Baik Saja Tak Cukup, Mesti Lebih Baik dan Jadi yang Terbaik
Di hari Kartini ini, kita patut merefleksi betapa para perempuan bergiat di dunia pendidikan jadi pematik, penyemangat. Reflektif di hari Kartini ini sangat berkaitan erat dengan benang merah peran perempuan di bidang pendidikan. Tentu banyak sosok perempuan yang berperan di bidang pendidikan, tetapi sebanyak itu juga harus terus diapresiasi dan dipublikasi. Mengingat apa yang dikatan Bung Karno, bahwa perempuan jalan peradaban. Artinya, perempuan mempunyai andil dalam membangun suatu peradaban bangsa dan Negara. Bahkan, baik dan buruknya dari suatu Negara adalah karena peran dari perempuan.
“Perempuanlah yang mula-mula induknya kultur, dialah pembentuk, pembangun peradaban manusia pertama.” Bahasa lain perempuan adalah arsitek jiwa anak-anak, terutama ibu yang melahirkan dan membesarkan anak-anak dengan kedua tangannya.
Alih-alih peranan kaum perempuan dalam membangun jalan peradaban Indonesia sangatlah besar. Di Hari Kartini ini adalah peringatan yang ditujukan untuk menghormati dan mengenang jasa Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat atau RA Kartini. Dia merupakan pahlawan perempuan dan juga seorang pejuang emansipasi perempuan di Indonesia.
Lalu, pertanyaan sekarang adalah, apakah pelajar sekarang masih mengidolakan sosok-sosok? Dalam rangkai itu tetapi disosialisasi dan dipabrikasi profil-profil mereka yang pantas dan layak ditauladani, karena memang di masing-masing individu perempuan itu terpatri nilai juang, pembentuk jiwa manusia untuk tercerahkan.
Salah satu yang patut dibanggakan sekarang ini menurut hebat kami, ibu Flores boru Sagala, Ketua Yayasan Wahana Prestasi Prima yang menaungi sekolah Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Menengah Atas di bilangan Jakarta Timur. Bukan karena sekolah ini mendidik ribuan siswa tetapi pengelolaan kemandiriannya yang patut diacungi jempol. Dia merupakan salah sosok pelopor emansipasi perempuan Indonesia di era sekarang, yang senantiasa rindu masyarakatnya dicerahkan pendidikan. Sebab, bagi Flores boru Sagala, hanya lewat pendidikanlah manusia terbimbing dan terarahkan untuk terinspirasi, bertumbuh hingga bisa memberi buah bagi sesamanya.
Tanpa terdidik kita sering tersesat. Bahkan sering kali kita berpikir jalan yang kita jalani sudah benar, ternyata sesat, sebenarnya karena sesat pikir. Tak kritis. Tak belajar.
Sesat pikir adalah kesalahan penalaran yang menciptakan argumen tak benar. Diawali dari kesalahan dalam menyusun logika berpikir, maka muncul argumen yang salah pula.
Mengapa demikian? Argumen itu biasanya tak berdasarkan bukti atau fakta ilmiah dan bersifat memengaruhi orang lain. Agar tak mau sesat berpikir, iya fungsikan nalar. Logis. Etis dan kritis. Jadilah manusia pembelajar. Karenanya, pendidikan yang paling taraf membawa manusia pada kesadaran, tercerahkan.
Sekarang SMK dan SMA Prestasi Prima yang didirikannya bersama suaminya Dr Wannen Pakpahan, sosok praktisi pendidikan. Sekolah yang berada di bawah naungan Yayasan Wahana Prestasi Prima, berdiri sejak 21 April 2012 (tepat 11 Tahun sejak tulisan ini dibuat), terus berkembang. Jikalau tak ada arah yang melintang sekolah ini dalam waktu dekat akan berkembang, akan lahir wahana baru sekolah tinggi, politeknik.
Hal itu semua tak lepas dari semangat pembelajar. Semangat pembelar dan bertumbuh itulah pemantik kemajuan dari Yayasan Wahana Prestasi Prima yang menaungi SMK dan SMA Prestasi Prima. Sekolah unggul dan berkualitas ini tak lepas dari tangan dinginnya, Flores boru Sagala dan arsitek pendidikannya Dr Wannen Pakpahan.
Keduanya mendedikasikan hidupnya, bahu membahu untuk membangun masa depan anak-anak Indonesia, dengan bergelut bersama keluarga di jalur pendidikan (Kepala Sekolah, David Hamonangan Silaen adalah menantu).
Keduanya sadar masa pendidikan anak remaja di SMK dan SMA adalah saat paling penting untuk menciptakan masa depan Indonesia. Masa depan yang lebih berkualitas tentunya.
