Jhonny Simanjuntak, S.H: Politisi Menampilkan Diri sebagai Pelayan

Suaratapian.com JAKARTA-Hidup yang tak pernah dievaluasi adalah hidup yang tak pantas dijalani. Kalimat itu dinarasikan Jhonny Simanjuntak mengacu ucapan Socrates yang dijuluki sebagai bapak filsafat menyebut, bahwa kehidupan yang tak teruji adalah kehidupan yang tidak bernilai. Bagi pria kelahiran, Medan, 6 Januari 1959 ini hidup harus diuji dan teruji. Hidup sebagai politisi dirinya sadar akan proses dan diuji. Bagi pria yang mengawali karier sebagai pengacara, yang tergabung di Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), ini memutuskan jadi politisi oleh karena melihat bahwa peran para politisi sangat sentral.

Sebab memang, banyak hal, aturan di masyarakat dibuat oleh proses politik, termasuk peraturan yang ada di daerah itu diputuskan oleh keputusan politik. Itu sebabnya, sejak kecil dirinya sudah tertarik jadi politisi. Atas niat dan cita-cita itu, bila membaca koran, dia selalu terus belajar untuk tahu banyak hal-hal yang terjadi. Alih-alih dia sangat kagum melihat mereka yang bekecimpung di politik. Atas hal itu, niat jadi politisi terus memotivasi dirinya sejak SMP. Karenanya, begitu dia lulus SMA Kesatria Medan, dia kuliah, dan menyelesaikan sarjana hukum dari Fakultas Hukum di Universitas Sumatera Utara.

Lalu berkarier jadi pengacara. Namun impian untuk jadi politisi itu kembali bergema. Lama jadi pengacara, akhirnya dirinya memilih jadi politisi, lalu bergabung dengan partai PDI Perjuangan. Di kepengurusan PDI Perjuangan di DKI Jakarta menjadi Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta. Namun kepiawaiannya berakrobat dalam gelanggang politik DKI Jakarta, mampu mengkapitalisasi kerinduan warga DKI Jakarta untuk keadilan dan kesejahteran kota. Atas hal itu dia terpilih menjadi wakil rakyat kedua periode di Provinsi DKI Jakarta.

Tentu keterpilihannya oleh karena memberi hati, melayani warga Jakarta sebagai wakilnya, sebagaimana ungkapan Charles de Gaulle, menyebut, “Untuk   menjadi tuan, politisi menampilkan diri seperti pelayan.” Itulah yang dilakukannya sebagai wakil rakyat. Memang tak mudah untuk menjadi politisi banyak ujian dan tangannya. Sempat menjadi Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPRD Provinsi DKI Jakarta. Baginya, pilihan menjadi politisi, hidup seperti pohon yang lebat buahnya. Hidup di tepi jalan dan dilempari dengan batu, tapi mesti membalas dengan buah. Itu tentu petuah bagi para politisi yang berani menerjukan diri jadi politisi.

Baginya mesti memberi hati, empati pada keadaan masyarakat sekitar. Untuk itu dia menggunakan managemen fokus, kerja fokus dan tindakan di lapangan. Misalnya, ketika ada korban kebakaran, di Kapuk Muara, dia tak berpangku tangan, tetapi terjun langsung untuk melihat dan mengalang bantuan dari berbagai kelompok. Sebagai wakil rakyat, dia datang untuk mengetahui keadaan yang sebenar-benarnya, apa yang dialami warga, dan mendengar aspirasi mereka.

“Sebagai wakil rakyat mesti mendengar permasalahan warga, itu sebagai perwujudan bahwa kita wakil rakyat, wajib mendengar aspirasi secara langsung dari warga untuk menyelesaikan segala permasalahan,” ujarnya. Sebagai anggota DPRD DKI Jakarta, dia turun melihat langsung permasalahan yang ada di tengah warga. Tentu, hal ini sebuah bentuk kepedulianny sebagai bagian dari tugas sebagai wakil rakyat. Itu sebab di masa-masa reses, waktu yang ada selalu dimanfaatkan untuk berjumpa dan menyapa warga, konsituennya.

Sebagai wakil rakyat, dirinya punya banyak pengalaman mendampingi warga untuk berjuang, dan selalu mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan. Contohnya saja. Dulu ketika Pemprov DKI ingin menggelar penertiban pemukiman di Kampung Pulo, dia tetap konsisten meminta ke Pemprov DKI pertimbangkan rasa kemanusiaan. Pun tatkala dia menjadi Ketua fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta, menyarankan Pemprov DKI Jakarta agar melakukan negoisasi ulang dengan warga Kampung Pulo, mengingat waktu itu besarnya perlawanan warga atas penertiban tersebut.

Jhonny mengusulkan melihat pengalaman renegoisasi penertiban yang pernah dilakukan oleh Joko Widodo ketika itu masih Gubernur DKI Jakarta. “Joko Widodo semasa menjabat gubernur selalu mengedepankan prinsip memanusiakan manusia, tak merugikan dan bisa diterima semua pihak. Dalam penegakan hukum haruslah diperhatikan juga rasa keadilan dan kemanusian, karena mereka juga bagian dari anak bangsa yang perlu dijaga dan dilindungi oleh negara.”

