Dr. Sampe L. Purba; Perlu Efisiensi Penggunaan Energi Fosil dan Energi Baru Terbarukan

Dr. Sampe L. Purba pernah menjabat Staf Khusus Menteri ESDM dan Staf Ahli Kepala SKK Migas. Di era kepemimpian Ignasius Jonan sebagai Menteri ESDM, melantiknya sebagai Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam. Banyak tulisannya tentang Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi Indonesia. Pria kelahiran Dolok Sanggul, tahun 1963 ini meraih gelar Sarjana Ilmu Ekonomi dari Universitas Sumatera Utara, kemudian dari Universitas New South Wales dengan gelar Magister Keuangan, dan doktor dari Universitas Pertahanan. Dia juga tercatat menjadi Penasihat Senior Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. Diangkat sebagai Komisaris Independen Badak LNG. Selama puluhan tahun berkarier di bidang Bisnis Minyak dan Gas membawanya banyak terlibat dalam Organisasi Profesi Internasional dan Nasional. Aktif di PERADI, IAI, AIPN, KADIN, Lemhannas dan PERTINA.

Beberapa waktu lalu, Sekretaris Umum Forum Jurnalis Batak (FORJUBA), Hotman J. Lumban Gaol pemilik nama pena Hojot Marluga mewawancarai ahli dalam bidang Komersial, Hukum, Keuangan dan Audit ini. Demikian petikannya:

Sebagai pejabat di ESDM, Anda pernah menjadi Staf Ahli Menteri ESDM Bidang  Ekonomi Sumber Daya Alam, apa saja tantangan yang dihadapi ESDM  sekarang ini?

Kementerian ESDM sebagai bagian dari Pemerintah Indonesia, menghadapi beberapa  hal dewasa ini. Dengan mulai pulihnya perekonomian nasional dan dunia pasca Covid-19, maka ada  peningkatan kebutuhan energi di tingkat dunia yang lebih tinggi, baik untuk batubara,  minyak dan gas. Namun, dengan adanya perang di Ukraina yang masih berkelanjutan, serta ketidakpastian global di sisi moneter yang memaksa Amerika Serikat menaikkan suku bunga pinjaman (FED) secara bertahap, hal ini juga merupakan disrupsi dan ancaman baru bagi perekonomian global.

Indonesia sebagai Negara yang terkait dengan perdagangan global, diperhadapkan dengan mismatch aspek riil di sisi supply demand energi, dan juga aspek moneter di sisi nilai tukar yang unpredictable. Hal lain yang juga memerlukan atensi adalah pemenuhan energi yang secara benar-benar dibutuhkan masyarakat seperti BBM dan LPG yang harus merata di seluruh Indonesia pada harga yang relatif terjangkau. Juga Pemerintah c/q Kementerian ESDM perlu menjaga kondusivitas dan competitveness of business, untuk memastikan agar investor energi, entah itu BUMN, BUMD, Swasta maupun Asing, yang bekerja dan menanamkan modalnya di sini di satu sisi tetap dapat memperoleh keuntungan yang wajar, dan di sisi lain memberikan nilai tambah yang signifikan bagi Indonesia dalam bentuk sumber devisa, penyerapan tenaga kerja maupun peningkatan nilai tambah dengan tetap menjaga kualitas lingkungan

Salah satu tantangan disebut-sebut soal paradigma baru pengelolaan Migas di Wilayah Perbatasan, mohon dijelaskan…

Wilayah perbatasan adalah beranda terdepan Negara. Di sana adalah titik temu dan titik  lintas berbagai hal seperti lalu lintas orang, kapal niaga, kapal dagang hingga juga titik-titik rawan penyelundupan baik obat terlarang, senjata gelap, pengungsi maupun teroris. Bahkan, klaim tumpang tindih wilayah-pun sering terjadi di perbatasan.

Namun, wilayah perbatasan relatif jauh dari jangkauan infrastruktur, penduduk yang jarang, serta sarana pendukung ekonomi yang minim. Untuk migas misalnya. Jarak yang jauh akan membuat biaya mobilisasi, pengelolaan dan sebagainya di remote area menjadi lebih mahal. Perhitungan keekonomian sering tidak masuk. Tidak banyak  investor yang bersedia menanamkan modalnya di sana. Apalagi kalau migas tersebut adalah di wilayah perairan/ laut.

Ada lima perbatasan kita yang potensial mengandung  migas, tetapi belum banyak dikelola. Kelimanya adalah perairan perbatasan Aceh hingga  selat Malaka, perbatasan Laut Natuna Utara, Perbatasan lepas pantai Kalimantan Utara, perbatasan di sisi Timur Provinsi Papua, serta perbatasan Selatan Indonesia dengan Australia dan Timor leste.

Menjaga perbatasan harus dirubah paradigmanya, dari mengutamakan kepentingan ekonomi menjadi menjaga batas wilayah. Menjaga perbatasan itu bukan semata-mata hanya soal perhitungan untung rugi. Analog dengan Satpam atau petugas sekuriti yang menjaga rumah. Anda membayarnya bukan karena dia mendatangkan keuntungan, tetapi karena tugasnya untuk membuat Anda, dan harta anda nyaman dan tenteram.

Demikian juga dengan perbatasan. Perlu insentif dan pendekatan khusus, baik kepada  korporasi maupun masyarakat di sekitar wilayah perbatasan, bagaimana membuat mereka menjadi nyaman berinvestasi dan bekerja, sebagai garda terdepan pengawal Republik. Korporasi atau BUMN khusus dengan fiscal terms yang khusus perlu didesain untuk dapat nyaman berinvestasi di daerah perbatasan. Itulah esensi menjaga wilayah perbatasan.

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

two + nine =