Ronald: “Perpu tentang Perlindungan Umat Bergama Perlu Dibuat”
Menurutnya, permasalahan kita selama ini pasal 28 itu tidak dijadikan acuan Undang-Undang dalam pelaksanaan konsitusi, mestinya ada Undang-Undang Pelindungan Terhadap Umat Beragama, bukan Undang-Undang Kerukunan Umat Beragama. “Menyelenggarakan dan menjalankan ibadah itu juga tak bisa lepas dari ibadah,” ujarnya. Oleh karena itu, menurut Ronald, teknisnya harus diatur, dibuat berupa Undang-Undang.
“Permasalahan kita sekarang ini ada gep, tidak ada Undang-Undang padahal sudah diatur dalam konsitusi. Atas hal itulah dibuat Perber. Karenanya perlu lagi dibuat pertemuan dengan tokoh-tokoh agama, dibuat kesepakatan bagaimana teknisnya untuk mempormulasikan mendirikan rumah ibadah, agar ini jangan nantinya menjadi konflik di lapangan.”
Ronald menambahkan, permasalahan kita sekarang tak ada Undang-Undang yang mengantur pelindungan umat beragama. Sebagaimana gereja yang di Karimun, sudah berdiri 92 tahun lalu tetapi didemo, padahal itu hanya untuk renovasi, bahkan gereja itu sudah dianggap cagar budaya. Harusnya masalah seperti itu adalah simbol keberagaman yang juga mesti menjadi tanggung jawab pemerintah setempat.
Lalu, terhadap adanya kelompok yang meminta Perber itu dicabut, menurut Ronald tak tepat. “Saya kurang sepakat itu dicabut, justru kalau itu dicabut ada kekosongan hukum, dan akan ada potensi timbul banyak masalah. Orang akan sewenang-wenang oleh karena tak ada role yang mengatur,” ujarnya. “Tentu, jika disempurnakan iya, saya
setuju. Yang paling baik menurut saya presiden harus mengambil langkah tegas, dibuat saja Perpu tentang Perlindungan Umat Bergama, kalau bukan Perpu dibuat Peraturan Pemerintah, dalam hal ini presiden. Jadi Perpu itu bukan lagi seperti yang ada dalam SKB atau Perber yang sekarang.
Salah satu yang memberatkan menurut Ronald, misalnya persyaratan 60 dan 90, enam puluh orang tanda tangan dari warga di lingkungan rumah ibadah itu berada, dan 90 orang persetujuan dari anggota tempat ibadah tersebut. “Inilah yang membuat kita selama ini terkotak-kotak. Faktanya selama ini sulit mencari orang untuk memberikan rekomendasi,” ujarnya. (HM)