Dua Kakak-Adik Trauma Berat Korban Kejahatan Seksual
Notice: Undefined index: margin_above in /home/suaratap/public_html/wp-content/plugins/ultimate-social-media-icons/libs/controllers/sfsiocns_OnPosts.php on line 652
Notice: Undefined index: margin_below in /home/suaratap/public_html/wp-content/plugins/ultimate-social-media-icons/libs/controllers/sfsiocns_OnPosts.php on line 653
Suaratapian.com JAKARTA-Setelah membaca kronologi kejadian yang dilakukan pelaku terhadap dua korban telah memenuhi unsur-unsur tindak pidananya, Komnas Perlindungan Anak mendukung secara penuh Polres Kabupaten Timor Timur Selatan untuk tidak ragu-ragu menerapkan UU RI Nomor 17 Tahun 2016. “Penyelesaian kasus penyekapan diikuti dengan tindak pidana kejahatan seksual terhadap dua anak kakak beradik, ini harus didekati dengan tindak pidana luar biasa sehingga Jaksa Penuntut Umun (JPU) dapat menuntut pelaku dengan ancaman hukuman maksimal, kedua korban saat ini mengalani trauma berat dan memerlukan pendampingan psikologis,” demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua umum Komnas Perlindungan Anak dalam keterangan persnya yang disampaikan kepada sejumlah media di kantornya di bilangan Jakarta Timur, Kamis, (6/5/21).
Arist, dalam keterangan persnya, menyampaikan apresiasi dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Polres TTS dan jajaran reskrimumnya atas kerja cepat mengungkap tabir penyekapan dan kejahatan seksual terhadap dua anak malang itu. Peristiwa malang itu bermula pada, Senin 26 April 2021 sore sekitar pukul 12.30 WITA, saat itu bersama adik sepupunya MT pergi ke kali yang berbatasan dengan desa Tuapukan untuk mandi.
Seusai mandi, keduanya bergegas pulang ke rumah. Di tengah jalan dia dan adik sepupunya bertemu dengan pelaku. Pelaku lalu mengajak keduanya untuk ikut ke rumahnya namun ditolak oleh korban. Lantaran ditolak, pelaku pun marah, pelaku kemudian mengeluarkan pisau dan mengancam keduanya agar ikut bersama pelaku ke rumahnya, mereka lalu berboncengan motor pelaku.
Namun, tidak hanya disekap kedua anak tersebut juga diancam akan dibunuh jika tidak melayani nafsu bejat pelaku, bahkan dipaksa melayani nafsu bejat DB sebanyak tiga kali selama disekap. “Kami sudah di perjalanan pulang ketemu pelaku, laku ajak kami ikut dia ke rumahnya, tapi kami tolak, terus pelaku kasih keluar pisau, ancam mau bunuh kami. Kami pun akhirnya ikut.”
Kemudian menyekap bersama adik di sebuah kamar dengan sebilah pisau pelaku terus mengancam keduanya untuk memuaskan nafsunya. Jika menolak keduanya akan dibunuh. Tidak ingin adiknya diperkosa RT pun berusaha menyelamatkan sang adik dengan menghalangi pelaku, dirinya pun meminta untuk tak menyentuh tubuh dan adik karena masih kecil dan masih sekolah pula. Masih dibawa ancaman pisau dari pelaku, pun terpaksa melayani nafsu bejat pelaku yang sudah tak terbendung.
Guna menyelamatkan sang adik, “Saya kasihan adik saya dia masih kecil masih sekolah, makanya saya minta pelaku jangan sentuh dia biar saya saja. Karena takut akan dibunuh, akhirnya saya terpaksa melayani pelaku dan selama disekap oleh pelaku, korban terpaksa memuaskan nafsu pelakunya sebanyak tiga kali yakni pada Senin, Selasa dan juga Rabu. Untuk memuluskan niat jahatnya pelaku selalu mengancam korban sebelum menyetubuhinya. Korban dan adiknya baru dilepas pada hari Jumat sekitar pukul tiga dini hari.
Sebelum meninggalkan korban dan adiknya pulang, pelaku masih mengancam akan membunuhnya jika kejadian itu diceritakan kepada keluarganya. Tak hanya mengancam korban, pelaku juga mengancam akan membunuh keluarga korban jika kejadian itu dilaporkan. “Hari Jumat pagi baru pelaku lepas kami, tapi dia mau bunuh kami kalau lapor kejadian tersebut,” kata RT.
Atas peristiwa ini, Komnas Perlindungan Anak segera membentuk Tim Litigasi dan Rehabilitasi Sosial Anak untuk mengawal proses hukum dan proses pemulihan sosial bagi korban dengan melibatkan lembaga sosial gereja maupun Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di TTS dan Dinas PPPA TTS,” imbuh Arist. (HM)