Prof Dr Jamin Ginting: Jika Penegakan Hukum Dilakukan Sewenang-wenang Melanggar Prosedur Maka Penegakan Hukum yang Dimaksud Batal Demi Hukum

Suaratapian.com-Kesewenang-wenangan dilakukan Polisi Bandara Soetta terhadap GS, dituduh memesan Narkotika bahkan disebut pengedar. Lalu GS ditangkap dan ditahan baru diberitahu kepada keluarga. Atas hal itu dilakukan pemohon Praperadilan oleh karena GS ditangkap, ditahan dan diinjak-injak, disetrum, dipukul dan diinjak-injak tanpa ada barang bukti, dan tanpa prosedur yang benar. Hal itulah muncul di Praperadilan Atas Pemohon GS, pada sidang mendengar saksi dan saksi ahli, pada Kamis, 7 Maret 2024. Bertempat di Ruang Sidang Pengadilan Negeri Tangerang. “GS tidak bersalah, baru setelah di Kantor Polres Bandara Soetta diberikan dia barang buktinya. Apa alasannya di Bandara Soetta diberikan barang bukti, sedangkan ditangkap sudah di Karawang, dipukuli di jalan, disetrum, diinjak-injak dan seterusnya,” ujar Kamaruddin Simanjuntak penasihat hukum GS.

Penegakan hukum yang dilakukan tanpa aturan yang benar. GS sudah ditahan 3 hari ditahan, sudah dikenakan pakaian tahanan, kok baru mendatangani lagi surat izin pengeledahan. “Itu namanya ke bohong kebohongan, baru diberikan surat permohonan izin penggeledahan tanggal 24 November padahal sudah ditangkap 19 November. Itu namanya bohong-bohongan. Apa tujuan penggeledahan? lya kan dari BAP yang tadi ditunjukkan lya dari BAP polisi,” jelas Kamaruddin setelah sidang selesai.

Kamaruddin Simanjuntak; Dituduh Pengedar Ganja Ditahan dan Diinjakinjak, Disetrum Tanpa Barang Bukti

Satu hal lagi, orang telah ditersangkakan ketika di BAP tak didampingi pengacara. Dalam sidang tersebut pun termohon, dalam hal ini pihak Polisi Bandara Soetta mempertanyakan kepada saksi ahli untuk apa dilakukan? Jawaban Prof Dr Jamin Ginting sebagai ahli hukum pidana tegas mengatakan, saat seseorang tersangka diBAP mesti didampingi penasihat hukum. Nyatanya tidak ada penasihat hukum saat GS di BAP.

Atas kekeliruan itu, kemudian di BAP ulang, Kamaruddin mendampingi kliennya, keterangannya jelas berbeda sekali dari BAP sebelumnya, “yang saya dampingi dengan tidak didampingi, tetapi saat ada kuasa hukumnya ada beda keterangannya. Berarti sah dong dilapor juga ke Propam, ke Kapolri dan ke Wakassidik oleh keluarga. Ada hasilnya, itu kemudian digelar perkara di Polresta Bandara Soetta.”

Oleh karena itu, lanjut Kamaruddin harapannya permohonan Praperadilan ini harus berhasil. “Jikalau tidak berhasil lagi Praperadilan seperti ini, yang Praperadilan bagaimana lagi yang berhasil? Percuma Praperadilan digelar begitu kalau tidak berhasil, yang seperti ini gitu loh disebutkan dari dari saksi ahli yang saya kutip tadi, bahwa Praperadilan ini harus dihormati.”

Lalu, pernyataan polisi yang menyebut GS melarikan diri? “Tak benar itu. Saya sudah berikan surat terhitung tanggal 20 Januari tersangka, tidak akan datang ke hadapan penyidik karena menempuh upaya Praperadilan sebagaimana pasal 77 dan undang-undang nomor 21 dan saya sudah berikan surat pemberitahuan upaya Praperadilan, namun dia mengatakan salah. Dia dong yang salah. Sudah saya kasih tahu kok apa sih fungsi Catur Wangsa Penegakan Hukum; Polisi, Jaksa, Hakim dan Advokat? Sama kedudukannya.”

