Pidato dan Manifesto Kebudayaan; Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional BATAK CENTER

Horas, Mejuahjuah, Njuahjuah..!!!

Bapak, Ibu dan Saudara yang kami hormati, para Pengurus BATAK CENTER dan Tamu Undangan, baik yang hadir phisik disini maupun melalui zoom. Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas anugerah-NYA kita masih dapat bertemu hari ini, pada usia ke-6 tahun BATAK CENTER yang lahir pada 18 Agustus 2018 lalu.

Kita baru saja merayakan HUT kemerdekaan negara kita yang ke-79, pada 17 Agustus 2024 lalu.  Hanya 21 tahun lagi kita mencapai Indonesia Emas 2045, bertepatan dengan 100 tahun kemerdekaan usia kemerdekaan Republik Indonesia.

Apabila kita runut kembali sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, maka satu momentum penting untuk mencapai kemerdekaan itu adalah dilaksanakannya Kongres Pemuda II pada tanggal 28 Oktober 1928  di Batavia (Jakarta). Pada momentum ini, para pemuda pemudi kaum intelektual muda dari berbagai daerah dan suku bangsa yang beragam berkumpul dan menyatakan kebulatan tekad bersama untuk memajukan paham persatuan dan kebangsaan, dan mempercepat hubungan antara semua perkumpulan kebangsaan dalam semangat ‘ke-Indonesia-an’ melalui ikrar Sumpah Pemuda, yang berbunyi:

Pertama: Kami Putera dan Puteri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia;

Kedua: Kami Putera dan Puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia;

Ketiga: Kami Putera dan Puteri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Sumpah Pemuda merupakan titik tolak munculnya kesadaran akan pentingnya persatuan dan kesatuan di antara keberagaman yang ada dalam mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Persatuan dan kesatuan tersebut tentunya lahir bukan dalam rangka memberangus keberagaman yang ada sebagai entitas-entitas yang melahirkan bangsa Indonesia. Sebagaimana motto kita “Bhinneka Tunggal Ika,” berbeda tetapi tetap satu. Oleh karenanya harus dipahami bahwa memajukan Indonesia sama halnya memajukan kemajemukan yang ada, bukan memberangusnya. 

Ketua Umum DPN BATAK CENTER, Ir. SM Tampubolon; Menyampaikan Manifesto Kebudayaan, Demi Budaya Batak

BATAK CENTER menyadari bahwa situasi kebangsaan dalam beberapa waktu belakangan ini sedang menghadapi cobaan-cobaan. Pancasila tidak lagi menjadi sumber dari segala sumber hukum dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Sosial budaya masyarakat yang terbentuk pasca reformasi dan amandemen UUD 1945 mengarah kepada masyarakat individualistik dan dipraktikkan dalam sistem pemilihan kepemimpinan di tingkat nasional dan daerah dalam sistem pemilihan langsung yang justru menguatkan sistem oligarki. Kemajemukan bangsa yang dianugerahkan Tuhan sebagai rahmat sebagaimana menjadi dasar kesepakatan intelektual muda ketika itu, tidak lagi dimaknai sebagai potensi bangsa, tetapi menjadi sumber konflik yang merusak keharmonisan sosial. Kita masih berada pada posisi, masing-masing entitas bertanding memperebutkan diri siapa yang menjadi nomor satu. Kita belum sampai pada pemahaman mari berlomba untuk mengangkat harkat bangsa dan negara menjadi Indonesia Maju dan sejajar dengan negara maju lainnya di dunia.

Di sisi lain perkembangan peradaban dunia melalui perangkat teknologi digital 4.0 dengan leluasa masuk dan mempengaruhi gaya hidup masyarakat. Sasaran utamanya adalah generasi muda, yang berdampak pada perubahan gaya hidup, tata nilai dan budaya masyarakat serta dapat merongrong persatuan dan kesatuan bangsa dengan bebasnya masuk ideologi dan kepentingan asing melalui perkembangan teknologi dimaksud. Tentu tidak serta merta kebudayaan asing berdampak negatif. Tentu yang positif dapat kita praktikkan dan hal-hal negatif dapat kita tinggalkan dengan tetap mengacu pada karakter dan budaya bangsa yang beraneka ragam dan lestari.

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

one × two =