Pdt. Danny Soepangat: Belajar Dari Syaykh Setiap Ide Muncul Terlebih Dahulu Dilakukan Penghitungan, Penelitian dan Pengkajian Mendalam
suaratapian.com-Pensantren Al Zaytun dibawah pimpinan Syaykh Panji Gumilang terus menyemangati dan melahirkan pikiran-pikiran bernas untuk terus berimajinasi dan bermimpin besar demi untuk Indonesia. Tentu, bukan sekedar bermimpi, tetapi pemimpi yang berimajinasi dan berani mewujudkannya. Sejak berdiri 25 Tahun lalu, Al Zaytun terus merjibun gagasan dan pemikiran. Dimulai dari membangun pendidikan berbasis sumberdaya manusia yang mumpuni, lalu memunculkan spirit wirausaha dengan ide ekonomi hijau, dan terayal menluncurkan dua kapal kayu besar penangkap ikan pertama di Indonesia. Peluncuran kapal milik pondok Pesantren Al Zaytun, pada 28 Agustus 2024 di galangan kapal tradisionalnya senidiri di Desa Eretan Kulon, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu. Peluncuran Kapal LKM K-01 Gunung Surowiti pertama, dan menyusul pelucuran LKM K-02KM Gunung Pulosari beberapa hari kemudian.
Bagi Pendeta Danny Soepangat, hamba Tuhan yang kerap berkunjung ke Al Zaytun dan berkali-kali didaulat memberi sambutan, bahwa, ide besar Syaykh Paji Gumilang “1000 Tahun Indonesia” adalah spirit besar untuk mempersatukan tanpa membedakan suku, ras, budaya dan agama untuk demi membangun Indonesia Raya. Bagi, Leader at Hope Network Jakarta ini, sebagai hamba Tuhan, Pendeta Danny rindu orang-orang Kristen Indonesia punya visi seperti Syaykh Panjing Gumilang.
“Secara industri ini adalah pertama kali industri kapal kayu sebesar ini, kapal-kapal kayu banyak, tetapi yang besarnya seperti ini baru pertama kali di Indonesia, dan yang kedua istimewanya adalah Syaykh ini punya visi,” ujar pedenta lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB), ini.
Bagi Pendeta Danny, ada tiga visi Syaykh Al Zaytun. Pertama tentang pendidikan, membangun manusia unggul. Kedua, ekonomi hijau dengan membangun pertanian yang terpadu, bahkan sekarang pertaniannya semua sudah organic. Ketiga ekonomi blue atau ekonomi biru untuk menguasai seluruh lautan Indonesia.
Nah, bagi Pendeta Danny, visi Syaykh Al Zaytun itu mengingatnya kita bahwa dulu memang Nusantara Negeri Bahari. “Sebagai negeri maritim kita selama ini kurang memanfaatkan laut. Kita sekarang kita belajar dari pesantren Al Zaytun dengan Syaykh Panji Gumilang, bagaimana memanfaatkan laut dengan membuat kapal, mendapatkan ikan berkualitas,” ujar gembala Gereja Pasundan Menyembah, ini.
Pengalaman Pendeta Danny memang telah banyak wawasan melihat dunia, utamanya melihat kemajuan yang ditorehkan Israel karena kemajuan teknologi. Tanah tadus mereka ceplak menjadi tanah subur. Bagi pendeta yang sudah sering ke Israel melihat musim semi di Gunung Hermon, atau menyaksikan turun salju, Guide Bishara, naik ke Puncak Gunung Hermon hanya pakai jaket tipis.
Pendeta Danny juga sudah terbiasa mempesentasikan Napak Tilas Perjalanan Abraham, Ishak, Yakub, Bangsa Israel dan Tabut Perjanjian Allah dan Pelayanan Tuhan Yesus, dan dengan banyak destinasi baru di Mesir, Israel, Palestina dan Jordania sudah terbiasa dilaluinya.
Maka, pertanyaan, apa yang harus kita pelajari dari memanfaatkan laut, sebagaimana Israel? Dia mengatakan, perlu mengikuti step by step Al Zaytun. Vision step pertama adalah membangun manusia yang cerdas, tetapi juga toleran untuk kesetaraan. Perlu kesehatan maka di situ tentu diperlukan gizi yang tinggi. “Jikalau Anda jalan-jalan ke Al Zaytun itu nasinya itu nasi istimewa, kemudian mereka itu satu hari itu bisa potong 300 kilo ikan tuna belum lagi 300 kilo ayam. Jadi gizinya luar biasa tinggi,” ujarnya.
