Suka Membaca, Suka Menulis
oleh: Hojot Marluga
Suka membaca, suka menulis paling tidak itu adagium yang saya pegang setelah menetapkan diri jadi penulis. Pengalaman saya, ada orang yang menyebut diri penulis, tetapi tidak suka baca. Jelas, kalau orang yang tidak suka membaca lalu menyebut diri penulis, maka pada waktunya semangatnya menulis akan berhenti, atau tulisannya kering. Kalau begitu, adakah orang yang suka membaca tidak suka menulis? Saya kira itu amat jarang ada. Mesti diakui menulis berkarakter itu butuh proses. Tak mungkin seorang penulis lahir hanya dibentuk setahun atau dua tahun.
Artinya, jangan terlalu bangga hanya mengikuti beberapa pelatihan menulis sudah merasa seorang penulis. Penulis harus terus bertumbuh. Stop membaca, stop menulis. Membaca itu luas artinya. Selain membaca buku-buku yang berkualitas tentu membaca berbagai hal, kejadian di sekitarnya. Membaca itu bisa dengan melihat pengalaman-pengalaman orang lain.Pengalaman saya, ada orang yang baru menulis satu buku sudah berkoar-koar. Menulis baru satu buku belumlah terbilang penulis, mesti dibuktikan dengan karya-karya tulisan yang lain.
Maka pertanyaan lanjutan bagi seorang yang menulis, bukan saja apa saja yang sudah dia tulis tetapi apa lagi yang hendak dia tulis? Itu menjadi pertanyaan menarik sekaligus menggugah sang penulis untuk terus produktif. Kembali pada kesukaan membaca, jadi penulis mau-tidak-mau-harus banyak membaca. Dari membaca itulah dia belajar. Anehlah rasanya jikalau ada seorang mengaku penulis tak suka membaca. Apa yang bisa ditulis jika tak membaca? Menulis itu berbagi. Apa yang dibagi kalau tak punya untuk dibagi? Ia butuh reverensi yang berjubel, hal itu bisa didapat lewat kesukaan membaca tadi.
Alih-alih menulis ibarat bayi yang bertumbuh; belajar merangkak, belajar berjalan, dan mulai berbicara. Si bayi memulai dengan meniru suara-suara ibu-bapaknya, maka muncul pertama kata-kata mama dan papa. Bayi bisa berbicara karena mendengar. Analogi ini dalam menulis, seseorang bisa menulis karena sering membaca. Membaca dan menulis ibarat pasangan yang tak boleh dipisah. Jadi jelas orang yang suka membaca biasanya suka menulis. Menulis adalah salah satu kemampuan komunikasi.
Pada kemampuan komunikasi itu, puncaknya yang menulis kemudian cakap berbicara. Dari suka mendengar, akhirnya suka berbicara. Suka membaca akhirnya ahli menulis boleh dibolak-balik.Karena itu, untuk memperoleh kemampuan komunikasi itu semua dimulai sejak kecil. Seorang anak harus didorong pada minat membaca sedari kecil. Kesukaan itu ditanamkan agar nantinya dia suka membaca. Bukan lagi hanya karena hobi dan kesenangan belaka, dan bukan pula karena unsur terpaksa.
Mendengar, membaca, melihat, merasakan dengan semua panca indera itu adalah beberapa rentetan untuk belajar komunikasi. Lagi, seseorang berbicara bisa dari sumber yang diolah oleh panca indera. Sebagaimana seorang bayi tadi, tidak mungkin langsung bisa bertumbuh dewasa tanpa berlahan belajar telaten. Tak mungkin seorang yang belajar menulis langsung jadi penulis. Ala bisa karena biasa, begitulah ungkapan bijak yang kebenarannya bisa dibuktikan dengan latihan terus-menerus. Bagimana seseorang bisa terbentuk menjadi penulis; punya gaya tulisan, tata bahasa yang runtut, alur cerita yang tertata sebelum punya reputasi?
Lagi, kesukaan membaca itu banyak gunanya. Saya sendiri sudah lama menetapkan diri membuat jadwal harian, membaca 2-4 jam per hari, atau 2-3 buku saya baca tuntas tiap seminggu. Ternyata dari berbagai laporan menyebutkan bahwa manfaat membaca memiliki berbagai manfaat: Dari membaca kita akan terlatih punya kemampuan berpikir kritis, karena menulis sudah tentu menggunakan pikiran.
Pikiran ibarat pedang. Pedang, semakin diasah akan semakin tajam, namun kebalikannya jika tak diasah akan tumpul. Pertanyaan, kalau pedang diasah terus-menerus apakah pedang itu digunakan. Sayang sudah diasah tak digunakan. Kalau terbiasa membaca, apakah sudah ditindaklanjuti dengan menulis? Sayang, sudah membaca banyak buku tetapi tak menulis. Membaca alat yang efektif untuk mengasah pikiran. Lalu, dengan kesukaan membaca tadi akan juga membawa pemahaman baru.
Makin banyak dikecap, makin banyak dirasakan. Makin banyak dibaca makin banyak informasi yang diketahui. Asal suka belajar, berarti suka membaca. Pikiran sederhananya, tak mungkin orang yang mau belajar tak suka membaca. Karena dengan kesukaan membaca itu membawa cakrawala baru.Lewat pemikiran yang luwes, seseorang akan percaya diri menulis. Asal menulis “otoritatif” bahwa yang ditulis itu diketahui, yang diketahui itu yang ditulis. Itu semua bisa karena kebiasaan membaca dan menulis tadi.
Lagi-lagi membacalah yang mengasah kemampuan menulis. Kelak, pada puncaknya kesukaan membaca dan menulis itulah yang menaikan pada satu level, suka berbagi. Membaca dan menulis mendukung kemampuan berbicara. Membaca hal lain, tetapi rentetannya menulis. Menulis hal lain, tetapi rentetannya suka berbicara. Kesukaan menulis itu darinya lahir kemampuan verbal. Dari menulis muncul kreativitas, kemampuan verbal. Akhirnya, membaca buku merupakan kegiatan yang membawa banyak kemanfaatan. Dan, sudah bukan rahasia pula bahwa salah satu manfaat membaca, membuat kita menjadi kaya pengetahuan, mampu menulis.