Lebih lanjut Kamaruddin mengatakan, berarti kalau jawaban dari mereka tidak tahu, sudah saya kasih tahu. Enggak tahu, berarti enggak dibaca. Sudah saya kasih tahu, ujar Kamaruddin menjelaskan kesetaraan antar penegak hukum.

Sementara terkait pertanyaan polisi di Sidang Praperadilan yang mempertanyakan, sudah tahu dianiaya, mengapa tidak melapor kekerasan ini ke polisi? Sesungguhnya jawaban tegas datang dari saksi ahli Prof Dr Jamin Ginting menyebut, “dari logika dan nalar masyarakat tak akan mungkin melapor ke polisi lagi, sebab yang melakukan kekerasan polisi. Di mulut gampang mengucapkan, lapor ke polisi tetapi praktiknya tidak bisa karena yang diduga melakukan kekerasan polisi. Maka yang tepat memang di laporkan ke pimpinan atau Propam, polisinya polisi,” ujar Prof Jamin.

Dia juga menyebut, jika penegakan hukum dilakukan dengan sewenang-wenang, dalam hal ini dilakukan Polisi Bandara Soetta, melanggar prosedur, misalnya jika benar ada kekerasan, bahkan distrom dan melakukan kekerasan lain, maka penegakan hukum yang dimaksud tersebut batal demi hukum. “Jika penegakan hukum yang dilakukan dengan melanggar hukum maka penegakan hukum yang dimaksud batal demi hukum.”

Prof.Dr.Jamin Ginting; Logika, Korban Tak Mungkin Lapor Polisi Jika Polisi yang Melakukan Kekerasan

Hal itu juga dipertegas Kamaruddin, ketika GS ditangkap, kemudian diketahui mengalami penganiayaan. “Kami melakukan pelaporan karena ada kekerasan, namun pihak sebelah mengatakan,  mengapa enggak buat LP, termasuk dari Kanit tanyakan. Kamaruddin mengibaratkan kepada wartawan, “Kau sebagai penyidik, kau tangkap saya, kau pukulin, saya, kau setrum, saya injak. Orang yang telah dipukuli dan ditahan bisakah bikin LP, bisa enggak? Tentu tidak bisa. Oleh karena itu, saya jawab tidak bisa, bagaimana cara orangnya ditahan kok. Mengerti sudah? Mengerti belum? Bagaimana cara kamu pertanyaan ini? Makanya kata ahli, itu tidak mungkin, walaupun di mulut gampang mengucapkan tapi praktiknya tidak bisa.

Lalu, ditanya bagaimana pernyataan polisi soal panggilan pertama dan kedua yang tak dihadiri GS? Kamaruddin dengan tegas mengatakan, orangtuanya menghalangi jemput paksa itu dalam rangka melindungi,  bahwa itu kasih sayang sebagai ayah, melindungi anaknya yang sudah diketahui dikriminalisasi, penetapannya tersangka melanggar prosedur.  “Saya tadi sudah katakan telah kirim surat  ke Kapolres Bandara Soetta agar dihormati upaya Praperadilan, agar surat panggilan ditangguhkan menunggu selesai Praperadilan.”

Herannya, pihak polisi Bandara Soetta justru berilusi meningkatkan panggilan menjadi daftar pencarian orang (DPO) dan disebut melarikan diri. “Sudah saya bilang tidak melarikan diri, dia ada di rumah orangtuanya, orangtuanya berhak melindungi anaknya. Sudah saya kirim surat alasan klien kami tak bisa memenuhi panggilan karena proses Praperadilan.”

Kentara tak terlihat upaya polisi menghormati penegak hukum lain sebagai dalam Catur Wangsa penegak hukum, Polisi, Jaksa, Hakim dan Advokat itu setara.  Praperadilan diajukan tanggal 24 Januari, dan pihak pengacara menyerahkan surat ke Kapolres Bandara Soetta memberitahu Praperadialn tanggal, 30 Januari 2024. Herannya polisi tanggal 5 Feberuari 2024 ke rumah Heber Simbolon untuk jemput paksa GS, karena tidak bisa, sehari kemudian, tanggal 6 Feberuari keluar DPO. Disini terlihat jelas polisi tak menghormati proses hukum yang sedang berlangsung. (Hojot Marluga)

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

9 − 1 =