Tega Ayah Kandung Me-Rudapaksa Tiga Anak Balitanya di Medan

Suaratapian.om JAKARTA-Tiga orang anak Balita berusia dua bulan hingga 5 tahun, korban rudapaksa (rudapaksa sama dengan dipaksa, diperkosa) berulang dari orangtua kandungnya warga Medan Labuhan, Sumatera Utara, dan mendapat atensi serius dari Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait. Anak SiantarMen yang kerap berciri rambut putih kuncir ini mendesak Polsek Medan Labuhan  untuk segera menangkap dan menahan orangtua korban untuk dimintai pertanggungjawaban hukum atas perbuatan yang menjijikkan itu. “Ironi memang, sampai saat ini pelaku masih tetap serumah dengan korban sehingga korban saat ini terus menerus dalam ketakutan sekalipun sudah dilaporkan kepada Polsek Medan Labuhan,” ujar Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak.

Menurutnya, informasi yang dikumpulkan tim terpadu  mengatakan, bahwa perbuatan keji sang ayah kepada kedua anaknya tertua pada suatu malam di tahun 2016. Salah seorang anaknya setiap malam menangis  menahan kesakitan setelah diperiksa ada lecet di dubur anaknya ternyata kedua anaknya mengalami hal yang sama.

Menurut, penuturan korban kepada sang ibu  bahwa anaknya telah dilecehkan kemudian istri pelaku memperingati suaminya namun suaminya tak mengubrisnya. “Saya sudah memperingati dia tak mengubris,” jelas Khairunnisa ibu kandung korban.

Selanjutnya, menurut ibu korban,  pelaku diduga telah melakukan perlakuan bejatnya bergilir kedua anaknya tiap malam. Kecurigaan ibu korban bahwa anak ketiga yang berumur 2 bulan juga turut dilecehkan dengan memasukkan jari-jari pelaku ke area sensitif anak perempuannya.

Mengingat kejahatan yang dilakukan orangtua korban ini merupakan tindak pidana luar biasa (extraordinary crime) apalagi dilakukan oleh orangtua kandung korban sendiri, maka pelaku dapat dihukum dengan hukuman pemberatan  berupa tambahan sepertiga dari pidana pokoknya. Dengan demikian, pelaku dapat dipidana penjara 20  tahun bahkan, sampai pada hukuman seumur hidup.

 “Demi kepastian hukum bagi korban, saya berharap Polsek Medan Labuhan tidak ragu menerapkan  UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang UU Nomor: 01 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman maksimal 20 tahun dan atau seumur hidup,” tegas Arist.

Sementara untuk pemulihan trauma psikologis dan pelayanan medis bagi tiga orang korban, Komnas Perlindungan Anak sebagai institusi independen di bidang Perlindungan Anak yang diberikan tugas dan fungsi untuk memberikan pembelaan dan perlindungan anak di Indonesia,  mengajak dan meminta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Dinas Kesehatan dan Sosial Kota Medan untuk segera membentuk tim terpadu guna memberikan layanan dan bantuan pemulihan terhadap korban. Dan untuk mengawal proses hukum atas kasus ini.

“Saya minta Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Sumut dan pegiat bantuan hukum bagi anak berkonflik dengan hukum juga membentuk Tim Advokasi dan Litigasi Anak Berhadapan dengan Hukum,” demikian disampaikan Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait kepada sejumlah media, Kamis (8/10/20).

Mengingat Kota Medan saat ini berada dalam situasi “zona merah” pelanggaran hak dasar anak terutama kejahatan seksual yang dilakukan orang per orang maupun bergerombol (gengRAPE) yang sudah masuk dalam kategori kejahatan luar biasa,  dimana angka kekerasan terus meningkat khususnya kekerasan seksual terhadap anak, dengan demikian, Komnas Perlindungan Anak mendesak pemerintah kota Medan dan sekitarnya untuk segera bergerak membangun gerakan Perlindungan Anak berbasis keluarga dan Kampung.

Oleh sebab itu, Komnas anak akan segera berkoordinasi dengan pemerintah daerah khususnya Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dinas Kesehatan, Dinas Sosial Kota Medan untuk membangun Gerakan Perlindungan Anak itu dan tak ada alasan untuk tak segera Membangun Aksi gerakan Perlindungan Anak. Jika kita ingin menyelamatkan anak-anak dari segala bentuk pelanggaran hak asasi anak.

Oleh sebab itu, tak berlebihann pilihlah pemimpin kota Medan di masa depan sebagai pemimpin yang peduli terhadap persoalan-persoalan anak yang terus mengancam kehidupan anak-anak di Kota Medan terlebih dalam situasi menghadapi pandemi Covid-19.  “Himbauan saya, tak ada alasan untuk tak menyelamatkan anak-anak dari segala bentuk eksploitasi, kekerasan, perbudakan seks, penelantaran,  diskriminasi dan pelakuan salah lainnyaya yang dihadapi anak kita saat ini,”ujarnya mengakhiri. (HM)

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

18 + 7 =