Karena itu, menurutnya agar sehat kita membutuhkan ikan yang cukup tinggi. Nyatanya selama ini tidak bisa dipenuhi nelayan Indonesia, Al Zaytun tak mengutuki kegelapan namun tampil baj lilin di kegelapan, maka Al Zaytun mencari solusi, diperlukan kapal yang kapasitasnya besar untuk bisa menangkap ikan-ikan besar, dan ini juga bisa melawan para penangkap ikan dari luar, yang mereka sering meyeludup masuk ke laut Indonesia, dan tahu-tahu kita sudah kehilangan banyak sumber daya ikan. “Ikan-ikan tuna ini ada di laut dalam. Adanya di daerah Halmahera laut-laut Maluku sana maka perlu kapal yang besar.”
Di sini Syaykh memiliki pemikiran yang bernas dan cersas, karena itu Pendeta Danny belajar dari Syaykh, bahwa setiap ide muncul terlebih dahulu dibuat penelitian, pengkajian sampai dalam sekali, sampai dibuat replika kapal. “Jikalau Anda pergi ke Al Zaytun di kampus itu ada replika kapal-kapal yang dibuat, yang membangun murid-muridnya. Jadi para santri ini semua diajari juga teknologi. Kapal yang dibangun semua oleh warga Al Zaytun. Ini keren. Al Zaytun betul-betul hadir bukan untuk dirinya tetapi untuk bangsa Indonesia.”
Pendeta kelahiran Bandung. Lahir dan dibesarkan di Roemah Kentang 1908 (RK 1908) di Jalan Banda No. 18 Bandung, menyebut, bahwa kapal Al Zaytun ini memang disiapkan untuk bisa menarik ikan-ikan yang kualitas tinggi, seperti ikan tuna, ikan tenggiri dan ikan-ikan yang kandungan omeganya tinggi.
“Topo Broto” berdiam diri
Lalu ditanya, bagaimana kita meniru visi Syaykh Al Zaytun, itu. Bagi Pendeta Danny, Syaykh ini kan kalau istilahnya di penjara 351 hari tapi buat dia namanya “Topo Broto” berdiam diri ini seperti Yusuf ketika dia dipenjara dapat visi, mimpi dan ketika itu raja Firaun mimpi sesuatu yang kemudian Yusuf bisa menjelaskannya, bahwa akan ada 7 tahun kelimpahan dan akan ada 7 tahun kelaparan, maka dibuat strategi untuk masa kelimpahan dibuat lumbung-lumbung Yusuf.
“Syaykh sudah membuat lumbung Yusuf ini satu tahun itu bisa 1000 ton gabah yang bisa diolah dan mencukupi kebutuhan pesantren untuk selama 18 bulan. Nah sekarang bagaimana dengan ikan? Sebetulnya yang dibangun di Al Zaytun ini adalah Indonesia Mini. Iya yang mana nanti dari sini bisa dicopy paste bisa diduplikasi menjadi yang besar. Jadi terbaik bagaimana memenuhi kebutuhan di dalam internal dulu, kemudian kebutuhan satu Kabupaten Indramayu kemudian akhirnya seluruh Indonesia,” ujarnya.
Alih-alih pesantren Al Zaytun maju karena memiliki teknologi, financial technology yaitu teknologi keuangan yang jarang dimiliki oleh banyak orang. “Al Zaytun punya sumber-sumber dana yang terbatas, tetapi bisa diputar, dijadikan satu modal usaha yang memberikan keuntungan berlipat-lipat ganda. Bayangkan ini kan dana pendidikan, tetapi bisa sementara dijadikan dana industri,” ujar Pendeta Danny.
Tambahnya, biaya pembuatan kapal puluhan miliar. “Harus balik modal dong, kan, dan kedua juga untuk membangun berikutnya. Maka dengan membangun yang besar ini, sekali panen ini didesain kalau saya enggak salah selama 2 bulan sampai 3 bulan di laut sehingga nanti pulang bisa langsung jual. Kapasitas pendinginnya bisa sampai 100 ton ikan tuna,” ujarnya, sembari menutup, bahwa sebetulnya manusia diciptakan segambar dan serupa denganNya. Artinya, manusia diberi kemampuan, punya ide, punya impian yang besar. Maka yang terpenting dari itu digali dan diwujudkan jadi karya besar, sebagaimana Syaykh Al Zaytun melakukan dan membuktikan.