosedural. Aktivitas ini banyak terjadi di Provinsi Sumatera Utara kepulauan Riau dan Kalimantan Utara.
Kasus di wilayah Kepri berdadarkan data sejak tahun 2021 sampai 2023 tercatat sudah ada 62 kasus penyelundupan orang dengan tersangka 118 orang dengan korban 546 orang.
“Tingginya aktivitas di perbatasan disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat akan migrasi yang aman, kurangnya pengamanan dan kepastian petugas dan adanya oknum petugas yang membantu penyelundupan Pekerja Migran Indonesia secara ilegal,” jelas Machfud.
Data dan fakta yang disampaikan Menkopolhukam dalam diskusi publik Senin, 6 April di Batam mendapat atensi dan mendorong Komisi Nasional Perlindungan Anak untuk menindaklanjuti data kasus penyelundupan anak dengan Kementerian Pembedayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Mengingat kasud TPPO ini merupakan tindak pidana khusus dan merupakam tragedi atas kemanusiaan dan disamping Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB dan Asean melalui UU No. 5 tahun 2009 dan UU No. 12 Tahun 2017 tentang TPPO atas kasus ini, Komnas Perlindungan Anak yang diberi mandat, tugas dan fungsi untuk memberikan pembelaan dan Perlindungan Anak di Indonesia.
Mendesak kehadiran pemerintah dan negara untuk melakukan pencegahan terhadap penyelundupan Pekerka Migran Indonesia dan menyelamatkan ansk-snak sebagai korban, demikian disampaikan Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait dalam ketetangan persnya yang dikiirimkan melalui jaringan media sosialnya di Jakarta Sabtu 08/04.
Menindaklanjuti data dan fakta kasus TPPO. yang disampaikan Menko Polhukam pada Diskusi Publik di Batam, sesuai dengan peran dan tugasnya. “Komisi Nasional Perlindungan Anak akan melakukan kordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) untuk membentuk Tim Litigasi dan Advokasi Untuk Perlindungan Anak korban TPPO dengan melibatkan kehadiran pemerintah daerah dan segenap kantor perwakilan Komnas Perlindungan di setiap kantor di Kota, Kabupaten dan provinsi. Demikian juga melibatkan alim ulama MUI dan dewan gereja,” desak Arist.