Refleksi 159 Tahun HKBP, Menjadi Berkat Bagi Dunia

oleh: Arist Merdeka Sirait

suaratapian.comMenyetir ungkapan seorang filsuf pernah mengatakan, hidup yang tak direfleksikan tak layak dijalani. Begitulah pernah diungkapkan Sokrates, pemikir asal Yunani itu. Kata refleksi sendiri berasal dari bahasa Latin reflectere dan reflexio yang berarti membungkuk ke belakang. Memperingati 159 Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang jatuh hari ini, 7 Oktober 2020, umat HKBP patut merefleksikan perjalanan HKBP lebih dari satu setengah abad ini. Bagaimana HKBP ke depan dan apa yang mestinya dilakukan?

Kita tahu bersama, jauh sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), HKBP telah ikut terlibat dan berperan sesuai dengan fungsinya dalam gerakan kemerdekaan melawan penjajah maupun pembangunan negara dan bangsa baik di bidang politik, hukum, sosial, keagamaan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Ephorus  Dr. Ludwig Ingwer Nommensenlah inspirasinya di tanah Batak sebagai misionarisnya, sehingga dengan karyanya, Nommensen dijuluki rasul orang Batak (Apostel Batak). Seratus limapuluh sembilan tahun bukan waktu yang pendek bagi HKBP untuk menyebarkan kasih kepada umatnya. HKBP lahir di Tanah Batak dan di seantero dunia penuh pergumulan dan tantangan, namun terus mempertahankan kebersamaan untuk menjalankan visi dan missinya.

Kehadiran HKBP di tengah masa sulit sekali pun,  HKBP mampu keluar dari permasalahannya. HKBP dengan kesederhanaan  pimpinannya pada mulanya terus dan mampu mempertahankan kemandiriannya dari intervensi di luar HKBP. Operasional untuk menjalankan suara kenabiannya terus ditopang secara organisatoris oleh dukungan finansial, yang dikumpulkan dari seluruh jemaat HKBP sehingga  HKBP di dalam menjalankan missinya memberi berkat bagi dunia.

Sejak dulu, tak terhitung upaya-upaya yang dilakukan HKBP di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang plural ini. Pembangunan rumah ibadah yang mandiri, pembangunan sekolah dan rumah sakit, bantuan sosial,  penyediaan rumah aman bagi Anak Yatim Piatu serta rumah Pemulihan dan reintegrasi sosial bagi anak.

Namun, secara internal beberapa tahun belakangan  ini harus diakui, timbul permasalahan yang mengancam  keutuhan bahkan, mengarah pada perpecahan di tubuh HKBP. Kasus di Cibinong dan Rawamangun misalnya.  Keadaan ini tak terlepas dari tergerusnya kharisma dan pemimpin HKBP selama ini.

Banyak para pelayan jemaat gagal paham terhadap tugas dan fungsinya sebagai pemimpin dan pelayan jemaat. Keadaan ini dipengaruhi oleh kekuasaan dan uang. Ironis memang. Ada kejadian jemaat melarang pemimpin jemaat untuk menyampaikan khotbah di atas mimbar lalu  merobek jubahnya, serta banyak kejadian yang memalukan lainnya.

Memasuki Sinode 65 HKBP (memilih dan menetapkan Ephorus dan Sekretaris Jenderal dan 3 Kepala Departemen, Koinonia, Marturia dan Diakonia)  yang seyogianya dihelat secara akbar dengan melibatkan ribuan pendeta dan utusan jemaat  dari berbagai daerah di pertengahan bulan Oktober 2020 ini. Namun karena Indonesia bahkan dunia sedang menghadapi Pandemi Covid-19, maka perhelatan Sinode atau Sidang Raya HKBP ke-65  diundur menjadi tanggal, 9-19 Desember 2020 bersamaan dengan Pilkada Serentak.

Kita perlu merefleksi. Mengingat  HKBP adalah milik Tuhan, dan HKBP dibutuhkan untuk menyuarakan suara kenabianNya untuk membebaskan orang-orang tertindas, korban ketidakadilan, membebaskan anak dan perempuan dari kekerasan, membebaskan orang dari segala bentuk kekerasan, penganiayaan, penyiksaan, penelantaran, perbudakan seksual,  penanaman paham radikalisme, intoleransi dan ujaran kebencian oleh karennya jadilah HKBP Menjadi Berkat Bagi Dunia.

Diperkirakan yang maju ada dua calon ephorus RBB dan MS. Sekarang, siapakah diantara dua orang kandidat yakni RBB dan MS yang pantas memimpin HKBP lima tahun ke depan? Pertayaannya, RBB atau MS-kah? Tentu kita bukan membahas itu. Namun tentu yang dibutuhkan HKBP saat ini adalah sosok pemimpin yang rendah hati dan mau melayani umatnya dan tak berorientasi pada KEKUASAAN  dan UANG. Dan, pemimpin HKBP ke depan mestinya mempunyai pengalaman terhadap masalah sosial serta permasalahan-permasalan sosial baru dunia seperti masyarakat korban HIV dan AIDS, korban perdagangan orang (trafficking) untuk tujuan seksual komersial dan eksploitasi ekonomi serta pelanggaran HAM, sebab hal ini salah satu tantangan dunia ke depan yang paling berat.

Wadah Pemikir HKBP

Tentu, harapan Jemaat di seluruh dunia, dalam perhelatan ke-65 HKBP yang akan digelar  Desember 2020 ini, dibutuhkan pemimpin HKBP  yang visioner untuk menjalankan Tahun Pembebasan bagi jemaatnya dan menjadikan HKBP  sungguh-sungguh Menjadi Saluran Berkat Bagi Dunia. Artinya, hanya dengan menjadi saluran berkat bagi dunia HKBP niscaya mampu menjadi lilin bagi kegelapan bagi masa depan dunia. Dan para pemimpinnya menjadikan HKBP sebagai institusi keagamaan yang patut dipertimbangkan oleh pemerintah dan  Negara setara dengan peran Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadyah sebagai organisisasi keagamaan yang terbesar di Indonesia.

Usulan saya, sudah tibalah saatnya bila HKBP ingin sungguh-sungguh menjadi berkat bagi dunia, di perhelatan Sidang Raya  ke 65 HKBP 2020 siapapun pemimpin HKBP di masa yang akan datang mampu memutuskan dalam program lima tahun ke depan membentuk TinkTank HKBP, semacam wadah pemikir, Komisi atau Organisasi Perempuan HKBP setara dengan Organisasi Perempuan NU Fatayat Nahdlatul ‘Ulama, sebuah organisasi pemudi Islam, merupakan salah satu lembaga otonom di Nahdlatul Ulama.

Atau, seperti Aisyiyah sebagai salah satu organisasi perempuan Muhammadiyah yang selalu dipertimbangkan oleh pemerintah dan negara dalam setiap pengambilan keputusan di bidang sosial, politik, Hukum dan HAM. Selain itu, HKBP sudah waktunya membentuk Komisi Anak HKBP yang setara keberadaan dengan Forum Anak HKBP yang selalu dilibatkan dalam kebijakan-kebijakan  politik hal anak. Tentu, yang dimaksud tak cukup hanya ditempatkan sebagai kategorial semata di tubuh HKBP, tetapi yang dibutuhkan aksi nyata untuk berperan aktif di tengah-tengah pelayanan bangsa ini. Jika itu dilakukan HKBP benar-benar menjadi berkat bagi dunia.

Penulis adalah Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

1 × 2 =