Karenanya, untuk sampai pada tujuan tersebut anak murid di Prestasi Prima perlu dididik banyak hal, terutama praktik langsung. Termasuk mendorong anak-anak untuk mandiri, merdeka belajar. Merdeka belajar dengan menyiapkan berbagai fasilitas yang menunjang.
Bahkan, bukan sembarangan fasilitas, melainkan fasilitas-fasilitas bermutu. Ruang praktik, laboratorium dan perpustakaan yang mumpuni untuk melahirkan kualitas unggul. Itulah perhatian besar perempuan Batak berjiwa entrepreneur ini.
Kualitas lebih baik
Walau bukan seorang pakar dalam bidang pendidikan, dan Flores juga mengatakan, bukan akademisi pendidikan, hanya lulusan sarjana. Tetapi keteguhan hatinya untuk memperjuangkan pendidikan terlihat kukuh.
Lagi, sebagai pemimpin yayasan menaungi lembaga pendidikan, dia menyadari dirinya sebagai patron. Memberi arah, mencairkan kebekuan dan kebuntuan. Mencari solusi dan bertanggung jawab untuk seluruh akomodasi proses belajar mengajar. Suaranya enak didengar. Tegas dan selalu dengan suara keibuan. Tetapi, bukan berarti dia tak tegas, justru akan sangat tegas kalau ada kebijakan yang disepakati bersama tak dijalankan.
Sekolah dengan slogan yang dibanggakan dan dianutnya, “if better is possible, good is not enough.” Artinya, jika ada lebih baik, sebab baik saja tak cukup. Keluarga lingkup organisasi kecil, namun pondasi, karakter dan militansi dibangun di keluarga. Intinya ketua yayasan selalu mengajak seluruh orang yang terlibat di sekolah, administrasi, guru dan murid.
Jadi baik saja tak cukup. Sekarang harus ada daya ingin lebih baik. Mesti ada keinginan kualitas lebih baik. Dan selalu mengejari mutu. Tentu bukan tak mensyukuri segalanya, tapi jadi yang terbaik sesuai ajakan untuk hidup bermakna, memberi jejak.
Keluarga itu menjadi satu kekuatan maha dhasyat, tentu salah satu caranya dengan menjalin komunikasi yang efektif dengan anggota keluarga. Dalam bisnis, membangun lewat manajemen keluarga. Dan ternyata, manajemen keluarga diterapkan di hampir seluruh perusahaan besar dan yang juga mampu bertahan lama.
Awalnya, dibangun dalam manajemem keluarga. Pun usaha yang sampai beberapa generasi adalah usaha atau institusi yang awalnya dibangun oleh manajeman keluarga. Maka tak benar manajemen keluarga selalu dituduh sebagai manajemen yang tak profesional, nyatanya manajemen keluarga, tampuk pimpinan dipegang langsung masing-masing anggota keluarga justru nyata bisa professional dan unggul. Itulaha yang diterapkan di Yayasan Wahana Prestasi Prima yang menaungi SMK dan SMA Prestasi Prima.
Harus diakui, sekolah unggul yang berkualitas ini adalah lembaga benar-benar dipimpin manajemen keluarga, tetapi manajemen yang profesional. Sekolah dengan visi, mewujudkan lulusan yang “unggul” dan “terpercaya” dalam mengembangkan dan mempersiapkan tenaga terampil di Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi yang beriman, bertaqwa, cerdas, percaya diri, berwawasan global, dan berkarakter Pancasilais.
Akhirnya, kepada anaklah sebuah bangsa berhutang akan hari depannya. Karena itu, anak-anak di Prestasi Prima kekasih Tuhan mesti memperoleh perlakuan yang manusiawi, dibimbing untuk terdidik, tercerahkan untuk sampai memahami vokasi mereka. Di luar sana, jutaan anak-anak tak memperoleh pendidikan yang memadai untuk menghadapi dunia yang sedang bergerak begitu cepat di era 4.0.
Jutaan lagi harus membolos dari bangku sekolah karena harus berjuang bersama orangtua mereka di lapangan-lapangan pekerjaan yang tak aman, berbahaya, bagi keselamatan mereka. Jutaan lagi tak bisa menikmati usia muda yang berbunga-bunga penuh angan-angan yang mulia.
Oleh karena kemiskinan, keadaan yang mengenaskan ini telah mengilhami banyak orang untuk mengulurkan tangan guna membantu anak-anak keluar dari kegelapan, dari ketersia-siaan. Apa yang di keluarga Pakpahan, ibu Flores boru Sagala dan bapak Dr Wannen Pakpahan dalah secerca harapan bahwa berbuat yang baik pasti dicatat dikeabadian. (Hojot Marluga)