Mengakhiri Dengan Baik
Hidup ini ibarat berlomba, berlomba sampai garis finish. Bukan ending memulai yang diminta, tetapi mengakhiri sampai finish yang diminta, diakhiri dengan baik. Ada semacam orang memulai dengan baik tetapi tak mengakhiri dengan baik. Ada juga memulai tak baik tetapi mengakhiri dengan baik. Tentu yang dinilai mengakhiri dengan baik. Jika boleh memang memulai dengan baik dan mengakhiri dengan baik.Buku ini, semacam itu, menjelaskan tiga hal di atas dan dibumbui pengalaman berbagai pigur-pigur yang memahami panggilan hidup dan kemudian mengujunginya dengan baik. Sangat menginspirasi, bagus dan patut dibaca orang yang berumur 40 tahun ke atas.
Buku yang ditulis Bob Buford, menurut saya buku yang menolong orang-orang yang telah paroh baya. Bagaimana meninggalkan makna hidup dan mengakhiri kehidupan dengan baik, bahasa lain, menyelesaikan tugas di hidup dengan sungguh baik. Bob menulis ini setelah menemukan panggilan jiwanya dan kemudian menginvestasikan waktunya dalam melayani banyak orang. Buku yang lumayan tebal 350 halaman ini di Indonesia diterbitkan METANOIA dengan slogan, mewarnai dunia dengan baru.
Sayang penerbit ini sudah berhenti berproduksi.Dalam buku ini, paling tidak, satu tokoh yang sangat menginspirasi dari Peter Drucker, maha guru dunia di bidang manajemen. Jika bicara manajemen tak sahih jika tak membaca gagasan Drucker. Paling tidak ada sepuluh nasihatnya. Pertama, menurutnya agar kita mampu mengakhiri dengan baik, perlu pengenalan diri. Temukan siapa diri kita. Memposisikan kembali diri. Boleh saja ini bisa ditafsir memulai kembali, mulai dari nol. Menemukan panggilan, menghidupi panggilan. Memposisikan kembali untuk mendapatkan kebermaknaan lebih masuk akal jika kita tahu siapa diri kita dan dimana kita seharusnya berada.
Kedua, menurut Drucker yang memulai kariernya sebagai penulis tema bisnis di koran Jerman menyebut, hal yang tak boleh dilupakan memposisikan diri kita untuk mendapatkan efektifitas dan pencapaian sepenuhnya dalam paruh kedua kehidupan. Mengapa dia menyebut demikian, sebab umumnya awal karier setiap orang cenderung mempunyai kerangka waktu yang agak terbatas. Tak bisa memvisualisasikan apa yang terjadi sesudahnya. Setelah mereka mapan, mereka baru tersadar, tiba tiba sampai pada pilihan pilihan, panggilan dari jiwa.
Disinilah menurut Ducker perlu kembali menemukan diri, keberadaan diri di poin ketiga. Kalau seseorang di poin ketiga ini, seseorang memiliki iman sebagai inti dari keberadaan dirinya, sampai Drucker menyebut, “Saya kira orang orang yang paling berhasil adalah orang orang yang di sepanjang hidup mereka memiliki iman yang kuat.” Maka, keempat pelajaran berharga dari guru manajemen nomor satu di dunia ini menyebut, menjadikan diri kita seolah olah di tahap akhir. Apa tujuan Drucker? Bukan saja kehidupan panjang, karena Drucker panjang umur, hidup sehat, hampir 97 tahun baru meninggal (lebih tua Billy Graham meninggal di usia 99 tahun.
Saya pengagum kedua sosok ini, Drucker dan Graham. Buku kedua sosok ini saya baca dan koleksi). Drucker mengatakan, bukan kehidupan kaya raya, makmur, melainkan menemukan hidup yang bermakna. Lebih baik kehidupan biasa-biasa saja tetapi ada makna kehidupannya. Ini otokritik dari Drucker, kehidupan memang kadang membingungkan, orang mengejar kuasa, jabatan, kaya dan tak merasa cukup. Naifnya di akhir hidupnya tak ada makna yang ditinggalkan.Kelima, menurut PhD yang telah menulis lebih dari 40 buku di bidang kepemimpinan dan manajemen ini justru menentang perencanaan.