“Kedurhakaan” TPL terhadap Bangso Batak di Tanah Batak


Notice: Undefined index: margin_above in /home/suaratap/public_html/wp-content/plugins/ultimate-social-media-icons/libs/controllers/sfsiocns_OnPosts.php on line 652

Notice: Undefined index: margin_below in /home/suaratap/public_html/wp-content/plugins/ultimate-social-media-icons/libs/controllers/sfsiocns_OnPosts.php on line 653

Oleh: Dr. Maruap Siahaan, MBA

Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) adalah bagian integral perjuangan bersama Bangso Batak untuk menjadikan Tanah Batak khususnya Danau Toba menjadi Tao na Uli, Aek Natio, Mual Hangoluan. Danau Toba tidak dapat dipisahkan dari Bangso Batak dan Tanah Batak. Tanah Batak lestari dan masyarakat (Bangso Batak) sejahtera apabila Danau Toba dan lingkungannya terpelihara dengan baik. Melihat prilaku TPL terhadap masyarakat (Bangso Batak) akhir-akhir ini, khususnya mengenai portal milik TPL yang menutupi akses jalan masyarakat (Bangso Batak), apalagi akses tersebut banyak digunakan oleh masyarakat (Bangso Batak) untuk menuju ladang mereka masing masing, tentunya bertentangan dengan amanat Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang secara tegas melindungi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” sekaligus juga bertentangan Pasal 6 UU No 5/1960 (UU Agraria) yang secara tegas mengatur bahwa “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”.

Prilaku TPL tersebut juga mendapatkan perhatian khusus dari pimpinan HKI dan Ephorus HKBP Pdt. Victor Tinambunan, bersama masyarakat di Nagasaribu. Pimpinan HKI dan Ephorus HKBP Pdt. Victor Tinambunan, bersama masyarakat di Nagasaribu menyerukan yang pada pokoknya meminta agar Portal-Portal yang menutupi akses jalan masyarakat (Bangso Batak), segera dibuka sehingga warga dapat menuju ladang mereka masing-masing untuk mencari nafkah. Hal mana seruan tersebut sejalan dengan Amanat Pasal 27 ayat (2) UUD 1946 sekaligus Pasal 6 UU Agraria ternyata sejalan dengan

Seruan tersebut juga dapat diartikan sebagai puncak penolakan umat gereja terhadap prilaku TPL kepada masyarakat (Bangso Batak). Kehadiran Pimpinan HKI dan HKBP tersebut bagi YPDT merupakan suara nabiah atau suara Tuhan yang mengingatkan/menegur TPL sekaligus perwujudan suara jemaat HKBP dan HKI yang ada di seluruh dunia terhadap prilaku TPL kepada masyarakat (Bangso Batak).

Ini suara jemaat HKBP dan HKI di seluruh dunia !!! Setelah Puluhan Tahun konflik rakyat dengan TPL kali ini Ephorus HKI dan HKBP langsung turun ke titik sengketa karena TPL secara hukum patut diduga kuat tidak mentaati apa yang telah diamanatkan oleh Pasal 27 ayat (2) UUD 1946 sekaligus Pasal 6 UU Agraria terhadap masyarakat (Bangso Batak) di tanah Batak, disamping itu TPL juga telah merendahkan martabat ciptaan-Nya sekaligus menolak pemberian Tuhan kepada manusia yakni bumi sebagai rumah yg nyaman dan makna

Theologis sebagai Penyataan Umum Sang Pencipta. Penyerobotan hak hidup Ini tentunya kedurhakaan terhadap ciptaanNya dan Sang Pencipta. Oleh karena YPDT merupakan bagian integral perjuangan bersama Bangso Batak untuk menjadikan Tanah Batak khususnya Danau Toba menjadi Tao na Uli, Aek Natio, Mual Hangoluan, dengan ini juga menyerukan agar TPLmendengarkan seruan dari Pimpinan HKI dan Ephorus HKBP Pdt. Victor Tinambunan, bersama masyarakat di Nagasaribu yang ternyatakan juga sejalan dengan amanat Pasal 27 ayat (2) UUD 1946 sekaligus Pasal 6 UU Agraria.

Apabila TPL menolak, maka YPDT yang merupakan bagian integral perjuangan bersama Bangso Batak untuk menjadikan Tanah Batak khususnya Danau Toba menjadi Tao na Uli, Aek Natio, Mual Hangoluan berhak untuk mengajukan tuntutan kepada Pemerintah agar Pemerintah menghentikan atau melakukan penutupan paksa terhadap seluruh aktivitas PT. TPL di tanah Batak. Ada cukup alasan untuk menghentikan atau menutup paksa seluruh aktivitas PT. TPL di tanah Batak. Bumi, air dan yg terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Akan tetapi sebaliknya TPL telah merampas itu dan mengeksploitasi pemberian Tuhan kepada Bangso Batak dan menikmatinya ditengah penderitaan rakyat (Bangso Batak) di Tanah
Batak.

Jika Negara tidak turut andil menyelesaikan permasalahan ini, maka YPDT memandang bahwa Negara GAGAL menjalankan fungsinya dan melindungi rakyatnya khususnya di tanah Batak. YPDT menyerukan seluruh rakyat untuk membangun solidaritas melawan TPL. Pemerintah Kabupaten di Tanah Batak harus bersatu padu melawan TPL dan melindunginya rakyat sesuai amanat konstitusi UUD Tahun 1945 dan Undang-Undang yang berlaku di Indonesia.

YPDT bersama elemen rakyat bersatu membuat perlawanan termasuk dan tidak terkecuali mengambil pilihan mengajukan gugatan di Pengadilan. YPDT mengundang Advokat dari seluruh lapisan yg mencintai kehidupan yang bersedia secara probono untuk melakukan gugatan melawan TPL untuk menghentikan “kedurhakaan” TPL terhadap Bangso Batak di tanah Batak. Tanah Batak tanpa TPL harus diwujudkan.

Penulis adalah Ketua Umum Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT)

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

two × three =