Pdt. Adven Leonard Nababan, D.Min: Tata Ibadah Tak Boleh Monoton; Siap Jadi Kepala Marturia Mengotekstualisasi Liturgi HKBP


Notice: Undefined index: margin_above in /home/suaratap/public_html/wp-content/plugins/ultimate-social-media-icons/libs/controllers/sfsiocns_OnPosts.php on line 652

Notice: Undefined index: margin_below in /home/suaratap/public_html/wp-content/plugins/ultimate-social-media-icons/libs/controllers/sfsiocns_OnPosts.php on line 653

Suaratapian.com-Liturgi merupakan bagian yang amat sangat esensial dalam ibadah. Dalam persekutuan orang percaya, dalam h ini ibadah, liturgi adalah salah satu dari tritugas gereja. Sudah tentu perlu aktualisasi dan dikontekstualisasi, maka dibutuhkan relevansi yang berkaitan dengan pentingnya ibadah pada kehidupan umat gereja. Atas pemikiran itulah diluncurkan buku yang ditulis Pdt Adven Leonard Nababan D.Min, buku bertajuk Liturgi; Upaya Kontekstualisasi Liturgi. Bertempat di Tarbonggal Café, Jalan Ahmad Yani, Kota Bekasi, pada, Jumat, 31 Mei 2024.

Dalam pengantar buku, Pdt Adven mengutif tulisan Paul W. Hoon yang juga dikutip dari pikiran James F.White menegaskan, bahwa liturgi terikat secara langsung pada peristiwa-peristiwa sejarah penyelamatan. “Inti liturgi adalah Allah sedang bertindak untuk memberikan hidupNya bagi manusia dan membawa manusia mengambil bagian dalam kehidupan itu,” jelas pendeta resort HKBP Jatiwaringin, ini.

Dia menambahkan, liturgi dipahami sebagai penyataan diri Allah sendiri dalam Yesus Kristus dan tanggapan manusia terhadapNya. “Sejajar dengan itu Peter Brunner mengatakan, bahwa liturgi adalah pelayanan Allah kepada manusia maupun pelayanan manusia kepada Allah,” sebut Kepala Marturia HKBP Distrik VIII DKI Jakarta ini. Buku yang diberi pengantar, Ephorus HKBP Pdt Dr Robin Butarbutar dan Sekjen HKBP Pdt Dr Victor diterbitkan untuk mendengungkan pentingnya kontektualisasi liturgi di gereja HKBP ke depan. Acara peluncuran didahului ibadah yang dipimpin Pendeta Mori Sihombing, mantan sekretaris jenderal HKBP.

Dalam renungannya, pendeta Mori menghimbau bahwa ibadah yang kontekstual itu seperti sirkulasi darah yang tak pernah berhenti di tubuh manusia. “Tata ibadah atau liturgy itu ibarat sirkulasi darah dalam tubuh manusia. Jika ibadah terus relevan sesuai konteksnya, sebagaimana peredaran darah mengalir deras dengan baik, tanpa hambatan maka manusia itu juga sehat,” ujarnya.

Kontekstualisasi Liturgi

Selesai ibadah, dilanjutkan bedah buku, sebelum kemudian peluncuran buku. Pendeta yang viral oleh karena ramah menghadapi kebringasan seorang pimpinan ormas agama, Murhadi Bardah ini, menyebut bahwa gereja, khususnya HKBP dalam pelayanannya terus berupaya untuk memperbarui dan diperbarui di tengah-tengah tugas panggilannya sebagai duta Kristus di bumi ini.

“Sebagai duta Kristus Gereja tak mungkin mempertahankan sikap status quo terhadap perkembangan dan perubahan yang ada. Sebaliknya, Gereja harus membangun sikap terbuka dan bersikap kritis serta dapat memberi kontribusi terhadap setiap perkembangan,” terang ayah tiga anak dan suami dari Rosma Windy Rouly Purba, ini.

Pendeta lulusan doctor ministry ini menyebut, salah satu unsur pelayanan gereja yang perlu mendapat perhatian adalah liturgi, tata-ibadah dalam pemahaman yang terbatas, kontekstual. Pertanyaan, sejauh mana sentuhan liturgi dapat menjawab konteks umat dalam setiap pergumulannya, dan bagaimana liturgi dapat memberdayakan umat di setiap pelayanan Gereja? Karena itu, agar tak monoton, dibutuhkan kebaharuan dan sosok pemimpin di pusat yang punya kerinduan untuk memperbaiki liturgi HKBP ke depan.

Sesaat setelah beda buku selesai

“Banyak percakapan di sekitar liturgi dengan harapan adanya pembaruan liturgi yang di sesuaikan dengan konteks umat. Gereja Katolik salah satu yang tanggap dengan pembaruan liturgi kontekstual berupaya melakukan penyesuaian liturgi, sesuai dengan ini yang di kenal dengan liturgi inkulturatif,” ujar pendeta yang kini mempersiapkan diri maju menjadi Kepala Departemen Marturia HKBP Pusat.

Dia menambahkan, gereja-gereja prokonteksnya, kesadaran baru untuk memperbarui liturgi ini dilihat dalam kerangka membangun umat untuk merasakan kehadiran Tuhan di dalam konteks dan budayanya sendiri. HKBP dalam masa usianya 146 tahun mengalami banyak perubahan dan pembaruan.

“Awal perubahan dan pembaruan ini tak terlepas dari perkembangan zaman, pergumulan yang di alami HKBP, dan dinamika yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat khususnya kehidupan warga jemaat yang diperhadapkan dengan banyaknya pilihan yang ditawarkan oleh perkembangan zaman. Sejak kira-kira 15 tahun belakangan ini, berarti sejak pertengahan tahun 1980-an, terjadi kritik besar-besaran terhadap Liturgi HKBP termasuk juga terhadap Gereja-gereja Batak lainnya.”

Lagi, temuan Pdt Adven, serangan terhadap Gereja-gereja lain, terutama yang pusatnya dari luar Sumatera Utara, sudah terlebih dahulu terjadi. “Inti dari kritik itu adalah bahwa tata ibadah Gereja-gereja ini terlalu monoton dan membosankan. Kritik ini terjadi serentak dengan kenyataan adanya warga jemaat mulai meninggalkan gereja, semula dan masuk pada kebaktian-kebaktian yang disebut kebaktian Karismatik.

Kenyataan ini mendorong Pendeta Adven untuk mempelajari dan menelusuri liturgi HKBP dari saat HKBP berdiri hingga sekarang ini. Harapannya semoga buku ini bermanfaat, dan melalui liturgi ibadah tertata, teratur dan berjalan baik jemaat mengalami perjumpaan dengan Tuhan dan bertumbuh dewasa secara rohani. (Hojot Marluga)

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

eight − 6 =