CEO PT. Berdikari Insurance, J.S. Simatupang, S.H., M.H.; Tulus Suarakan Kebenaran Demi Rakyat
Notice: Undefined index: margin_above in /home/suaratap/public_html/wp-content/plugins/ultimate-social-media-icons/libs/controllers/sfsiocns_OnPosts.php on line 652
Notice: Undefined index: margin_below in /home/suaratap/public_html/wp-content/plugins/ultimate-social-media-icons/libs/controllers/sfsiocns_OnPosts.php on line 653
Tak ayal, sejak muda sudah terbiasa berhadapan dengan aparatur pemerintah, bahkan, sejak di kampus digolongkan orang yang selalu melawan arus. Merantau ke Jakarta tahun 1988, dia menghidupi diri murni sebagai seorang aktivis. Tak heran umur 34 tahun sudah dipercayakan menjadi Ketua Keluarga Besar Punguan Simatupang-Togatorop se-Jabodetabek.
Ditanya mengapa suka beroganisasi? Menurutnya, berorganisasi adalah tempat untuk terus belajar. “Saya menempatkan diri sebagai pembelajar. Di organisasi saya selalu merasa punya kekurangan, maka siap diberi masukan, atau kata lain dikritisi,” ujar sosok nasionalis yang bereputasi di puluhan organisasi nasional itu.
Dia menambahkan, seorang aktivis atau organisatoris mesti berbuat di masyarakat, terutama bagi mereka yang termarjinalkan. Baginya, untuk memberikan tak perlu dihargai. Dirinya akan kesal melihat lagak orang yang merasa penting karena membantu, para pejabat atau orang kaya. “Banyak orang merasa tokoh ingin dihargai karena sudah menyumbang. Padahal ada ungkapan di Kitab Suci menyebut, yang diberikan tangan kiri tak perlulah diketahui tangan kanan,” ujarnya.
Dia juga mengkritisi orang yang selalu membicarakan, tanpa perbuatan, yang penting perbuatan sebagaimana untuk melakukan bagi sesama. Jadi bukan seremoni agama, dan itulah yang disebut kasih. Jikalau tak berbuat, menurutnya, kurang bijak, tak afdol. “Kita tahu bersama bukti kasih itu berbagi. Pertanyaan kemudian, apakah yang diminta untuk mengasihi itu sudah kita praktikkan dengan baik. Apakah kita sudah mempergunakannya dengan baik. Saya kira belum. Saya pun belum gunakan maksimal,” ujar Ketua Harian Forum Peduli Demokrasi Humbang Hasundutan (FPDHH). Humbang Hasundutan adalah salah satu kabupaten di Sumatera Utara.
Di forum yang dia dirikan bersama sejumlah anak rantau asal Humbang-Hasundutan dia tampil kritis dan memberi pendidikan politik pada masyarakat. Forum tersebut sebagai bentuk dukungan untuk menegakkan demokasi, dengan mendukung kotak kosong (Koko) di Pilkada Humbahas 2020 lalu. Saat itu, banyak orang menilainya tendesius. Padahal JS dan teman-temannya hanya tidak mau demokrasi dikriminalisasi. Karenanya dia tidak takut jika pun dia dinilai punya misi tersendiri. “Saya tak ada kepentingan pribadi. Kepentingan saya jangan zholimi demokrasi di Humbahas,” ujarnya ketika itu.
Peduli Kaum Marginal
Bila sudah bersangkutan dengan kaum marginal hati JS, begitu dia biasa disapa langsung luluh. Ketua Umum Parsadaan Anak Boru Bere Simatupang (PABRS) Se-Jabodetabek ini, pun figur yang peduli sesama. Salah satu bukti kepeduliannya, saat pandemi corona makin mewabah, JS menggelar tali kasih pada Juni 2020 lalu dengan memberikan 300 paket sembako kepada keturunan marga Simatupang di Jabodetabek, terutama yang sangat terdampak.
Itu murni dari kantong sendiri, bukan dari kas PABRS. Pendiri Law Office JS Simatupang & Patners ini selalu menunjukkan kepedulian pada kaum terpinggirkan, termasuk misalnya, peduli dengan kehidupan pekerja seni keturunan Simatupang. Dia juga selalu mengotokritik diri, “Apa kita sudah maksimal berbagi padahal, kita banyak menerima berkat Tuhan? Kita selalu ingin dihargai, tidak berbuat dulu baru dihargai.”
Pertanyaannya, bagaimana bisa maksimal berbagi setelah menerima berkat Tuhan? Dia mencontohkan, di dalam pesta Batak, sebagai Ketua Umum PABRS dia kerap diundang ke pesta. Umumnya orang kaya jarang datang ke pesta, maka kalau mereka menggelar pesta, lucunya makin banyak yang datang. Tetapi tidak begitu bagi JS, kalau orang kaya berpesta, dirinya tetap datang tetapi hanya sebentar. Habis bersalaman, langsung pulang. Tetapi jikalau yang mengadakan pesta orang miskin, dia dengan rela hati menongkrongi sampai pesta selesai, bahkan kalau punya rezeki lebih, dia akan bantu yang punya hajatan. Cara-cara terbalik demikian, menurutnya efektif, lebih peka pada kaum marginal.
“Jadi yang ditunjukkan itu bukti kita mengasihi sesama. Bukti kita mengasihi, kita berbagi, tetapi berbagi kepada orang yang tepat, pada kaum marginal,” ujarnya. Baginya, manusia itu sama di mata Tuhan. “Apa pun suku atau agamanya. Melayani itu, membantu sesama itu bukan mesti di gereja,” ujar anggota Gereja Katolik Santa Anna Paroki Duren Sawit, Jakarta Timur ini.