Memimpikan Sosok Pemimpin Transformatif dan Rendah Hati di HKBP
Oleh: Pdt.Wesly Panjaitan
suaratapian.com-Ephorus yang diharapkan jemaat HKBP ke depan sangat dinanti-nanti sosok pemimpin ideal, transformatif dan rendah hati. Kita tahu bahwa gereja HKBP adalah gereja yang besar, mempunyai kekuatan besar yang belum diberdayakan secara maksimal, namun banyak juga banyak masalahnya. Oleh karena itu, kita berharap Ephorus yang terpilih nantinya memiliki kompetensi yang mumpuni dalam administrasi dan manajemen kepemimpinan yang transformatif, juga perilakunya terutama yang memiliki sifat rendah hati, bahkan, keluarganya yang dikenal baik akan membawa HKBP lebih baik di masa depan.
Dan sekarang ini, dari antara calon Ephorus yang sudah menyatakan diri untuk maju, Pdt. Dr. Robinson Butar-Butar. Langsung saja, saya melihat kreteria ideal itu ada di dalam diri Pdt.Dr. Robinson Butar-Butar. Mengapa saya katakan demikian? Dengan pengalamannya melayani di HKBP baik di dalam maupun di luar negeri, tentu membawa optimisme, bahwa dia mumpuni, memiliki kemampuan untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang sudah membelenggu HKBP selama ini.
Menurut saya, dialah yang terbaik dan pantas untuk memimpin HKBP ke depan. Selain reputasinya melayani di dalam negeri, juga pengalamannya melayani di aras gereja internasional sudah teruji. Tentunya pengalaman itu sangat mendukung nantinya dalam hubungan internasional HKBP ke depan. Saat ini, dia menjabat sebagai Ketua Rapat Pendeta HKBP, sebagaimana tradisi dalam HKBP umumnya Ephorus orang yang pernah menjadi Ketua Rapat Pendeta. Dia memiliki jiwa kepemimpinan yang mumpuni, dan memiliki sifat pribadi mengayomi.
Jikalau kita membaca Riwayat hidup Pdt. Robinson Butarbutar dalam buku autobiografinya, dia dibesarkan di dalam keluarga yang sangat sederhana yang menjunjung tinggi nilai-nilai iman Kristen yang teguh. Sudah tentu kisah hidupnya itu memberi nilai plus. Oleh karena itu, kita yakin dan optimis bahwa Pdt. Dr. Robinson Butarbutar telah memiliki mental dan spritual yang baik untuk memimpin gereja besar ini.
Walau dibesarkan dalam keluarga yang sangat sederhana, kalau tak disebut miskin, namun dia bisa sekolah di Sekolah Tinggi Theologi yang tentunya dijalani dalam rasa cukup dan rasa syukur, dan berhasil menjadi seorang pendeta, melayani dengan baik dan jujur hingga mendapat dukungan dari gereja untuk meraih gelar Doktor Theologi karena pelayanannya yang baik, tentu ditambah dia diberkati Tuhan dengan kecerdasan yang baik. Tentunya, ini menjadi nilai tambah baginya.
Membawa harapan besar
Di pundak pimpinan puncak HKBP menanti PR yang bejibun. Ruas HKBP mengharapkan sosok pemimpin yang mampu memberi harapan dan cakap mengatasi masalah. Kita tahu bersama Uluan atau pucuk pimpinan di HKBP ada lima yaitu; Ephorus, Sekjen dan ketiga Kepala Departemen (Koinonia, Marturia, Diakoni). Berdasarkan peraturan 2002, kepemimpinan HKBP itu kolektif kolegial yakni kelimanya harus bersinergi. Tentu, makin kuat sinergi di antara pucuk pimpinan ini, dampaknya akan dirasakan jemaat. Sebab memang era ini era kerjasama, sinergi.
Kita tahu bersama, masalah timbul belakangan ini yang bukan rahasia jemaat HKBP bahwa kelima pimpinan yang terpilih berjalan sendiri-sendiri. Terayal, terhembus kabar yang kurang baik saat pengambilan keputusan di HKBP, semua keputusan bukan hasil keputusan Rapat Pimpinan sebagaimana ditetapkan dalam Aturan dan Peraturan. Tetapi keputusan lebih didominasi oleh seseorang yang menganggap diri paling tinggi dan paling berhak, khususnya perihal penentuan mutasi pelayan HKBP.
Oleh karena itu, Ephorus yang terpilih nantinya diharapkan selalu mengingat bahwa HKBP bukan dipimpin satu orang Ephorus saja, tetapi dipimpin oleh lima orang secara kolektif atau bersama-sama. Selain itu, ada komisi yang telah dibentuk dan tertuang dalam Aturan dan Peraturan HKBP. Komisi itu seharusnya difungsikan sebagaimana tertuang dalam Aturan dan Peraturan HKBP, termasuk struktur di bawahnya yaitu; para Praeses yang juga dipilih di Sinode Godang.
Khusus masalah mutasi Pelayan sudah menjadi penyakit kronis di HKBP. Apalagi dalam periode yang sedang berjalan dan akan segera berakhir setelah Sinode Oktober 2020 nanti. Menurut isu yang beredar luas di internal HKBP, mutasi pelayan HKBP saat ini banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang tak ada kaitannya dengan tugas tersbut. Seharusnya, dalam mengelola mutasi pelayan HKBP: Ephorus harus memberdayakan dan memfungsikan Komisi Pemberdayaan Sumberdaya Pelayan HKBP (KPSP HKBP) sebagaimana tertuang dalam Aturan dan Peraturan HKBP 2002. Atinya, mutasi mesti berdasarkan Masa Kerja, track record atau prestasi pelayanan para pelayan.
Disamping track record para pendeta yang tercatat di Biro Personalia HKBP, para Praeses harusnya dimintai pendapat dalam memutuskan mutasi para pelayan di tiap Distrik, Resort dan Jemaat. Praeseslah yang menggembalakan para pendeta di tingkat distrik, dan yang sangat mengetahui bagaimana para pelayan tersebut melayani di Distrik yang dipimpinnya. Jadi, sumber utama untuk mengetahui keadaan para pelayan di lapangan pelayanan adalah Rapat Praeses.
Sebenarnya sejak dulu itulah tradisinya di HKBP, tetapi sekarang tradisi itu bergeser ke arah yang tak baik. Tanpa sepengetahuan Praeses SK mutasi pelayan ada yang tiba-tiba sudah terbit dari Kantor Pusat, dan yang paling menyedihkan, pelayan tak ada masalah dan belum genap dua tahun melayani entah karena apa, sudah dinyatakan harus pindah melalui SK Mutasi, dan masih banyak lagi Mutasi pelayan yang tak sesuai prosedur.
Oleh karena itu, saya yakin bahwa Pdt.DR. Robinson Butarbutar sudah memikirkan solusi untuk hal itu, dan tentunya dia pasti mengacu pada Aturan dan Peraturan, sistim yang sudah ada. Dia bersama dengan keempat pimpinan lainnya juga bersama Praeses terpilih nantinya diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang sudah sangat kronis ini.