Bagi Jhonny, jika yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta dalam menyelesaikan masalah dengan pengerahan aparat, mermut adalah hal yang berlebihan dan jauh dari nilai-nilai Pancasila. “Prinsip musyawarah harus dikedepankan agar tak lagi terjadi benturan-benturan antara warga dengan Pemprov DKI Jakarta, dan melakukan musyawarah dengan melibatkan semua pihak agar rasa keadilan dan kemanusian dapat ditegakan. Bahwa pembangunan yang manusiawi sebagai pengamalan Pancasila.”

Kebulatan tekad

Dalam setiap sisi kehidupan, nyatanya dalam memperjuangkan perubahan, apapun itu, pasti ada pengorbanan. Tentu, jika kita memang ingin ada perubahan, pasti sadar ada pengorbanan, sebagai wakil rakyat, Jhonny tetap di jalur, berjuang untuk kesejahteran rakyat, dia selalu teringat dengan ucapan Soekarno, “Orang tidak bisa mengabdi kepada Tuhan dengan tidak mengabdi kepada sesama manusia. Tuhan bersemayam di gubuknya si miskin.” Karenanya, dalam mengarungi hidup, Jhonny selalu berdoa dan berusaha, selanjutnya biar tangan Tuhan yang bekerja, menuntunnya untuk berperan untuk membela hak masyarakat. “Sebab setiap masa ada manusianya, setiap manusia ada masanya,” ujar penganut Kristen Protestan, ini.

Artinya, Tuhan menciptakan bangsa untuk maju melawan kebohongan elit. Oleh karenanya, hanya bangsanya sendiri yang mampu merubah nasib negerinya sendiri. Tak ada perubahan jika bukan dirinya sendiri yang berusaha dan punya kemauan untuk mengubahnya. Bahkan, seseorang bisa menjadi pejabat, yang penting punya kemauan dan konsisten untuk mensejahterakan rakyat. Kebulatan tekad untuk mewujudkan Persatuan Indonesia tercermin dalam ikrar Sumpah Pemuda yang dipelopori oleh pemuda di masa lalu tetap terngiang di hati Jhonny, karenanya tetap konsisten berjuang untuk kesejahteraan rakyat. Maka bila melihat kepemimpinan sekarang, dia selalu katakan, DKI Jakarta ke depan butuh gubernur sekaliber Ali Sadikin.

Peduli vokasi

Sebagai wakil rakyat DKI Jakarta, dia juga peduli pendidikan di DKI Jakarta, peduli untuk kesejahteran warganya. Sekretaris Komisi E DPRD DKI Jakarta ini melihat tantangan ke depan utamanya di Jakarta oleh karena belum semua warganya bisa kuliah, karenanya sekolah kejuruan adalah lembaga tepat untuk mempersiapkan orang-orang muda, penduduk Jakarta untuk bisa berkontribusi bagi pembangunan. Alih-alih dirinya melihat lain, saat ini SMK masih dianaktirikan. Lulusan SMK banyak yang pengangguran. “Selama ini, kita masih menganaktirikan sekolah kejuruan,” ujar suami Lamour boru Lumban Gaol. Dari pernikahannya Tuhan anugerahi tiga orang anak; Sarma Winny Heidi Simanjuntak, SE, Barita Ayu Theressa Simanjuntak dan Yousef Rio Gunawan Simanjuntak.

“Saya ingat tahun-tahun ’60-an, ’70-an, ini sebagai gambaran saja, sebuah STM di Kota Medan yang alumninya betul-betul hebat, karena memang seluruh pendukung untuk keahlian mereka, ada di situ,” ujarnya, karenanya, menurutnya, anak-anak SMK tersebut memiliki keahlian dan peralatan yang mendukung. “DKI Jakarta memiliki SMK unggul dalam bidang-bidang jurusan yang ada. Jika SMK kita seperti itu nanti, makanya saya ketika bicara kejuruan itu sangat tertarik. Karena apa, konon katanya walaupun didramatisir, SMK DKI Jakarta itu yang unggul keahliannya soal sastra, jadi memang saya prihatin,” ujarnya sembari menyebut, untuk memperbaiki hal tersebut, perlu adanya program yang jelas dari Dinas Pendidikan. “DPRD akan mendukung kemajuan SMK bila program dan anggaran yang disampaikan sesuai. Kalaupun misalnya ini meyakinkan dan punya korelasi positif atau relevan dengan peningkatan kualitas SMK, kita sebenarnya memang saya sangat mendukung itu, tapi kan harus jelaskan secara pasti,” ujarnya.

Tentu, sebagai manusia yang ingin berbuat, keikhlasan adalah jalan menuju keberhasilan, karena orang yang dengan ikhlas bersyukur selalu mendapat jalan keluar. Jelas, banyak cara untuk meraih keberhasilan, sabar dan ikhlas kuncinya. Keikhlasan tak cukup, atau bahkan tak perlu diucapkan dalam bentuk kata atau kalimat, namun dijalani selalu diorientasikan untuk menuju pada jalan Tuhan, siapapun agar sukses, maka jalan hidup itu seharusnya ditiru.

Memang, kenyataan di dunia hanya menuntut untuk menjadi seseorang yang terbaik pada apapun yang akan dikerjakan. Dan, jangan pernah berharap orang lain akan secara sukarela menyerahkan mahkota kemenangan kepada kita sebelum kita sendiri berjuang untuk meraihnya. Karenanya, sebagai politisi dan kader dari partai harus menjadi kader pelopor, bukan jadi kader pelapor, yang hanya melihat kinerja orang lain, tanpa memperhatikan kinerja sendiri. (Hojot Marluga)

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

16 + six =